A. PENDAHULUAN
Dalam
banyak budaya tradisional, perempuan ditempatkan pada posisi yang dilirik
setelah kelompok laki-laki. Fungsi dan peran yang diemban perempuan dalam
mayarakat tersebut secara tidak sadar biasanya dikonstruksikan oleh budaya
setempat sebagai warga negara kelas dua. Pada posisi inilah terjadi bias gender
dalam masyarakat. Meski disadari bahwa ada perbedaan-perbedaan kodrati makhluk
perempuan dan laki-laki secara jenis kelamin dan konstruksi tubuh, namun dalam
konteks budaya peran yang diembannya haruslah memiliki kesetaraan.
Hingga
saat ini masih ditengarai terjadi ketidaksejajaran peran antara laki-laki dan
perempuan, yang sebenarnya lebih didasarkan pada kelaziman budaya setempat.
Terkait dalam kehidupan keseharian, konstruksi budaya memiliki kontribusi yang
kuat dalam memposisikan peran laki-laki - perempuan. Banyaknya ketidaksetaraan
ini pada akhirnya memunculkan gerakan feminis yang menggugat dominasi laki-laki
atas perempuan. Bukan hanya itu, dalam banyak situasi hal ini mendorong digunakannya
analisis gender dalam mencandra banyak persoalan yang menyangkut ketidakadilan
sosial, terutama yang menimpa kaum perempuan.[1]
B. Gender
Dalam
kamus bahasa Indonesia antara gender dengan seks belum mempunyai perbedaan
pengertian yang transparan. Kata "gender" banyak dipergunakan dengan
kata yang lain, seperti ketidakadilan, kesetaraan dan sebagainya, keduanya
sulit untuk diberi pengertian secara terpisah. Nasaruddin Umar memberikan
pengertian gender sebagai suatu konsep yang digunakan untuk mengidentifikasi
perbedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari segi sosial budaya. Gender dalam
arti tersebut mengidentifikasikan laki-laki dan perempuan dari sudut
nonbiologis.[2]
Kata
Gender berasal dari bahasa Inggris, berarti jenis kelamin. Dalam Webster’s New
World, gender diartikan sebagai “perbedaan yang tampak antara laki-laki dan
perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku”. Sedangkan dalam Women’s
Studies Encyclopedia dijelaskan bahwa gender adalah “suatu konsep kultural yang
berupaya membuat pembedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas
dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang
dalam masyarakat”. “Gender merujuk pada peranan dan tanggung jawab laki-laki
dan perempuan yang diciptakan dalam keluarga, masyarakat dan budaya”(UNESCO,
2007). Begitu pula pemahaman konsep gender menurut HT.Wilson (1998) yang
memandang gender sebagai “suatu dasar untuk menentukan perbedaan sumbangan
laki-laki dan perempuan pada kebudayaan dan kehidupan kolektif yang sebagai
akibatnya mereka menjadi laki-laki dan perempuan”.[3]
Gender
melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan, dikonstruksi secara sosial maupun
kultural. Misalnya perempuan itu dikenal lemah lembut, cantik, emosional dan
keibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan perkasa. Ciri dari
sifat itu merupakan sifat-sifat yang dimiliki oleh kedua belah fihak. Artinya
ada laki-laki yang emosional, lemah lembut, dan keibuan. Sementara itu juga,
ada perempuan yang kuat, rasional dan perkasa. Perubahan ciri dari sifat-sifat
itu dapat terjadi dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat yang lain.[4] Dari sini melahirkan istilah identitas
gender.
