Senin, 10 Juni 2013

Ahmadiyyah



1.  PENDAHULUAN
            Ahmadiyah merupakan sekte dalam agama islam yang belakangan ini sering ada perbincangan atasnya, namun ada juga yang beranggapan bahwa Ahmadiyah bukanlah bagian dari islam karena  didalamnya agak sedikit menyimpang dengan Islam. Sekte ini berasal dari Qodian (Pujab) yang kini menjadi Pakistan pada akhir abad ke 14 yang didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad. Dalam sekte ini ada dua golongan yakni Ahmadiyah Qodian dan Lahore, yang masing-masing golongan memliki perbedaan yang signifikan.
            Dan kelompok kita menapat tugas mengenai Ahmadiyah terutama dua gologan ahmadiyah diatas, untuk lebih jelasnya bisa di baca dalam makalah ini, mungkin  ada sedikit informasi yang dapat kami berikan dalam makalah ini, namun kita bersyukur bisa menyelesaikan tugas ini. Dan menyajikannya pada kalian semua.

2. Sejarah Ahmadiyah
            Ahmadiyah adalah sekte dari Islam yang beranggapan bahwa ajarannya bedasarkan kepada ajaran Islam yang benar. Dan  Suatu organisasi keagamaan dengan ruang lingkup internasional yang memiliki cabang di 178 negara tersebar di Afrika, Amerika Utara,  Amerika Selatan, Asia, Australasia dan Eropa. Saat ini jumlah keanggotaannya di seluruh dunia lebih dari 200 juta orang[1],  Ajaran yang didirikan oleh seorang  Qodiyan yang mengaku dirinya sebagai Nabi, bernama Mirza Ghulam Ahmad, pada tanggal 23 Maret 1889,[2] ada juga yang mengatakan Ahmadiyah berdiri pada penghujung abad ke 14 (1883), disebuah kota yang  bernama Lhudiana di Punjab India yang kini masuk wilayah Pakistan.[3] Negeri yang mereka sebut dengan “Daril Ba’it”. Ahmadiyah diambil salah satu nama Rasululah Saw, yang di informasikan kepada Nabi Isa A.s dalam surat ash-Shaf ayat 6 yang menyatakan bahwa akan ada seoang nabi dan rasul bernama Ahmad.[4]
            Berdirinya ahmadiyah dilatarbelakangi oleh serentetan peristiwa sejarah dalam Islam, yang kemunculannya tidak terlepas dari situasi dan kondisi ummat islam sendiri pada saat itu, tepatnya setelah kekalahannya turki Utsmani dalam serangan kebenteng Wina tahun 1683, dan mengakibatkan pihak Barat menjadi bangkit selanjutnya bangsa Eropa didiorong oleh semangat revolusi industri dan disusul dengan penemuan-penemuan baru, dan mampu menciptakan senjata-senjata modern. Secara agresif mereka menyerang dan dapat menguasai daerah-daerah Islam, disisi lain Islam masih tenggelam dalam kebodohan dan sikap yang egois  dan mudah menyerah. Akhirnya Inggris dapat merampas India dan Mesir, Perancis menguasai Afrika Utara dan Eropa menguasai daerah-daerah Islam lainnya.[5]
            Saat India menjadi kolonial Inggris, orang Islam yang masih bersikap tradisonal dan fatalis dan sikap fanatik terhadap agama yag terlalu berlebihan menjadikan mereka semakin terisolasi. Dan semakin buruk tertutama saat terjadinya pemberontakan  Mutiny di tahun 1857.  [6] dalam keadaan demikian, intelek kaum Ulama islam telah tenggelam sampai ke tingkat yang paling bawah. Demikanlah situasi Ummat Islam yang melatarbelangi munculnya gerakan Ahmadiyah dan berorientasi pada pembaruan Islam. Wilfred Cantwell Smith menambahkan Ahmadiyyah  lahir ditengah huru-hara runtuhnya masyarakat islam lama dan infiltrasi budaya yang baru, dan serangan gencar kaum misionaris Kristen 9 terhadap Islam), maka lahirlah Ahmadiyah sebagai wujud protes terhadap keberhasilan kaum misionaris Kristen yang memperoleh pengikut-pengikut baru.[7]
