1. PENDAHULUAN
Ahmadiyah
merupakan sekte dalam agama islam yang belakangan ini sering ada perbincangan
atasnya, namun ada juga yang beranggapan bahwa Ahmadiyah bukanlah bagian dari
islam karena didalamnya agak sedikit
menyimpang dengan Islam. Sekte ini berasal dari Qodian (Pujab) yang kini
menjadi Pakistan pada akhir abad ke 14 yang didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad.
Dalam sekte ini ada dua golongan yakni Ahmadiyah Qodian dan Lahore, yang
masing-masing golongan memliki perbedaan yang signifikan.
Dan kelompok kita menapat tugas
mengenai Ahmadiyah terutama dua gologan ahmadiyah diatas, untuk lebih jelasnya bisa
di baca dalam makalah ini, mungkin ada
sedikit informasi yang dapat kami berikan dalam makalah ini, namun kita
bersyukur bisa menyelesaikan tugas ini. Dan menyajikannya pada kalian semua.
2.
Sejarah Ahmadiyah
Ahmadiyah adalah sekte dari Islam yang
beranggapan bahwa ajarannya bedasarkan kepada ajaran Islam yang benar. Dan Suatu organisasi keagamaan dengan ruang
lingkup internasional yang memiliki cabang di 178 negara tersebar di Afrika,
Amerika Utara, Amerika Selatan, Asia,
Australasia dan Eropa. Saat ini jumlah keanggotaannya di seluruh dunia lebih
dari 200 juta orang[1], Ajaran yang didirikan oleh seorang Qodiyan yang mengaku dirinya sebagai Nabi,
bernama Mirza Ghulam Ahmad, pada tanggal 23 Maret 1889,[2]
ada juga yang mengatakan Ahmadiyah berdiri pada penghujung abad ke 14 (1883), disebuah
kota yang bernama Lhudiana di Punjab
India yang kini masuk wilayah Pakistan.[3]
Negeri yang mereka sebut dengan “Daril Ba’it”. Ahmadiyah diambil salah satu
nama Rasululah Saw, yang di informasikan kepada Nabi Isa A.s dalam surat ash-Shaf
ayat 6 yang menyatakan bahwa akan ada seoang nabi dan rasul bernama Ahmad.[4]
Berdirinya ahmadiyah
dilatarbelakangi oleh serentetan peristiwa sejarah dalam Islam, yang
kemunculannya tidak terlepas dari situasi dan kondisi ummat islam sendiri pada
saat itu, tepatnya setelah kekalahannya turki Utsmani dalam serangan kebenteng
Wina tahun 1683, dan mengakibatkan pihak Barat menjadi bangkit selanjutnya
bangsa Eropa didiorong oleh semangat revolusi industri dan disusul dengan
penemuan-penemuan baru, dan mampu menciptakan senjata-senjata modern. Secara
agresif mereka menyerang dan dapat menguasai daerah-daerah Islam, disisi lain Islam
masih tenggelam dalam kebodohan dan sikap yang egois dan mudah menyerah. Akhirnya Inggris dapat
merampas India dan Mesir, Perancis menguasai Afrika Utara dan Eropa menguasai
daerah-daerah Islam lainnya.[5]
Saat India menjadi kolonial Inggris,
orang Islam yang masih bersikap tradisonal dan fatalis dan sikap fanatik
terhadap agama yag terlalu berlebihan menjadikan mereka semakin terisolasi. Dan
semakin buruk tertutama saat terjadinya pemberontakan Mutiny di tahun 1857. [6]
dalam keadaan demikian, intelek kaum Ulama islam telah tenggelam sampai ke
tingkat yang paling bawah. Demikanlah situasi Ummat Islam yang melatarbelangi
munculnya gerakan Ahmadiyah dan berorientasi pada pembaruan Islam. Wilfred
Cantwell Smith menambahkan Ahmadiyyah lahir ditengah huru-hara runtuhnya masyarakat
islam lama dan infiltrasi budaya yang baru, dan serangan gencar kaum misionaris
Kristen 9 terhadap Islam), maka lahirlah Ahmadiyah sebagai wujud protes
terhadap keberhasilan kaum misionaris Kristen yang memperoleh pengikut-pengikut
baru.[7]
Tujuan
pertama Ahmadiyah adalah mengajak orang-orang Islam dan yang lainnya untu
membenarkan pengakuan Mirza Gul al-Masih Ahmad al-Qodiyani, bahwa Dialah
al-asih yang dijanjikan itu, dan dia juga al-Mahdi (yag ditunggu-tunggu) itu,
dimana kedatangan keduanya di akhir zaman telah sering disinggung dalam
riwayat. Dan menganggap orang yang tidak masuk kelompoknya adalah kafir.[8]
Secara umum ajaran-ajaran Ahmadiyah yang
dianggap menyimpang adalah – terutama – mengenai tiga hal : (1). Penyaliban
Nabi Isa AS, (2). Al-Mahdi yag dijanjikan akan muncul di akhir zaman, dan (3).