Sedikit
menambahkan Quraish Shihab dalam bukunya, yang perlu digarisbawahi dalam
permasalahan laki-laki dan perempuan, bahwa laki-laki dan perempuan keduanya
adalah manusia yang sama, karena keduanya bersumber dari ayah dan ibu yang
sama. Keduanya berhak memperoleh penghormatan sebagai manusia. Tetapi akibat
adanya perbedaan, maka persamaan dalam bidang tertentu tidak menjadikan
keduanya sepenuhnya sama. Namun ketidaksamaan, ini tidak mengurangi kedudukan satu pihak dan
melebihkan yang lain. Persamaan itu, disini harus diartikan kesetaraan, dan
bila kesetaraan dalam hal tersebut telah terpenuhi, maka keadilan pun telah
tegak. Muhammad al-Ghazali, Penulis Mesir Kontemporer menulis; “Kalau kehidupan
di permukaan bumi didasari atau pilihan keikhlasan dan kesetiaan, kelurusan
berpikir dan kebenaran tingkah laku, maka sesungguhnya kedua jenis manusia –
laki-laki dan perempuan – sama dalam bidang-bidang tersebut. Itu sebabnya tidak
ada yang lebih unggul dari keduanya.[5]
Namun
dalam realitas kehidupan telah terjadi perbedaan peran sosial laki-laki dan
perempuan di atas melahirkan perbedaan status sosial di masyarakat, di mana
laki-laki lebih diunggulkan dari perempuan melalui konstruksi sosial. Untuk
lebih jelas dapat dibandingkan pada peran sosial, sifat kegiatan dan jenis
pekerjaan sebagaimana tabel di bawah ini;
LAKI-LAKI
|
PEREMPUAN
|
|
Peran Sosial
|
Organisasi politik
Pencari nafkah utama Pelindung
keluarga PengambilKeputusan
/kebijakan
|
Komunitas setempat (arisan, PKK,
Keluarga, Pengajian) Pencari nafkah tambahan/ pengganti Perawat, pendidik
anak
|
Sifat Kegiatan
|
Publik
Produktif
Berupa lebih besar
Membutuhkan keterampilan terlatih/ terdidik
Membutuhkan manajemen modern
Melibatkan teknologi Melibatkan aspek
kekuasaan lebih besar
Sektor formal
|
Domestik
Bersifat produktif T
idak berupah/ rendah Dianggap alamiah
Manajemen sederhana Penggunaan teknologi terbatas
Penerimaan kekuasaan Sektor informal
|
Pekerjaan
|
Sopir
Pengusaha
Satpam
Mandor
Dosen
Manager
Dokter
Teknisi mekanik
Pilot
Atlet
Polisi
Direktur
|
Ibu rumah tangga Sekretaris
Pedagang kecil
Pramugari
Pekerja rumah tangga Buruh
Baby sitter
Guru TK
Publik relation
Bidan/ Perawat
Dokter anak
Resepsionis
|
C.
Pemaknaan Gender
1.
Gender sebagai istilah asing dengan
makna tertentu
Perbedaan
manusia berdasar jenis kelamin (sex) dikenal sebagai sexual differentiation,
pembedaan seksual. Sedang "gender" sebagai istilah adalah hasil atau
akibat dari pembedaan atas dasar jenis kelamin tersebut. Pada konteks ini
sering terjadi perbedaan persepsi karena gender berasal dari bahasa asing yang
sulit dicari padan katanya. Berbeda dengan kata ”demokrasi”, ”politik”, ekonomi
dan sebagainya mudah untuk diterima karena tidak menimbulkan dampak pada
terusiknya status dan peran laki- laki yang sejak semula telah diunggulkan oleh
konstruk budaya. Sehingga tidak heran ketika perempuan sendiri sering menolak
”gender” karena dianggap melampaui tatanan kehidupan dalam masyarakat.
2.
Gender sebagai fenomena sosial-budaya
Gender
sebagai fenomena sosial berarti sebab akibat atau implikasi sosial
(kemasyarakatan) yang muncul dalam masyarakat karena pembedaan yang didasarkan
pada perbedaan jenis kelamin, yaitu laki-laki dan perempuan. Akibat - akibat
sosial ini bisa berupa pembagian kerja, sistem penggajian, proses sosialisasi
dan sebagainya. Gender sebagai fenomena budaya berarti akibat-akibat atau
implikasi dalam budaya (yaitu pada pola dan isi pemikiran) yang muncul dalam
masyarakat karena adanya klasifikasi dualistis yang didasarkan pada perbedaan
antara laki dan perempuan.