Tujuan pertama Ahmadiyah adalah mengajak orang-orang Islam dan yang lainnya untu membenarkan pengakuan Mirza Gul al-Masih Ahmad al-Qodiyani, bahwa Dialah al-asih yang dijanjikan itu, dan dia juga al-Mahdi (yag ditunggu-tunggu) itu, dimana kedatangan keduanya di akhir zaman telah sering disinggung dalam riwayat. Dan menganggap orang yang tidak masuk kelompoknya adalah kafir.[8]  Secara umum ajaran-ajaran Ahmadiyah yang dianggap menyimpang adalah – terutama – mengenai tiga hal : (1). Penyaliban Nabi Isa AS, (2). Al-Mahdi yag dijanjikan akan muncul di akhir zaman, dan (3). Tentang peghapusan kewjiban berjihad.[9]
Perpecahan Ahmadiyah terjadi saat berakhirnya kepemimpinan Khalifah pertamanya, H. Hakim Nurudin, tepatnya setelah wafatnya pada tanggal 30 Mei 1908 M. Menurut Bashir Ahmad, ada tiga faktor yang menyebabkan aliran Ahmadiyah terpecah yaitu, masalah Khalifah, Iman kepada Ghulam Ahmad, dan masalah Kenabian.[10] Yang melahirkan dua golongan dalam Ahmadiyah. Muhammad ‘Ali menjelaskan, bahwa golongan pertama mempertahankan keyakinannya yaitu; “Barangsiapa yang tidak percaya kepada Mirza Ghulam Ahmad sebagai al-Masih dan al-Mahdi, maka orang itu dihukumi Kafir dan keluar dari Islam, kecuali mereka secara formal telah membai’atnya. Sedangkan golongan kedua berpendapat, bahwa setiap orang yang telah mengucapkan dua kalimah Syahadah, mereka adalah muslim sekalipun mereka diluar aliran lain dalm Islam, maka mereka tak seorangpun yang keluar dari Islam, kecuali mereka mengingkari masalah kenabian Mirza Ghulam Ahmad.[11]
Dari perseteruan pendapat yang kontroversial dari intern Ahmadiyah ini maka secara realnya di tahun 1914,[12] terpecalah aliran Amadiyah menjadi dua sekte. Para pengikut Ahmadiyah, yang disebut sebagai Ahmadi atau Muslim Ahmadi, terbagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama ialah "Ahmadiyyah Muslim Jama'at" (atau Ahmadiyah Qadian). Pengikut kelompok ini di Indonesia membentuk organisasi bernama Jemaat Ahmadiyah Indonesia, yang telah berbadan hukum sejak 1953 (SK Menteri Kehakiman RI No. JA 5/23/13 Tgl. 13-3-1953). Kelompok kedua ialah "Ahmadiyya Anjuman Isha'at-e-Islam Lahore" (atau Ahmadiyah Lahore). Di Indonesia, pengikut kelompok ini membentuk organisasi bernama Gerakan Ahmadiyah Indonesia, yang mendapat Badan Hukum Nomor I x tanggal 30 April 1930. Anggaran Dasar organisasi diumumkan Berita Negara tanggal 28 November 1986 Nomor 95 Lampiran Nomor 35,[13]
3. Ahmadiyah Qodian
             Golongan yang beryakinan bahwa kenabian masih terbuka sesudah Rasulullah SAW. Sekte ini dipimpin oleh Basyiruddin Mahmud Ahmad. Kelompok ini berpendangan bahwa Mirzha Ghulam Ahmad tidak hanya sebagai Mujaddid saja, tetapi juga sebagai nabi dan rasul yang harus ditaati dan di patuhi seluruh ajarannya.[14]
Pokok-Pokok Ajaran Ahmadiyah Qadian sebagai berikut:
1.      Mengimani dan meyakini bahwa Mirza Ghulam Ahmad, laki-laki kelahiran India yang mengaku menjadi Nabi, adalah Nabinya.