Tentang peghapusan kewjiban berjihad.[9]
Perpecahan
Ahmadiyah terjadi saat berakhirnya kepemimpinan Khalifah pertamanya, H. Hakim
Nurudin, tepatnya setelah wafatnya pada tanggal 30 Mei 1908 M. Menurut Bashir
Ahmad, ada tiga faktor yang menyebabkan aliran Ahmadiyah terpecah yaitu,
masalah Khalifah, Iman kepada Ghulam Ahmad, dan masalah Kenabian.[10]
Yang melahirkan dua golongan dalam Ahmadiyah. Muhammad ‘Ali menjelaskan, bahwa
golongan pertama mempertahankan keyakinannya yaitu; “Barangsiapa yang tidak
percaya kepada Mirza Ghulam Ahmad sebagai al-Masih dan al-Mahdi, maka orang itu
dihukumi Kafir dan keluar dari Islam, kecuali mereka secara formal telah
membai’atnya. Sedangkan golongan kedua berpendapat, bahwa setiap orang yang
telah mengucapkan dua kalimah Syahadah, mereka adalah muslim sekalipun
mereka diluar aliran lain dalm Islam, maka mereka tak seorangpun yang keluar
dari Islam, kecuali mereka mengingkari masalah kenabian Mirza Ghulam Ahmad.[11]
Dari
perseteruan pendapat yang kontroversial dari intern Ahmadiyah ini maka secara
realnya di tahun 1914,[12]
terpecalah aliran Amadiyah menjadi dua sekte. Para pengikut Ahmadiyah, yang disebut sebagai Ahmadi atau Muslim
Ahmadi,
terbagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama ialah "Ahmadiyyah Muslim
Jama'at" (atau Ahmadiyah
Qadian).
Pengikut kelompok ini di Indonesia membentuk organisasi bernama Jemaat Ahmadiyah Indonesia, yang telah berbadan
hukum sejak 1953 (SK Menteri Kehakiman RI No. JA 5/23/13 Tgl. 13-3-1953). Kelompok kedua ialah "Ahmadiyya Anjuman
Isha'at-e-Islam Lahore" (atau Ahmadiyah Lahore). Di Indonesia, pengikut
kelompok ini membentuk organisasi bernama Gerakan Ahmadiyah Indonesia, yang mendapat Badan
Hukum Nomor I x tanggal 30 April 1930. Anggaran Dasar organisasi diumumkan
Berita Negara tanggal 28 November 1986 Nomor 95 Lampiran Nomor 35,[13]
3.
Ahmadiyah Qodian
Golongan yang beryakinan
bahwa kenabian masih terbuka sesudah Rasulullah SAW. Sekte ini dipimpin oleh Basyiruddin
Mahmud Ahmad. Kelompok ini berpendangan bahwa Mirzha Ghulam Ahmad tidak hanya
sebagai Mujaddid saja, tetapi juga sebagai nabi dan rasul yang harus
ditaati dan di patuhi seluruh ajarannya.[14]
Pokok-Pokok
Ajaran Ahmadiyah Qadian sebagai berikut:
1.