3.
Gender sebagai kesadaran sosial
Gender
juga perlu dipahami sebagai kesadaran sosial. Setiap orang yang mengetahui ada
perbedaan antara laki-laki dan perempuan tidak selalu menyadari bahwa hal itu
merupakan sesuatu yang bersifat sosial maupun kultural. Gender sebagai
kesadaran sosial adalah kesadaran di kalangan warga masyarakat bahwa hal-hal
yang berasal atau diturunkan dari pembedaan antara laki-laki dan perempuan
adalah hal-hal yang bersifat sosial budaya atau merupakan sesuatu yang dibentuk
oleh tatanan. Disini warga masyarakat mulai menyadari bahwa pembagian kerja
antara laki-laki dan perempuan misalnya bukanlah sesuatu yang alami, yang telah
"ditakdirkan", yang diterima begitu saja, tetapi merupakan produk
sejarah adaptasi atau hubungan masyarakat dengan lingkungan.
4. Gender sebagai persoalan sosial budaya
Pembedaan
laki-laki dan perempuan bukan merupakan masalah bagi kebanyakan orang, tetapi
pembedaan ini menjadi masalah ketika menghasilkan ketidaksetaraan, dimana
laki-laki memperoleh dan menikmati kedudukan yang lebih baik dan menguntungkan
daripada perempuan. Jadi yang menjadi persoalan bukan hanya perbedaan laki-laki
dan perempuan. Lebih jauh, pembedaan laki-laki dan perempuan telah menjadi
landasan ketidaksetaraan tersebut, karena masyarakat memandang perempuan lebih
rendah dari pada laki-laki. Gender sebagai persoalan sosial-budaya adalah
ketidaksetaraan gender yang menghasilkan pelbagai bentuk ketidakadilan dan
penindasan berdasar jenis kelamin dan perempuan merupakan pihak yang lebih
rentan sebagai korban. Semuanya ini merupakan kenyataan yang dibentuk oleh
tatanan sosial, budaya dan sejarah, karena itu sebenarnya dapat dan perlu
dirubah. Perubahan ini tentu saja tidak mudah, karena untuk dapat melakukannya
diperlukan analisis serta penarikan kesimpulan yang tepat. Disinilah gender
sebagai alat analisis menjadi penting peranannya.
5.
Gender sebagai sebuah konsep untuk analisis
Dalam
ilmu sosial, defisini gender tidak lepas dari asumsi-asumsi dasar yang ada pada
sebuah paradigma, dimana konsep analisis merupakan salah satu komponennya.
Asumsi-asumsi dasar itu umumnya, merupakan pandangan-pandangan filosofis dan
juga ideologis. Yang menjadi persoalan, definisi mana yang akan digunakan?
misalnya, konsep gender didefinisikan sebagai hasil atau akibat dari pembedaan
atas dasar jenis kelamin atau yang lainnya, sesuai dengan paradigma yang
digunakan dalam penelitian. Gender sebagai konsep untuk analisis merupakan
gender yang digunakan oleh seorang ilmuwan dalam mempelajari gender sebagai
fenomena sosial budaya.
6. Gender sebagai sebuah perspektif untuk memandang suatu
realitas gerakan
Dalam
term ini, gender menjadi sebuah paradigma atau kerangka teori lengkap dengan
asumsi dasar, model, dan konsep-konsepnya. Seorang peneliti menggunakan
ideologi gender untuk mengungkap pembagian peran atas dasar jenis kelamin serta
implikasi-implikasi sosial budayanya, termasuk ketidakadilan yang
ditimbulkannya. Penelitian yang dilakukan dengan perspektif gender akan
menonjolkan aspek kesetaraan dan kadang-kadang menjadi bias perempuan, karena
kenyataan menuntut demikian. Misalnva apakah kategori-kategori dalam kehidupan
dimasyarakat menimbulkan ketidakadilan gender?, bagian-bagian mana saja?, dan
pihak mana yang lebih diuntungkan? Dalam hal ini, peneliti dituntut untuk
memiliki sensitivitas gender yang baik.[6]
Kesetaraan gender nampaknya sangat
diperlukan untuk memperjuangkan posisi perempuan dalam kehidupannya, Cak Nur
seorang intelektual muslim Indonesia, sedikit menyinggung tentang kesetaraan
gender. Gagasan tentang kesetaraan gender mula-mula ditunjukkan melalui ide
persamaan antar sesame manusia yang diakuinya bersumber dari ajaran tauhid.