2.      Mengimani dan meyakini bahwa "Tadzkirah" yang merupakan kumpulan sajak buatan Mirza Ghulam Ahmad adalah kitab sucinya. Mereka menganggap bahwa wahyu adalah yang diturunkan kepada Mirza Ghulam Ahmad.
3.      Mengimani dan meyakini bahwa kitab "Tadzkirah" derajatnya sama dengan Alquran.
4.      Mengimani dan meyakini bahwa wahyu dan kenabian tidak terputus dengan diutusnya Nabi Muhammad saw. Mereka beranggapan bahwa risalah kenabian terus berlanjut sampai hari kiamat.
5.      Mengimani dan meyakini bahwa Rabwah dan Qadian di India adalah tempat suci sebagaimana Mekah dan Madinah.
6.      Mengimani dan meyakini bahwa surga berada di Qadian dan Rabwah. Mereka menganggap bahwa keduanya sebagai tempat turunnya wahyu.
7.      Wanita Ahmadiyah haram menikah dengan laki-laki di luar Ahmadiyah, namun laki-laki Ahmadiyah boleh menikah dengan wanita di luar Ahmadiyah.
8.      Haram hukumnya salat bermakmum dengan orang di luar Ahmadiyah.[15]

4. Ahmadiyah Lahore
            Golongan kedua setelah Qadian adalah yang dikenal sebagai Ahmadiyah Lahore, atau disebut pula Ahmadiyah Anjuman Isha’at Islam, sedangkan di Idonesia dikenal dengan Gerakan  Ahmadiyah Lahore Indonesia (Gai). Golongan ini di pimpin oleh Maulawi Muhammad ‘Ali. Dari pihak Qadian Syafi R. Batuah berpendapat bahwa lahirnya sekte Ahmadiyah Lahore bermula dari kegagalan Maulawi Muammad Ali untuk mencapai ambisinya menjadi khalifah kedua. Namun lebih tepatnya yang menjadi sebab perpecahan adalah masalah akidah.[16]
Selengkapnya, Ahmadiyah Lahore mempunyai keyakinan bahwa mereka:
1.      Percaya pada semua aqidah dan hukum-hukum yang tercantum dalam al Quran dan Hadits, dan percaya pada semua perkara agama yang telah disetujui oleh para ulama salaf dan ahlus-sunnah wal-jama'ah, dan yakin bahwa Nabi Muhammad SAW adalah nabi yang terakhir.
2.      Nabi Muhammad SAW adalah khatamun-nabiyyin. Sesudahnya tidak akan datang nabi lagi, baik nabi lama maupun nabi baru.
3.      Sesudah Nabi Muhammad SAW, malaikat Jibril tidak akan membawa wahyu nubuwat kepada siapa pun.
4.      Apabila malaikat Jibril membawa wahyu nubuwwat (wahyu risalat) satu kata saja kepada seseorang, maka akan bertentangan dengan ayat: walâkin rasûlillâhi wa khâtamun-nabiyyîn (QS 33:40), dan berarti membuka pintu khatamun-nubuwwat.
5.      Sesudah Nabi Muhammad SAW silsilah wahyu nubuwwat telah tertutup, akan tetapi silsilah wahyu walayat tetap terbuka, agar imandan akhlak umat tetap cerah dan segar.
6.      Sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW, bahwa di dalam umat ini tetap akan datang auliya Allah, para mujaddid dan paramuhaddats, akan tetapi tidak akan datang nabi.
7.      Mirza Ghulam Ahmad adalah mujaddid abad 14 H. Dan menurut Hadits, mujaddid akan tetap ada. Dan kepercayaan kami bahwa Mirza Ghulam Ahmad bukan nabi, tetapi berkedudukan sebagai mujaddid.