Mengimani
dan meyakini bahwa Mirza Ghulam Ahmad, laki-laki kelahiran India yang mengaku
menjadi Nabi, adalah Nabinya.
2.
Mengimani
dan meyakini bahwa "Tadzkirah" yang merupakan kumpulan sajak buatan
Mirza Ghulam Ahmad adalah kitab sucinya. Mereka menganggap bahwa wahyu adalah
yang diturunkan kepada Mirza Ghulam Ahmad.
3.
Mengimani
dan meyakini bahwa kitab "Tadzkirah" derajatnya sama dengan Alquran.
4.
Mengimani
dan meyakini bahwa wahyu dan kenabian tidak terputus dengan diutusnya Nabi
Muhammad saw. Mereka beranggapan bahwa risalah kenabian terus berlanjut sampai
hari kiamat.
5.
Mengimani
dan meyakini bahwa Rabwah dan Qadian di India adalah tempat suci sebagaimana
Mekah dan Madinah.
6.
Mengimani
dan meyakini bahwa surga berada di Qadian dan Rabwah. Mereka menganggap bahwa
keduanya sebagai tempat turunnya wahyu.
7.
Wanita
Ahmadiyah haram menikah dengan laki-laki di luar Ahmadiyah, namun laki-laki
Ahmadiyah boleh menikah dengan wanita di luar Ahmadiyah.
8.
Haram
hukumnya salat bermakmum dengan orang di luar Ahmadiyah.[15]
4.
Ahmadiyah Lahore
Golongan kedua setelah Qadian adalah
yang dikenal sebagai Ahmadiyah Lahore, atau disebut pula Ahmadiyah Anjuman
Isha’at Islam, sedangkan di Idonesia dikenal dengan Gerakan Ahmadiyah Lahore Indonesia (Gai). Golongan ini
di pimpin oleh Maulawi Muhammad ‘Ali. Dari pihak Qadian Syafi R. Batuah
berpendapat bahwa lahirnya sekte Ahmadiyah Lahore bermula dari kegagalan
Maulawi Muammad Ali untuk mencapai ambisinya menjadi khalifah kedua. Namun
lebih tepatnya yang menjadi sebab perpecahan adalah masalah akidah.[16]
Selengkapnya, Ahmadiyah
Lahore mempunyai keyakinan bahwa mereka:
1.
Percaya pada
semua aqidah dan hukum-hukum yang tercantum dalam al Quran dan Hadits, dan percaya
pada semua perkara agama yang telah disetujui oleh para ulama salaf dan ahlus-sunnah
wal-jama'ah, dan yakin bahwa Nabi Muhammad SAW adalah nabi yang terakhir.
2.
Nabi Muhammad
SAW adalah khatamun-nabiyyin.
Sesudahnya tidak akan datang nabi lagi, baik nabi lama maupun nabi baru.
3.
Sesudah Nabi
Muhammad SAW, malaikat Jibril tidak akan membawa wahyu nubuwat kepada siapa
pun.
4.
Apabila
malaikat Jibril membawa wahyu
nubuwwat (wahyu risalat) satu
kata saja kepada seseorang, maka akan bertentangan dengan ayat: walâkin rasûlillâhi wa
khâtamun-nabiyyîn (QS 33:40),
dan berarti membuka pintu khatamun-nubuwwat.
5.
Sesudah Nabi
Muhammad SAW silsilah wahyu
nubuwwat telah tertutup, akan
tetapi silsilah wahyu walayat tetap terbuka, agar imandan akhlak umat tetap cerah dan segar.
6.
Sesuai dengan
sabda Nabi Muhammad SAW, bahwa di dalam umat ini tetap akan datang auliya
Allah, para mujaddid dan paramuhaddats, akan tetapi
tidak akan datang nabi.