Tauhid, memiliki efek pembebasan diri (self-liberation) dan pembebasan
sosial. Salah satu implikasi dari pembebasan sosial itu adalah paham
egalitarianism. Berdasarkan prinsip ini, maka tauhid menghendaki system
kemasyarkatan yang demokratis berdasarkan musyawarah, dan tidak membenarkan
adanya absolutism di antara sesama manusia.[7]
Dari sini jelas bahwa cak nur sendiri tidak ingin adanya keunggulan dari sesama
manusia.
D.
ANALISIS GENDER
a.
Definisi dan Konsep Analisis Gender
Analisis
Gender adalah proses menganalisis data dan informasi secara sistematis tentang
laki-laki dan perempuan untuk mengidentifikasikan dan mengungkapkan kedudukan,
fungsi, peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan, serta faktor-faktor
yang mempengaruhinya.
Tujuan
Analisis Gender.
1.
Tujuan Umum.
Tujuan
umum analisis gender adalah untuk menyusun kebijakan program dan kegiatan
pembangunan dengan memperhitungkan situasi dan kondisikan kebutuhan-kebutuhan
gender.
2.
Tujuan Khusus;
Memahami
pengertian menganalisis posisi perempuan dan laki-laki :
⇒ Memahami pengertian
analisis
⇒ Memahami tujuan
analisis
⇒ Memahami
langkah-langkah analisis gender
⇒ Memahami teknik
analisis gender
⇒ Mampu melakukan
analisis gender.
b.
Ruang Lingkup Analisis Gender
Analisis
Gender ini dapat digunakan untuk menganalisis dalam perencanaan, pelaksanaan,
monitoring dan evaluasi kebijakan program dan kegiatan dalam berbagai aspek
pembangunan.
c.
Jenis-jenis/Model Analisis Gender :
Ada
beberapa modl/teknik analisis gender yang pernahdikembangkan oleh para ahli
antara lain:
1.
Model Harvard
Kerangka
Analisis model Harvard dikembangkan oleh Harvard Institute for International
Development, bekerjasama dengan kantor Women In Development (WID)-USAID. Modell
Harvard didasarkan pada pendekatan efisiensi WID yang merupakan kerangka analisis
gender dan perenanaan gender yang paling awal.
Sebagai
konsep dan alat, ini dibutuhkan data detail bagi perencanaan gender. Implikasi
perencanaan program terhadap gender perempuan adalah diperlukan analisis yang
menutupi bolong (gaps) pada level beban kerja, pengambilan keputusan dsb antara
perempuan dan laki-laki.
Tiga data set utama yang diperlukan:
- Siapa melakukan apa, kapan, di mana, dan berapa banyak alokasi waktu yang diperlukan? Hal ini dikenal sebagai “Profil Aktifitas”.
Tabel Profil
Aktifitas
Aktifitas
|
Perempuan
|
Laki-laki
|
Aktifitas produksi
·
Pertanian
·
Livelihood
·
Pekerjaan
·
Peternakan
·
Perikanan
·
Dsb
|
||
Aktifitas reproduksi
·
Mengambil air
·
Pemenuhan energi KK
·
Penyiapan makanan
·
Menjaga anak
·
Kesehatan
·
Membersihkan rumah
·
Memperbaiki rumah
·
Belanja/jual di/ke Pasar
|
- Siapa yang memiliki akses dan kontrol (seperti pembuatan kebijakan) atas sumber daya tertentu? Hal ini kerap dikenal dengan “Profil Akses dan Kontrol” Siapa yang memeliki akses dan kontrol atas “benefit” seperti produksi pangan, uang dsb?