8.      Percaya kepada Mirza Ghulam Ahmad bukan bagian dari Rukun Islam dan Rukun Iman, maka dari itu orang yang tidak percaya kepada Mirza Ghulam Ahmad tidak bisa disebut kafir.
9.      Seorang muslim, apabila mengucapkan kalimah thayyibah, dia tidak boleh disebut kafir. Mungkin dia bisa salah, akan tetapi seseorang dengan sebab berbuat salah dan maksiat, tidak bisa disebut kafir.
10.   Ahmadiyah Lahore berpendapat bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah pelayan dan pengemban misi Nabi Muhammad SAW. [17]
5. tokoh-tokoh besar Ahmadiyah

Khalifah Ahmadiyah Qadiyan

[sunting]Amir Gerakan Ahmadiyah (AAIIL)

Gerakan Ahmadiyah (Ahmadiyah Movement) atau Ahmadiyah Lahore tidak mengenal khalifah sebagai pemimpin, akan tetapi seorang Amir yang diangkat sebagai pemimpin.
Adapun para Amir tersebut adalah sbb:
3.     Maulana Sadrudin
6. Teologi Ahmadiyah
1. konsep Wahyu
Untuk konsep Wahyu dikalangan Ahmadiyah tidak terlalu  banyak perbedaan antara Qadian dan lahore mengenai Wahyu agak paralel dan tidak terlalu jauh bedanya. Menurut ahmadiyah Qadian, wahyu adalah Lafadz Allah Swt, yang disampaikan kepada para pemerimannya dan bukan merupakan inspirasi yang kemudian diucapkan dengan kalimat sendiri oleh para penerimannya. Menurut Lahore yang dikemukakan eelh Maulana Muhammad Ali, wahyu adalah isyarat yang cepat yang berupa sabda dan masuk kedalam hati para Nabi, dan orang-orang yang tulus dan Ikhlas. Bakan Lahore juga mengatakan tidak hanya manusia yang menerima wahyu melainkan binatang, dan seluruh makhluk ciptaan Allah.
Lebih lanjut Muhammad Ali menambahkan bahwa didalam al-Qur’an terdapat lima macam wahyu: pertama, wahyu yang diturunkan kepada makhluk tidak bernyawa seperti bumi dan langit. (Q.S. Al-Fushilat ayat 11-12), kedua. wahyu diturunkan kpada binatang (Q.S> An Nahl ayat 68-69), ketiga. Wahyu yang diturunkan kepada malaikat (Q.S. Al-Anfal ayat 12), keempat. Wahyu yang diturunkan kepada manusia biasa (Q.S. Al Maidah ayat 11), dan kelima. Wahyu ang diturunkan kepada para nabi dan rasul. (Q.S. A Anbiya’ ayat 74 dan 164).[18]
Dan mereka meyakini bahwa Ghulam Ahmad menerima wahyu dari Allah Swt. Namun wahyu yang diterima dan disampaikan oleh Ghulam Ahmad berfungsi sebagai Interpretasi terhadap Al-Qur’an bukan teks yang menyamai Al-Qur’an. Khalifah kedua Ahmadiyah Bashiruddin Ahmad memperjelas keterangan di atas dengan mengatakan bahwa wahyu itu akan terus terbuka meskipun tidak ada syari’atyang diturunkan.[19]
2. Syariat Jihad
            Ahmadiyah mengartikan Jihad fi sabilillah adalah sebagai tindakan mencurahkan segala macama kesanggupan, kemampuan, dan kekuatan yag dimiliki dalam menghadapi pertempuran, meyampaikan pesan kebenaran, a mengarahkan segala daya dengan memaksakan diri dalam mencapai tujuan. Ahmadiyah mengklasfikasikan jihad menjadi tiga macam: (1). Jihad Shagir, (2). Jihad Kabir, (3). Jihad Akbar.[20]