7.
Mirza Ghulam
Ahmad adalah mujaddid abad 14 H. Dan menurut Hadits, mujaddid akan tetap ada. Dan kepercayaan kami
bahwa Mirza Ghulam Ahmad bukan nabi, tetapi berkedudukan sebagai mujaddid.
8.
Percaya
kepada Mirza Ghulam Ahmad bukan bagian dari Rukun Islam dan Rukun Iman,
maka dari itu orang yang tidak percaya kepada Mirza Ghulam Ahmad tidak bisa
disebut kafir.
9.
Seorang muslim, apabila
mengucapkan kalimah thayyibah,
dia tidak boleh disebut kafir. Mungkin dia
bisa salah, akan tetapi seseorang dengan sebab berbuat salah dan maksiat, tidak
bisa disebut kafir.
10.
Ahmadiyah Lahore berpendapat bahwa Mirza
Ghulam Ahmad adalah pelayan dan pengemban misi Nabi Muhammad SAW. [17]
5. tokoh-tokoh besar Ahmadiyah
Khalifah Ahmadiyah Qadiyan
2. Hadhrat Alhaj Mirza Bashir-ud-Din
Mahmood Ahmad, Khalifatul
Masih II, 14 Maret 1914 - 7 November 1965
5. Hadhrat Mirza Masroor
Ahmad, Khalifatul
Masih V, 22 April 2003 - sekarang
[sunting]Amir Gerakan Ahmadiyah (AAIIL)
Gerakan
Ahmadiyah (Ahmadiyah Movement) atau Ahmadiyah Lahore tidak mengenal khalifah
sebagai pemimpin, akan tetapi seorang Amir yang diangkat sebagai pemimpin.
Adapun
para Amir tersebut adalah sbb:
6. Teologi Ahmadiyah
1. konsep
Wahyu
Untuk
konsep Wahyu dikalangan Ahmadiyah tidak terlalu
banyak perbedaan antara Qadian dan lahore mengenai Wahyu agak paralel
dan tidak terlalu jauh bedanya. Menurut ahmadiyah Qadian, wahyu adalah Lafadz
Allah Swt, yang disampaikan kepada para pemerimannya dan bukan merupakan
inspirasi yang kemudian diucapkan dengan kalimat sendiri oleh para
penerimannya. Menurut Lahore yang dikemukakan eelh Maulana Muhammad Ali, wahyu
adalah isyarat yang cepat yang berupa sabda dan masuk kedalam hati para Nabi, dan
orang-orang yang tulus dan Ikhlas. Bakan Lahore juga mengatakan tidak hanya
manusia yang menerima wahyu melainkan binatang, dan seluruh makhluk ciptaan
Allah.
Lebih
lanjut Muhammad Ali menambahkan bahwa didalam al-Qur’an terdapat lima macam
wahyu: pertama, wahyu yang diturunkan kepada makhluk tidak bernyawa
seperti bumi dan langit. (Q.S. Al-Fushilat ayat 11-12), kedua. wahyu
diturunkan kpada binatang (Q.S> An Nahl ayat 68-69), ketiga. Wahyu
yang diturunkan kepada malaikat (Q.S. Al-Anfal ayat 12), keempat. Wahyu
yang diturunkan kepada manusia biasa (Q.S. Al Maidah ayat 11), dan kelima.