Tabel Profil Akses dan Kontrol atas sumber daya
dan benefit
Akses
|
Kontrol
|
|||
Perempuan
|
Laki-laki
|
Perempuan
|
Laki-laki
|
|
Sumber daya
·
Tanah
·
Alat produksi
·
Tenaga kerja
·
Cash/uang
·
Pendidikan
·
Pelatihan
·
Tabungan
·
Dll
|
||||
Benefit
·
Aset kepemilikan
·
Non pendapatan
·
Kebutuhan dasar
·
Pendidikan
·
Kekuasaan politis
·
dll
|
- Faktor yang mempengaruhi perbedaan dalam pembagian kerja berbasis gender, serta akses dan kontrol yang ada pada “profil aktifitas” dan “profil akses dan kontrol”.
Tabel Faktor
saling pengaruh antara “profil aktifitas” dan “profil akses dan kontrol”.
Faktor Pengaruh
|
Hambatan (constraints)
|
Kesempatan (opportunities)
|
Norma-norma dan hierarki
sosial
|
||
Faktor demografi
|
||
Struktur kelembagaan
|
||
Faktor ekonomi
|
||
Faktor politik
|
||
Parameter hukum
|
||
Training
|
||
Sikap komunitas terhadap
pihak luar spt LSM?
|
||
Dll
|
Tujuan dari alat analisis ini adalah:
- Membedah alokasi sumberdaya ekonomis terhadap laki-laki dan perempuan
- Membantu perencana proyek untuk lebih efisien dan meningkatan produtifitas secara keseluruhan
c. Untuk
menunjukkan bahwa ada suatu investasi secara ekonomi yang dilakukan oleh
perempuan dan laki-laki secara rasional.
d. Untuk
membantu para perencana merancang proyek yang lebih efisien dan memperbaiki
produktivitas kerja secara menyeluruh.
e. mencari
informasi yang lebih rinci sebagai dasar untuk mencapai tujuan efisiensi dengan
tingkat keadilan gender yang optimal.
f. Untuk
memetakan pekerjaan laki-laki dan perempuan dalam masyarakat dan melihat faktor
penyebab perbedaan.
2.
Model Moser
Model
Moser didasarkan pada pendapat bahwa perencanaan gender bersifat “teknis
polities”, kerangka ini mengasumsikan adanya konflik dalam perencanaan dan
proses transformasi serta mencirikan perencanaan sebagai suatu “debat”. Alat
yang digunakan kerangka ini dalam perencanaan untuk semua tingkatan dari proyek
sampai ke perencanaan daerah ada 6 (enam) yaitu :
a. Alat
Identifikasi Peranan Gender (Tri Peranan)
b. Alat
Penilaian Kebutuhan Gender
c. Alat
Pemisahan Kontrol atas Sumber Daya dan Pengambilan Keputusan dalam Rumah Tangga
d. Alat
Menyeimbangkan Peran
e. Alat
Matriks Kebijakan WID (Women In Development) dan GAD (Gender and Development)
f. Alat
melibatkan Perempuan, Organisasi Perepuan dalam Penyadaran Gender dalam
Perencanaan Pembangunan.
Tiga alat utama Kerangka Moser
Alat 1: Peran lipat tiga (triple roles) Perempuan
|
A.
Kerja reproduksi perempuan
|
B.
Kerja Produktif
|
|
C.
Kerja komunitas
|
|
Alat
2: Gender need assessment
|
A.
Kebutuhan/kepentingan praktis
|
B.
