Sabtu, 30 November 2013

Responding Paper Relasi Gender




Responding Paper
ISLAM DAN KESETARAAN GENDER
GERAKAN PEREMPUAN ISLAM DAN PERJUANGAN KETIDAKADILAN GENDER DI MESIR,TURKI, & IRAN

Menanggapi permasalahan gerakan yang dipelopori oleh kaum perempuan, sekaligus sebagai respon atas gerakan perempuan dalam Islam dan perjuangan ketidakadilan gender di Mesir, Turki dan Iran. Jika kita mengulas sejarah perempuan sebelum agama Islam hadir, nampaknya telah kita ketahui bersama betapa seorang perempuan dianggap sebagai manusia kedua yang tak perlu dihargai. Misalnya di zaman jahiliyah bagaimana seorang ayah yang rela membunuh darah dagingnya sendiri hanya karena anak yang tak berdosa tersebut berkelamin perempuan. Mempunyai anak perempuan dinilai hanya menimbulkan rasa malu kepada keluarga. Namun, ketika Islam datang sebuah agama yang membawa sebuah perubahan yang tidak hanya dirasakan oleh perempuan saja melainkan laki-laki pun masuk kedalamnya, misalnya dihapusnya perbudakan. Karena budak tidak hanya dari kaum perempuan melainkan dari laki-laki juga.  

Analisis gender



A.      PENDAHULUAN
Dalam banyak budaya tradisional, perempuan ditempatkan pada posisi yang dilirik setelah kelompok laki-laki. Fungsi dan peran yang diemban perempuan dalam mayarakat tersebut secara tidak sadar biasanya dikonstruksikan oleh budaya setempat sebagai warga negara kelas dua. Pada posisi inilah terjadi bias gender dalam masyarakat. Meski disadari bahwa ada perbedaan-perbedaan kodrati makhluk perempuan dan laki-laki secara jenis kelamin dan konstruksi tubuh, namun dalam konteks budaya peran yang diembannya haruslah memiliki kesetaraan.
Hingga saat ini masih ditengarai terjadi ketidaksejajaran peran antara laki-laki dan perempuan, yang sebenarnya lebih didasarkan pada kelaziman budaya setempat. Terkait dalam kehidupan keseharian, konstruksi budaya memiliki kontribusi yang kuat dalam memposisikan peran laki-laki - perempuan. Banyaknya ketidaksetaraan ini pada akhirnya memunculkan gerakan feminis yang menggugat dominasi laki-laki atas perempuan. Bukan hanya itu, dalam banyak situasi hal ini mendorong digunakannya analisis gender dalam mencandra banyak persoalan yang menyangkut ketidakadilan sosial, terutama yang menimpa kaum perempuan.[1]

Senin, 10 Juni 2013

Ahmadiyyah



1.  PENDAHULUAN
            Ahmadiyah merupakan sekte dalam agama islam yang belakangan ini sering ada perbincangan atasnya, namun ada juga yang beranggapan bahwa Ahmadiyah bukanlah bagian dari islam karena  didalamnya agak sedikit menyimpang dengan Islam. Sekte ini berasal dari Qodian (Pujab) yang kini menjadi Pakistan pada akhir abad ke 14 yang didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad. Dalam sekte ini ada dua golongan yakni Ahmadiyah Qodian dan Lahore, yang masing-masing golongan memliki perbedaan yang signifikan.
            Dan kelompok kita menapat tugas mengenai Ahmadiyah terutama dua gologan ahmadiyah diatas, untuk lebih jelasnya bisa di baca dalam makalah ini, mungkin  ada sedikit informasi yang dapat kami berikan dalam makalah ini, namun kita bersyukur bisa menyelesaikan tugas ini. Dan menyajikannya pada kalian semua.

Jumat, 07 Juni 2013

Pythagoras dan aliran-aliranya


Pythagoras seorang ahli pikir dari yunani tepatnya di kepulauan samos atau disebut dengan sang maha guru filsafat angka. Untuk mempelajari alam pikiran orang miletos kepulauan Samos (pythagoras) seolah-olah kita harus meninggalkan yang namanya dunia kebendaan (material World) ke dunia khayal dan cipta (the world mind).[1]
Saat mendengar nama pythagoras pasti sering dikaitan dengan teori segitiga pytagoras atau teorema pythagoras. Karena dalil yang ditemukan oleh pythagoras sehingga nama pythagoras sangat familiar bagi pendengar. Padahal teori yang ia temukan itu hanya dari salah satu dari teori-teori yang disusun pythagoras beserta pengikutnya. 