Wahyu ang diturunkan kepada para nabi dan rasul. (Q.S. A Anbiya’ ayat 74 dan
164).[18]
Dan
mereka meyakini bahwa Ghulam Ahmad menerima wahyu dari Allah Swt. Namun wahyu
yang diterima dan disampaikan oleh Ghulam Ahmad berfungsi sebagai Interpretasi
terhadap Al-Qur’an bukan teks yang menyamai Al-Qur’an. Khalifah kedua Ahmadiyah
Bashiruddin Ahmad memperjelas keterangan di atas dengan mengatakan bahwa wahyu
itu akan terus terbuka meskipun tidak ada syari’atyang diturunkan.[19]
2. Syariat Jihad
Ahmadiyah mengartikan Jihad fi sabilillah adalah sebagai
tindakan mencurahkan segala macama kesanggupan, kemampuan, dan kekuatan yag
dimiliki dalam menghadapi pertempuran, meyampaikan pesan kebenaran, a
mengarahkan segala daya dengan memaksakan diri dalam mencapai tujuan. Ahmadiyah
mengklasfikasikan jihad menjadi tiga macam: (1). Jihad Shagir, (2). Jihad
Kabir, (3). Jihad Akbar.[20]
3. Konsep Khilafah
Pemahaman Khalifah Ahmadiyah mendasarkan kepada pemahaman
A-Qur’an baik dari Qadian maupun Lahore, Qadian berpendapat bahwa makna Khalifah
di dalam al-Qur’an itu ada tiga: (1). Sebagai pengganti Allah Swt. Seperti Nabi
Adam dan Nabi Daus. (2). Dipaham sebagai makna kaum atau kaum yang datang
kemudian, (3). Khaliah penggati Nabi seperti Khulafaur Rasyidin. Sedangkan
Lahore ada dua pemahaman menganai Khalifah dalam Al-Qur’an. Pertama, Khalifah yang
sesuaidengan makna Khalifah dalam al-Qu’an yaitu pemimpin di muka bumi. Kedua.
Kalifah dimaknai sebagai Mujaddid atau tokoh spritual yang meneruskan syari’at.[21]
4. Konsep Kenabian
Dalam perspektif Ahmadiyah mendefinisikan Nabi seperti
yang kita ketahui yakni laki-laki, Baligh, berbudi pekerti baik dan menerima
wahyu. Atau disebut Rasul karena diperintahkan untuk menyampaikan kepada umat
dan Nabi tidak diperintahkan menyampaikan kepada umat melaikan untuk dirinya
sendiri, Rasul itu sudah pasti berpangkat Nabi tapi Nabi belum tentu Rasul, itu
adalah salah didalam Ahmadiyah, Ahmadiyah mendefinisikan Nabi adalah laki-laki,
baligh, akil, dan menerima wahyu. Jika wahyu-wahyunya membawa hukum-hukum baru
maka ia disebut sebagai Nabi yang membawa syari’at baru, namun jika wahyu yang
diturunkan tidak membawa hukum-hukum baru maka ia disebut Nabi pembantu, dengan
tujuan untuk menguatkan dan menjelaskan syari’at Nabi sebelumnya. Dan Rasul maupun
Nabi harus menyampaikan wahyu yang diterimanya. Karena Nabi adalah Rasul dan Rasul
adalah Nabi.[22]
Untuk Qadian dan Lahore mempunyai kategori sendiri
mengenai kenabian yang tidak sama dengan umat Islam pada umumnya, Qadian ada tiga
kategori kenabian, 1). Nabi Shahih Syari’ah dan Mustaqil, 2). Nabi Mustaqil
Ghair Tasry’i, 3). Nabi Zhili Gahir Tasyri’i. Dan Lahore ada dua kategori Kenabian.
Pertama,. Nabi Haqqi. Dan kedua, Nabi Lughawi. Utnuk iu Lahore menganggap bahwa Ghulam Ahmad
adalah Nabi Lughawi dan hanyalah seorang Mujaddid.[23]
5. Al-Masih atau
Al-Mahdi
Pada umunya pemahaman Al-Masih dan al-Mahdi, adalah satu
kesatuan yang dinanti kehadirannya di akhir zaman dan ditugaskan oleh Tuhan
untuk membunuh Dajjal, mematahkan tiang salib dan menunjukkan akan
kebenaran agama islam. Disamping itu juga ditugaskan untuk menegakkan syari’at
Nabi Muhammad kembali. Berbeda dengan pemahaman Mahdiyah di Syi’ah yang mendasarkan
paham Mahdiyah pada aqidah Raj’a, yakni mahdi itu berasal dari Ahlul-bait,
Ahmadiyah berpendapat bahwa Mahdi itu tidak harus dari keturunan Ahlul-bait
atau dari bangsa Arab, akan tetapi siapa saja yang dikehendaki dan diangkat
oleh Tuhan Baik dengan jalan Wahyu atau Ilham.[24]
Dalam hal ini baik qadian maupun Lahore tidak ada
perbedaan.