3. Konsep Khilafah
            Pemahaman Khalifah Ahmadiyah mendasarkan kepada pemahaman A-Qur’an baik dari Qadian maupun Lahore, Qadian berpendapat bahwa makna Khalifah di dalam al-Qur’an itu ada tiga: (1). Sebagai pengganti Allah Swt. Seperti Nabi Adam dan Nabi Daus. (2). Dipaham sebagai makna kaum atau kaum yang datang kemudian, (3). Khaliah penggati Nabi seperti Khulafaur Rasyidin. Sedangkan Lahore ada dua pemahaman menganai Khalifah dalam Al-Qur’an. Pertama, Khalifah yang sesuaidengan makna Khalifah dalam al-Qu’an yaitu pemimpin di muka bumi. Kedua. Kalifah dimaknai sebagai Mujaddid atau tokoh spritual yang meneruskan syari’at.[21]
4. Konsep Kenabian
            Dalam perspektif Ahmadiyah mendefinisikan Nabi seperti yang kita ketahui yakni laki-laki, Baligh, berbudi pekerti baik dan menerima wahyu. Atau disebut Rasul karena diperintahkan untuk menyampaikan kepada umat dan Nabi tidak diperintahkan menyampaikan kepada umat melaikan untuk dirinya sendiri, Rasul itu sudah pasti berpangkat Nabi tapi Nabi belum tentu Rasul, itu adalah salah didalam Ahmadiyah, Ahmadiyah mendefinisikan Nabi adalah laki-laki, baligh, akil, dan menerima wahyu. Jika wahyu-wahyunya membawa hukum-hukum baru maka ia disebut sebagai Nabi yang membawa syari’at baru, namun jika wahyu yang diturunkan tidak membawa hukum-hukum baru maka ia disebut Nabi pembantu, dengan tujuan untuk menguatkan dan menjelaskan syari’at Nabi sebelumnya. Dan Rasul maupun Nabi harus menyampaikan wahyu yang diterimanya. Karena Nabi adalah Rasul dan Rasul adalah Nabi.[22]
            Untuk Qadian dan Lahore mempunyai kategori sendiri mengenai kenabian yang tidak sama dengan umat Islam pada umumnya, Qadian ada tiga kategori kenabian, 1). Nabi Shahih Syari’ah dan Mustaqil, 2). Nabi Mustaqil Ghair Tasry’i, 3). Nabi Zhili Gahir Tasyri’i. Dan Lahore ada dua kategori Kenabian. Pertama,. Nabi Haqqi. Dan kedua, Nabi Lughawi. Utnuk iu Lahore menganggap bahwa Ghulam Ahmad adalah Nabi Lughawi dan hanyalah seorang Mujaddid.[23]
5. Al-Masih atau Al-Mahdi
            Pada umunya pemahaman Al-Masih dan al-Mahdi, adalah satu kesatuan yang dinanti kehadirannya di akhir zaman dan ditugaskan oleh Tuhan untuk membunuh Dajjal, mematahkan tiang salib dan menunjukkan akan kebenaran agama islam. Disamping itu juga ditugaskan untuk menegakkan syari’at Nabi Muhammad kembali. Berbeda dengan pemahaman Mahdiyah di Syi’ah yang mendasarkan paham Mahdiyah pada aqidah Raj’a, yakni mahdi itu berasal dari Ahlul-bait, Ahmadiyah berpendapat bahwa Mahdi itu tidak harus dari keturunan Ahlul-bait atau dari bangsa Arab, akan tetapi siapa saja yang dikehendaki dan diangkat oleh Tuhan Baik dengan jalan Wahyu atau Ilham.[24] Dalam hal ini baik qadian maupun Lahore tidak ada perbedaan.