Manusia dan Perubahan Sejarah



1. Pendahuluan
            Pada pertemuan-pertemuan sebelumnya telah kita bahas bersama tentang arti dari manusia, apa atau siapa yang disebut manusia. Bagaimana seonggok tubuh ini bias dikatakan manusia, dengan melihat dari berbagai aspek dan sudut pandang. Kemudian dikaitkan dengan hal-hal di luar manusia tersebut atau hal-hal yang merupakan hasil karya manusia itu sendiri. Dalam pertemuan pertama misalnya telah dijelaskan bagaimana manusia itu menjadi makhluk hidup dan makhluk budaya. Dari penjelasan-penjelasan minggu-minggu lalu kita dapat memaknai manusia dari berbagai sudut padang, dalam artian kita tidak mengartikan manusia hanya sebagai seonggok tubuh yang bisa berjalan, namun mengartikan manusia dengan sudut pandang yang bermacam-macam.

Muhammad Baqir Al-sadr



C. Pemikiran Muhammad Baqir Al-sadr
1. Epistemologi
Kita tentunya sudah tahu mengetahui, bahwa pengetahuan itu bias didapat dari berbagai hal. Namun, yang menjadi permasalahan disini dan menjadi perdebatan besar dalam diskusi-diskusi yang mempersoalkan tentang sumber-sumber pengetahuan. Dari perdebatan besar ini, filsuf asal irak ini memberikan sebuah pandangan yang dimulainya dengan memberikan beberapa pertanyaan: bagaimana pengetahuan itu muncul dalam diri manusia?, Bagaimana kehidupan intelektualnya tercipta, termasuk setiappemikiran dan konsep-konsep (nations) yang muncul sejak dini? Dan apakah sumber yang memberikan kepada manusia arus pemikiran dan pengetahuan itu?[1]

Fungsi Agama Bagi Manusia; Suatu Pendekatan Filsafat



1. Data Buku/ Identitas Buku

Judul                 : Fungsi Agama Bagi Manusia; Suatu Pendekatan Filsafat
Penulis               : A.M. Romly
Penerbit             : PT. BINA RENA PARIWARA
Tahun Terbit      : cet. I 1999, cet. V 2003
Tempat Terbit    : Jakarta
Warna                : Biru
Harga                : -
Tmpt Perlehan   : Perpustkaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Jumlah Hal        : 106 Halaman

Daftar IsiKata Pengantar, V
Kata Pengantar Cetakan kedua, viii
Kata Pengantar Cetakan Ketiga, ix
Kata Pengantar Cetakan Keempat, x
Kata Pengantar Cetakan Kelima, xi
1. Pendahuluan, 1
2. Perkembangan Kepercayaan Kepada Tuhan, 6
3. Gagasan Tentang Tuhan, 23
4. Argumentasi Tentang Keberadaan Tuhan, 40
5. Sikap Manusia Terhadap Tuhan, 53
6. Atheism Dan Argumentasinya, 61
7. Perkembangan Atheisme, 69
8. Agama Sebagai Jalan Hidup, 78
9. Penutup, 93
Daftar Kepustakaan, 98
Indeks, 102
Riwayat Hidup Singkat, 105

2. Ringkasan Perbab
A. Pendahuluan
            Agama merupakan bagian dari kehidupan sebagian besar manusia, bagian yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia dari zaman ke zaman. Karena dalam agama bukan hanya terpaku mengenai kebenaran, melainkan juga mengenai perasaan dan seluruh suasana hidup.yang juga berfungsi untuk membimbing manusia kepada sikap percaya kepada Tuhan dank kea rah kehidupan rohaniyah. Selain itu agama juga menunjukkan bahwa alam dengan segala hukum-hukumnya tidak lepas dari pengaruh Tuhan.

Pythagoras dan Alirannya



Pythagoras dan aliran-aliranya

Pythagoras seorang ahli pikir dari yunani tepatnya di kepulauan samos atau disebut dengan sang maha guru filsafat angka. Untuk mempelajari alam pikiran orang miletos kepulauan Samos (pythagoras) seolah-olah kita harus meninggalkan yang namanya dunia kebendaan (material World) ke dunia khayal dan cipta (the world mind).[1]
Saat mendengar nama pythagoras pasti sering dikaitan dengan teori segitiga pytagoras atau teorema pythagoras. Karena dalil yang ditemukan oleh pythagoras sehingga nama pythagoras sangat familiar bagi pendengar. Padahal teori yang ia temukan itu hanya dari salah satu dari teori-teori yang disusun pythagoras beserta pengikutnya.  