Kebutuhan/kepentingan strategis
|
|
Alat 3: Gender
Disaggregated data - intra-household
|
Siapa
mengotrol apa dan siapa yang memiliki kekuasaan atas pengambilan keputusan?
|
Kekuatan/Keutamaan Kerangka Moser:
·
Mampu melihat kesenjangan perempuan dan laki-laki
·
Penekanan pada seluruh aspek kerja di mana membuat
peranan ganda perempuan terlihat
·
Menekankan dan mempertanyakan asumsi dibalik proyek-2
intervensi
·
Penekanan pada perbedaan antara memenuhi kebutuhan
dasar-praktis dengan kebutuhan strategis
Keterbatasan/Kelemahan Kerangka Moser:
·
Fokus pada perempuan dan laki-laki dan tidak pada relasi
sosial
·
Tidak menekanakan aspek lain dari kesenjangan spt akses
atas sumber daya
·
Jika ditanyakan, perempuan akan mengidentifikasikan
kebutuhan praktisnya. Menemukan ukuran-2 kebutuhan strategis sulit. Perubahan
strategis adalah sebuah proses yang kompleks dan kontradiktif. Dalam
prakteknya, sesuatu yang praktis dan strategis berkaitan erat.
·
Pendekatan kebijakan yang berbeda-2 bercampur dalam
prakteknya
·
Kerja secara efektif lebih berfungsi sebagai alat
analisis intervensi ketimbang perencanaan.
3.
Model SWOT (Strengthen, Weakness, Oppurtunity and Threat)
Teknik
ini merupakan suatu analisis manajemen dengan cara mengidentifikasi secara
internal mengenai kekuatan dan kelemahan dan secara eksternal mengenai peluang
dan ancaman. Aspek nternal dan Eksternal tersebut dipertimbangkan dalam kaitan
dengan konsep strategis dalam rangka menyusun program aksi,
langkah-langkah/tindakan untuk mencapai sasaran maupun tujuan kegiatan dengan
cara memaksimalkan kekuatan dan peluang, serta meminimalkan kelemahan dan
ancaman sehingga dapat mengurangi resiko dan dapat meningkakan efektivitas dan
efisiensi pelaksanaan.
4.
Model Longwe Framework – Kerangka Kerja ”Pemberdayaan”
Kerangka Longwe berfokus langsung pada penciptaan
situasi/pengkondisian di mana masalah kesenjangan, diskriminasi dan subordinasi
diselesaikan. Longwe menciptakan jalan untuk mencapai tingkat pemberdayaan dan
kesederajatan (equality) di mana
ditunjukan bahwa pemenuhan kebutuhan dasar-praktis perempuan tidak pernah sama
dengan, pemberdayaan maupun sederajat (equal).
Pengambilan keputusan (kontrol) merupakan puncak dari pemberdayaan dan
kesederajatan (equality). Table 4
memberikan gambaran jelas mengenai hal ini.
Dalam assessment proyek, kerangka Longwe bisa diturunkan
menjadi dua alat:
1.
Level kesederajatan (Equality level)
Tujuan utama alat ini adalah untuk menilai apakah sebuah
proyek/program intervensi pembangunan mampu mempromosikan kesederajatan dan
pemberdayaan perempuan atau tidak. Asumsi dasar dibalik alat ini adalah bahwa
titik tercapainya kesederajatan (equality) antara perempuan dan laki-laki
mengindikasikan level pemberdayaan perempuan. Ada lima level dalam aras
kesederajatan dan pemberdayaan yang perlu dicermati:
Equality
|
Pemberdayaan
|
|||
Perempuan
|
Laki-laki
|
perempuan
|
Laki-laki
|
|
Kontrol (decision Making)
|
||||
Partisipasi
|
||||
Kesadaran Kritis (conscienticicao)
|
||||
Akses
|
||||
Welfare (kebutuhan dasar-praktis)
|
Anak panah di atas menunjukan arah peningkatan menuju pemberdayaan dan
equality.