 Namun untuk menjawab bahwa Al-Masih dan Al-Mahdi adalah satu kesatuan, Ahmadiyah memegang hadis mahdiyah yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah sebagai hadis yang otentik
لاَمَهْدِيَّ إِلاَّعِيْسىَ
“Tiada seorang pun (sebagai al-Mahdi selain ‘Isa.”Dari  Hadis ini memahami dan menghubungkannya dengan kepribadian Mirza Ghulam Ahmad sebagai Pengejawantahan Isa’ al-Masih dan al-mahdi dari India. Dan menolak hadis mahdiyah yang mengandung maksud yang berbeda dari pemahaman mereka. Jika kemahdiyan syi’ah selalu menghubungkan dengan Ahlul-bait maka Ahmadiyah menghubungkannya dengan masalah kenabian karena pintu kenabian akan terus terbuka. [25]
7. Syarat-syarat Bai'at masuk kedalam Jemaat Ahmadiyah
Orang yang bai’at berjanji dengan hati yang jujur bahwa :
1.      Di masa yang akan datang hingga masuk ke dalam kubur senantiasa akan menjauhi syirik.
2.      Akan senantiasa menghindarkan diri dari segala corak bohong, zina, pandangan birahi terhadap bukan muhrim, perbuatan fasiq, kejahatan, aniaya, khianat, mengadakan huru-hara, dan memberontak serta tidak akan dikalahkan oleh hawa nafsunya meskipun bagaimana juga dorongan terhadapnya.
3.      Akan senantiasa mendirikan shalat lima waktu semata-mata karena mengikuti perintah Allah Ta’ala dan Rasul-Nya, dan dengan sekuat tenaga akan senantiasa mendirikan shalat Tahajud, dan mengirim salawat kepada Junjungannya Yang Mulia Rasulullah s.a.w dan memohon ampun dari kesalahan dan mohon perlindungan dari dosa; akan ingat setiap saat kepada nikmat-nikmat Allah, lalu mensyukurinya dengan hati tulus, serta memuji dan menjunjung-Nya dengan hati yang penuh kecintaan.
4.      Tidak akan mendatangkan kesusahan apa pun yang tidak pada tempatnya terhadap makhluk Allah umumnya dan kaum Muslimin khususnya karena dorongan hawa nafsunya, biar dengan lisan atau dengan tangan atau dengan cara apa pun juga.
5.      Akan tetap setia terhadap Allah Ta’ala baik dalam segala keadaan susah ataupun senang, dalam duka atau suka, nikmat atau musibah; pendeknya, akan rela atas keputusan Allah Ta’ala. Dan senantiasa akan bersedia menerima segala kehinaan dan kesusahan di jalan Allah. Tidak akan memalingkan mukanya dari Allah Ta’ala ketika ditimpa suatu musibah, bahkan akan terus melangkah ke muka.
6.      Akan berhenti dari adat yang buruk dan dari menuruti hawa nafsu, dan benar-benar akan menjunjung tinggi perintah Al-Qur’an Suci di atas dirinya. Firman Allah dan sabda Rasul-Nya itu akan menjadi pedoman baginya dalam tiap langkahnya.
7.      Meninggalkan takabur, sombong; akan hidup dengan merendahkan diri, beradat lemah-lembut, berbudi pekerti yang halus, dan sopan-santun.
8.      Akan menghargai agama, kehormatan agama dan mencintai Islam lebih dari pada jiwanya, hatanya, anak-ananknya, dan dari segala yang dicintainya.
9.      Akan selamanya menaruh belas kasih terhadap makhluk Allah umumnya, dan akan sejauh mungkin mendatangkan faedah kepada umat manusia dengan kekuatan dan nikmat yang dianugerahkan Allah Ta’ala kepadanya.
10.  Akan mengikat tali persaudaraan dengan hamba ini "Imam Mahdi dan Al-Masih Al-Mau’ud" semata-mata karena Allah dengan pengakuan taat dalam hal makruf (segala hal yang baik) dan akan berdiri di atas perjanjian ini hingga mautnya, dan menjunjung tinggi ikatan perjanjian ini melebihi ikatan duniawi, baik ikatan keluarga, ikatan persahabatan ataupun ikatan kerja.[26]
8. penutup
            Ahmadiyah sekte islam yang tidak seperti sekte pada umumnya karena mempercayai akan adanya nabi setelah Nabi Muhammad Saw. Dan sekte ini  terbagi menjadi dua golongan yakni, Qadian dan Lahore yang masing-masing mempunyai ciri-ciri tersendiri. Ahmadiyah juga meyakini bahwa mirza Ghulam Ahmad adalah seorang Nabi, rasul sekaligus al-Mahdi bagi Qadian dan hanya Mujaddid bagi Lahore.