Ibn Rusd


1.      PENDAHULUAN
Berfilsafat adalah bagian dari peradaban manusia. Semua peradaban yang pernah timbul didunia pasti memiliki filsafat masing-masing. Kenyataan ini juga sekaligus membantah pandangan bahwa yang berfilsafat hanya orang barat saja, khususnya orang yunani. Diantara filsafat yang pernah berkembang, selain filsafat yunani adalah filsafat Persia, cina, India, dan tentu saja filsafat islam.
Tokoh yang paling popular dan dianggap paling berjasa dalam membuka mata barat adalah Ibn-Rusyd. Dalam dunia intelektual barat, tokoh ini lebih dikenal dengan nama averros. Begitu populernys Ibnu Rusyd dikalangan barat, sehingga pada tahun 1200-1650 terdapat sebuah gerakan yang disebut viorrisme yang berusaha mengembangkan pemikiran-pemikiran Ibnu Rusyd. Dari Ibnu Rusydlah mereka mempelajari Fisafat yunani Aristoteles (384-322 s.M), karena Ibnu Rusyd terkenal sangat konsisten pada filsafat Aristoteles.

Abdur Ro'uf Singkel




 1.      Pendahuluan
Tasawuf merupakan aspek mistisisme dalam Islam, dalam artian disini adanya kesadaran manusia  kontak langsung dengan Tuhan sang Khaliq. Hubungan kedekatan tersebut dipahami sebagai pengalaman spiritual manusia dengan Tuhan.
Dalam pembicaraan tentang sejarah dan pemikiran tasawuf di Indonesia, Aceh memainkan peranan yang sangat penting. Karena dilihat dari tokoh-tokohnya mereka adalah para pemikir Islam yang sangat progres dalam memajukan perkembangan ilmu Islam, tterutama Tasawwuf. Salah satu tokohnya adalah Abdurrauf As-Sinkli.
Oleh karena itu, untuk lebih jelasnya dibawah ini akan diuraikan mengenai biografi, pendidikan, serta pokok pemikiran dari Abdurrauf As-Sinkli itu sendiri.     

Mustafa Kemal



A. Pendahuluan
            Pada pertemuan minggu lalu telah dipaparkan mengenai beberapa pembaharuan-pembaharuan yang ada di Turki beserta dengan tokoh pembaharunya, yang kami rasa sudah begitu jelas bagaimana keadaan Turki waktu itu. Seperti Turki Usmani, Usmani muda dan Turki Muda yang banyak memberikan sumbangan pemikiran berikut ide-ide modern yang mereka berikan untuk kemajuan Turki dan Islam. Walaupun didalamnya juga diwarnai dengan konflik-konflik atau kontroversi yang ditimbulkan oleh pemikiran baru mereka. Pada pertemuan kali ini kita masih pada pembahasan mengenai pemikiran modern Islam di Turki. Berdasarkan silabus yang diberikan, pada kali ini kita terbatas pada tiga alira pembaharuan, Mustafa Kemal perjuangan menuju sekularisme dan Turki pasca Mustafa Kemal.

Jurgen Habermas



A. Pendahuluan
            Pada pembahasan kali ini , yakni pembahasan mengenai tokoh dari mazhab Franfurt yang ketiga Jurgen Habermas, pada perkulian yang lalu telah dijelaskan beberapa tokoh dari mazhab Frankfurt dan  Habermas adalah tokoh terakhir dari mazhab ini. Dalam pendahuluan ini kami mencoba memulai dari sebuah pertanyaan, apakah Jurgen Habermas dalam pemikirannya sama dengan pendahulunya, atau berbeda dari pendahulunya dalam mazhab Frankfurt ini. Dalam makalah yang bapak berikan minggu lalu terdapat pengertian bahwa mazhab Frankfurt ini adalah sebuah istiah yang dipakai untuk menunjukkan sekolompok cendikiawan yang tergabung dalam Institut fur Sozialforschung (Isntitut untuk riset social) yang berfokus pada teori Kritis Masyarkat.

Ibnu Khaldun



A. Pendahuluan
            Ibnu Khaldun adalah seorang genial bangsa arab, kenapa demikian karena Ibnu Khaldun dalam masa hidupnya hampir hampir sisa hidupnya ia gunakan unutk bekerja, lebih tepatnya 54 tahun. 50 tahun untuk bekerja dan 4 tahun selanjutnya ia gunakan unutk melahirkan karya yang fenomenal. Yakni  kitab “Sejarah Alam Semesta, hasil karya yang tidak lagi diragukan. Hasil karya terbesar dalam hal sejarah dan hanya dalam tempo 4 tahun ia bisa menghasilkan karya tersebut[1].