Namun untuk menjawab bahwa Al-Masih dan
Al-Mahdi adalah satu kesatuan, Ahmadiyah memegang hadis mahdiyah yang
diriwayatkan oleh Ibnu Majah sebagai hadis yang otentik
لاَمَهْدِيَّ
إِلاَّعِيْسىَ
“Tiada seorang pun
(sebagai al-Mahdi selain ‘Isa.”Dari
Hadis ini memahami dan menghubungkannya dengan kepribadian Mirza Ghulam
Ahmad sebagai Pengejawantahan Isa’ al-Masih dan al-mahdi dari India. Dan menolak hadis mahdiyah yang mengandung maksud yang
berbeda dari pemahaman mereka. Jika kemahdiyan syi’ah selalu menghubungkan
dengan Ahlul-bait maka Ahmadiyah menghubungkannya dengan masalah kenabian
karena pintu kenabian akan terus terbuka. [25]
7. Syarat-syarat Bai'at masuk kedalam Jemaat Ahmadiyah
Orang yang bai’at berjanji dengan hati yang jujur bahwa :
1.
Di masa yang
akan datang hingga masuk ke dalam kubur senantiasa akan menjauhi syirik.
2.
Akan
senantiasa menghindarkan diri dari segala corak bohong, zina, pandangan birahi
terhadap bukan muhrim, perbuatan fasiq, kejahatan, aniaya, khianat, mengadakan
huru-hara, dan memberontak serta tidak akan dikalahkan oleh hawa nafsunya
meskipun bagaimana juga dorongan terhadapnya.
3.
Akan
senantiasa mendirikan shalat lima waktu semata-mata karena mengikuti perintah
Allah Ta’ala dan Rasul-Nya, dan dengan sekuat tenaga akan senantiasa mendirikan
shalat Tahajud, dan mengirim salawat kepada Junjungannya Yang Mulia Rasulullah
s.a.w dan memohon ampun dari kesalahan dan mohon perlindungan dari dosa; akan
ingat setiap saat kepada nikmat-nikmat Allah, lalu mensyukurinya dengan hati
tulus, serta memuji dan menjunjung-Nya dengan hati yang penuh kecintaan.
4.
Tidak akan
mendatangkan kesusahan apa pun yang tidak pada tempatnya terhadap makhluk Allah
umumnya dan kaum Muslimin khususnya karena dorongan hawa nafsunya, biar dengan
lisan atau dengan tangan atau dengan cara apa pun juga.
5.
Akan tetap
setia terhadap Allah Ta’ala baik dalam segala keadaan susah ataupun senang,
dalam duka atau suka, nikmat atau musibah; pendeknya, akan rela atas keputusan
Allah Ta’ala. Dan senantiasa akan bersedia menerima segala kehinaan dan
kesusahan di jalan Allah. Tidak akan memalingkan mukanya dari Allah Ta’ala
ketika ditimpa suatu musibah, bahkan akan terus melangkah ke muka.
6.
Akan berhenti
dari adat yang buruk dan dari menuruti hawa nafsu, dan benar-benar akan
menjunjung tinggi perintah Al-Qur’an Suci di atas dirinya. Firman Allah dan
sabda Rasul-Nya itu akan menjadi pedoman baginya dalam tiap langkahnya.
7.
Meninggalkan
takabur, sombong; akan hidup dengan merendahkan diri, beradat lemah-lembut,
berbudi pekerti yang halus, dan sopan-santun.
8.