2. Isu Spesifik Perempuan – dengan tujuan pada pengenalan
akan kebutuhan spesifik perempuan. Asumsi utamanya adalah bahwa semua isu
perempuan berkaitan dengan equality dalm peran sosial dan ekonomis. Tiga
level pengenalan atas isu perempuan di dalam proyek adalah NEGATIF, NETRAL
& POSITIF.[8]
E. Penutupan
Dalam makalah kali ini karena dilihat dari tema yang dikasih, yakni
membahas mengenai prosedur penilitian tentang gender bisa dilihat dari
pengertian dan definisi analisis gender sendiri yakni proses
menganalisis data dan informasi secara sistematis tentang laki-laki dan
perempuan untuk mengidentifikasikan dan mengungkapkan kedudukan, fungsi, peran
dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan, serta faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Sangat jarang bahkan kami tidak menemukan buku yang secara
rinci menuliskan tentang analisis gender ini oleh sebab itu kami menggunakan
hasil penilitian yang dilakukan oleh Jonattan A lassa seorang coordinator
semacam organisasi yakni HIVOS yang berada di Aceh. Data ini kami dapat dari
website http://www.zef.de/module/register/media/e0ad_Kerangka%20Analisis%20Perencanaan%20Gender-Jonatan%20Hivos.doc
DAFTAR
PUSTAKA
Dr. Drs. Muhammad
Idrus, S.Psi., M.Pd, Konsep dan Analisis Jender_____________
Mufidah Ch, Rekonstruksi
Kesetaraan dan Keadilan Gender Dalam Konteks Sosial Budaya dan
Agama____________
http://pusatlaguku.wordpress.com/2012/11/18/apa-itu-gender-definisi-pengertian-gender/ diakses pada tanggal 05 oktober 2013
Mufidah Ch dari Mansour
Faqih, Gender dan Transformasi sosial (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
1997) hal. 8-9
Quraish Shihab, Perempuan,
(Jakarta: Lentera hati, 2005), hal, 5-7
Siti Musdah Mulia, Islam
& Inspirasi Kesetaraan Gender, (Yogyakarta: Kibar Press, 2006), Hal. 64
Analisis gender beserta
table diambil dari penilitian oleh Jonattan A. Lassa, Coordinator Hivos Aceh
dalam kerja-kerja rekonstruksi di Aceh Kerangka
Analisis Perencanaan Gender (Gender Planning Frameworks), _____________________dari http://www.zef.de/module/register/media/e0ad_Kerangka%20Analisis%20Perencanaan%20Gender-Jonatan%20Hivos.doc,
didownload pada tanggal 05 oktober 2013 berupa file document.
[1] Dr. Drs.
Muhammad Idrus, S.Psi., M.Pd, Konsep dan Analisis Jender_____________
[2] Mufidah Ch, Rekonstruksi
Kesetaraan dan Keadilan Gender Dalam Konteks Sosial Budaya dan
Agama____________
[3] http://pusatlaguku.wordpress.com/2012/11/18/apa-itu-gender-definisi-pengertian-gender/ diakses pada tanggal 05 oktober 2013
[4] Sama dengan
yang dikutip oleh Mufidah Ch dari Mansour Faqih, Gender dan Transformasi
sosial (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997) hal. 8-9
[5] Quraish Shihab,
Perempuan, (Jakarta: Lentera hati, 2005), hal, 5-7
[6] Mufidah Ch, Rekonstruksi
Kesetaraan dan Keadilan Gender Dalam Konteks Sosial Budaya dan Agama_______________
[7] Siti Musdah
Mulia, Islam & Inspirasi Kesetaraan Gender, (Yogyakarta: Kibar
Press, 2006), Hal. 64
[8] Analisis gender beserta table
diambil dari penilitian oleh Jonattan A. Lassa, Coordinator Hivos Aceh dalam
kerja-kerja rekonstruksi di Aceh Kerangka Analisis Perencanaan
Gender (Gender Planning Frameworks), _____________________dari http://www.zef.de/module/register/media/e0ad_Kerangka%20Analisis%20Perencanaan%20Gender-Jonatan%20Hivos.doc,
didownload pada tanggal 05 oktober 2013 berupa file document.
0 komentar:
Posting Komentar