DAFTAR PUSTAKA
Audah, Hasan Bin mahmud. Ahmadiyah: Kepercayaan-kepercayaan dan Pengalaman-pengalaman. Jakarta: Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam (LPPI), 2006
Fhathoni, Muslih. Paham Mahdi Syi’ah dan Ahmadiyah dalam perspektif. Jakarta: PT RajaGafindo Persada, 2002
Iqba, Sri Muhammad. Islam dan Ahmadiyah. Jakarta: PT Bumi Aksara, 1991 Pengantar penerjemah. H. Vii
Kesimpulan ini sama seperti yang dikemukakan dalam kesimpulan oleh Dr. Iskandar Zulkarnae, dalam Gerakan, h. 316-317
Kurniawan, A. Fajar.  Teologi kenabian Ahmadiyah, Jakarta: RMBOOKS, 2006   
 http://id.wikipedia.org/wiki/Ahmadiyyah, diakses pada tanggal 08 dsember 2011.
Suwaryan, M.A. Bukan Sekedar Hitam Putih:Kontroversi pemahaman Ahmadiyah.Tangerang: Azzahra Publishing , 2006
http://www.Ahmadiyya.or.id, diakses pada tanggal 10 Desember 2011


[1]. M.A. Suwaryan. Bukan Sekedar Hitam Putih:Kontroversi pemahaman Ahmadiyah.(Tangerang: Azzahra Publishing , 2006). H. 1
[2]. Hasan Bin mahmud Audah. Ahmadiyah: Kepercayaan-kepercayaan dan Pengalaman-pengalaman. (Jakarta: Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam (LPPI), 2006). Cet, II. h.11 
[3].  Ibid. 11
[4]. Kesimpulan ini sama seperti yang dikemukakan dalam kesimpulan oleh Dr. Iskandar Zulkarnae, dalam Gerakan, h. 316-317
                [5]. Drs. Muslih Fhathoni, M.A, Paham Mahdi Syi’ah dan Ahmadiyah dalam perspektif, (Jakarta: PT RajaGafindo Persada, 2002), cet. II, h. 51
[6] . ibid. h. 52
[7].  Ibid. h. 53
[8].  Hasan Bin mahmud Audah. Loc.cit.
[9].  Sri Muhammad Iqbal. Islam dan Ahmadiyah. (Jakarta: PT Bumi Aksara, 1991). Pengantar penerjemah. H. Vii
[10]. A. Fajar Kurniawan,  Teologi kenabian Ahmadiyah, (Jakarta: RMBOOKS, 2006), h. 16 
                 
[11]. Drs. Muslih Fathoni, M.A, h. 66-67
[12]. Ibid. 67
                [13]. http://id.wikipedia.org/wiki/Ahmadiyyah, diakses pada tanggal 08 dsember 2011.
[14]. Sri Muhammad Iqbal
[15] . http://id.wikipedia.org/wiki/Ahmadiyyah, diakses pada tanggal 10 desember 2011
[16]  Drs. Muslih fathoni. Loc. Cit, h. 68
[17] . http://id.wikipedia.org/wiki/Ahmadiyyah, diakses pada tanggal 10 desember 2011
[18] . A Fajar kurniawan, Loc.cit, h. 61
[19] . ibid, h. 64
[20] . ibid, h. 67
[21] . ibid. h. 75
[22].  Ibid, h. 81-83
[23].  Ibid, h. 84-86
[24].  Drs. Muslih Fathoni, M.A. loc.cit, h. 50
[25] . ibid, h. 50
[26] http://www.Ahmadiyya.or.id, diakses pada tanggal 10 Desember 2011

0 komentar:

Posting Komentar