Akan
menghargai agama, kehormatan agama dan mencintai Islam lebih dari pada jiwanya,
hatanya, anak-ananknya, dan dari segala yang dicintainya.
9.
Akan
selamanya menaruh belas kasih terhadap makhluk Allah umumnya, dan akan sejauh
mungkin mendatangkan faedah kepada umat manusia dengan kekuatan dan nikmat yang
dianugerahkan Allah Ta’ala kepadanya.
10.
Akan mengikat
tali persaudaraan dengan hamba ini "Imam Mahdi dan Al-Masih
Al-Mau’ud" semata-mata karena Allah dengan pengakuan taat dalam hal makruf
(segala hal yang baik) dan akan berdiri di atas perjanjian ini hingga mautnya,
dan menjunjung tinggi ikatan perjanjian ini melebihi ikatan duniawi, baik
ikatan keluarga, ikatan persahabatan ataupun ikatan kerja.[26]
8. penutup
Ahmadiyah sekte islam yang tidak
seperti sekte pada umumnya karena mempercayai akan adanya nabi setelah Nabi
Muhammad Saw. Dan sekte ini terbagi
menjadi dua golongan yakni, Qadian dan Lahore yang masing-masing mempunyai
ciri-ciri tersendiri. Ahmadiyah juga meyakini bahwa mirza Ghulam Ahmad adalah
seorang Nabi, rasul sekaligus al-Mahdi bagi Qadian dan hanya Mujaddid bagi
Lahore.
DAFTAR
PUSTAKA
Audah, Hasan Bin mahmud. Ahmadiyah:
Kepercayaan-kepercayaan dan Pengalaman-pengalaman. Jakarta: Lembaga
Penelitian dan Pengkajian Islam (LPPI), 2006
Fhathoni, Muslih. Paham
Mahdi Syi’ah dan Ahmadiyah dalam perspektif. Jakarta: PT RajaGafindo
Persada, 2002
Iqba, Sri Muhammad. Islam
dan Ahmadiyah. Jakarta: PT Bumi Aksara,
1991 Pengantar penerjemah. H. Vii
Kesimpulan ini sama
seperti yang dikemukakan dalam kesimpulan oleh Dr. Iskandar Zulkarnae, dalam Gerakan,
h. 316-317
Kurniawan, A. Fajar. Teologi kenabian Ahmadiyah, Jakarta:
RMBOOKS, 2006
http://id.wikipedia.org/wiki/Ahmadiyyah,
diakses pada tanggal 08 dsember 2011.
Suwaryan, M.A. Bukan Sekedar
Hitam Putih:Kontroversi pemahaman Ahmadiyah.Tangerang: Azzahra Publishing ,
2006
http://www.Ahmadiyya.or.id,
diakses pada tanggal 10 Desember 2011
[1]. M.A. Suwaryan. Bukan Sekedar Hitam Putih:Kontroversi pemahaman
Ahmadiyah.(Tangerang: Azzahra Publishing ,
2006). H. 1
[2]. Hasan Bin mahmud Audah. Ahmadiyah: Kepercayaan-kepercayaan dan Pengalaman-pengalaman.
(Jakarta: Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam (LPPI), 2006). Cet, II.
h.11
[4]. Kesimpulan ini sama seperti yang dikemukakan dalam kesimpulan oleh
Dr. Iskandar Zulkarnae, dalam Gerakan, h. 316-317
[8]. Hasan Bin mahmud Audah.
Loc.cit.
[9]. Sri Muhammad Iqbal. Islam
dan Ahmadiyah. (Jakarta: PT Bumi Aksara, 1991). Pengantar penerjemah. H.
Vii
[10]. A. Fajar Kurniawan, Teologi
kenabian Ahmadiyah, (Jakarta: RMBOOKS, 2006), h. 16
[13]. http://id.wikipedia.org/wiki/Ahmadiyyah,
diakses pada tanggal 08 dsember 2011.
[22]. Ibid,
h. 81-83
[23]. Ibid,
h. 84-86
0 komentar:
Posting Komentar