Sya'roni



I. Pendahuluan
            Setiap sufi mempunyai pengalaman spritual sendiri-sendiri dan berbeda termasuk Imam Abd Al-Wahhab  al-Sya’rani yang mempunyai pengalaman spritual yang unik, yakni ketika ia terjatuh di sungai Nil ia di selamatka oleh seekor buaya, walaupun pada umumnya  buaya akan menerkam setiap apa saja yang mendekatinya, namun berbeda dengan beliau yang sebaliknya di selamatkan oleh buaya. jika kita coba untuk menghubungkan dengan rasional, mungkin diantara kita pasti tidak menerima hal tersebut, tapi seperti itulah keistemewaan beliau.
Untuk tarekat yang diikuti oleh beliau kami masih belum bisa menentukan walaupun ada diantara guru beliau yang seorang pengikut tarekat Syadziliyah, tapi beliau sendiri mempunyai kesenangan belajar tarekat tersebut tapi dalam karya-karya beliau tidak  ada yang menyebutkan kalau beliau menganut ikut tarekat Syadziliyah. Beliau adalah seorang ahli sufi dan fikih. Terlihat dari karya-karya beliau yang banyak menerangkan tentang dua bidang keilmuan tersebut.
II. Biografi
Nama lengkapnya adalah Abd al-Wahhab ibn Ali ibn Muhammad ibn Zawfan ibn Syaikh Musa. Imam al-Sya’rani adalah seorang sufi asal mesir dan juga ahli fikih syafi’i,[1] keterangan lain menjelaskan ia adalah seorang ahli fikih perbandingan hanafi[2] bukannya syafi’i namun ada penjelasan selanjutya yang mengatakna bahwa ia menganut Asy’ariyah dalam teologinya dan Imam Syafi’i[3] dalam mazhabnya dan banyak menulis buku-buku tentang fikih dan tasawuf. Lahir di perkampungan Qalaqsyandah, Mesir pada 27 Ramadhan 898 H/ 1493 M dan meninggal dunia di Kairo, Mesir pada 973 H/ 1565 M. Dalam silsilah keturunan, al-Sya’rani masuk dalam  keturunan Ali bin Abi Thalib melalui jalur keturun anaknya, Muhammad ibn al-Hanafiyyah. Al-Sya’rani sendiri adalah termasuk generasi kesembilan belas setelah Ali bin Abi Thalib. Pada usia empat puluh kelahirannya di Qalaqsyandah,  ia dipindahkan oleh orang tuanya ke kampung ayahnya, Saqiyah Abi Sya’rah,   dalam wilayah Manufiyah. Dengan demikian, sebutan al-Sya’rani berasal dari nama kampung ayahnya[4], sya’rah sebuah desa di wilayah mesir.[5]
Kedua orang tuanya meninggal saat ia berumur sepuluh tahun, Oleh sebab itu tanggung jawab terpundak pada kakaknya, Syaikh Abd al-Qadir. Sebagai seorang terpelajar, sang kakak membimbingnya dalam suasana keilmuan, kendati itu hanya terjadi beberapa tahun. Bimbingan orang tua dan kakak al-Sya’rani terhadap dirinya, meskipun tidak lama telah meninggalkan pengaruh yang demikian mendalam dalam perjalanan hidupnya. Kehidupan keluarga dalam suasana kesufian yang sederhana ternyata telah membangkitkan semangat belajar dan keuletan hidup yang luar biasa pada diri al-Sya’rani. Sejak kecil ia telah mampu menghafal al-Quran tepatnya saat umur 8 tahun[6], kemudian ia juga menghafal Matn Abi Syuja’ , kitab permulaan pelajaran fikih, dan Matn al-Ajrumiyyah, kitab permulaan tata bahasa arab. Kedua kitab itu dipelajarinya dari kakaknya sendiri , Abd al-Qadir ibn Ahmad, yang menggantikan ayahnya mengajar di Zawiyah.
Dengan kesederhanaan hidupnya al-Sya’rani memiliki motivasi dalam dirinya untuk senantiasa belajar dan berupaya hidup mandiri sehingga mendorongnya meninggalkan kampung halaman dan menuju Kairo. Kemudian Ia diperbolehkan tinggal di masjid jami’ Sayyid Abu al-Abbas al-Ghamri bersama keluarga syekh dan mengajar dimasjid itu. Ketertarikan syekh Abu Abbas terhadap al-Sya’rani membuatnya diangkat sebagai anak sendiri bagi Abu Abbas. Tanpa pamrih mereka membesarkannya dan membiayainya belajar sampai umur tujuh belas tahun.
Setelah umur tujuh belas tahun al-Sya’rani pindah ke Madrasah Umm Khund. Disini kepiawaian dan kecerdasannya semakin cemerlang. Pengetahuan yang luas telah membawa keharuman namannya dalam berbagai bidang ilmu keagamaan, sehingga ia dikenal sebagai seorang ulama yang didatangi oleh para siswa untuk menimba ilmu.
Kendati dapat mengenyam berbagai kemewahan duniawi, jiwa al-Sya’rani senantiasa terpanggil untuk hidup dalam suasana kesederhanaan. Sebab itu ia bergabung dengan sejumlah syaikh sufi untuk mendapatkan kasyf (ketersingkapan batin). Dalam pencarian ruhani itu, al-Sya’rani bertemu dengan seseorang yang dikatakannya sebagai orang yang telah membimbingnya. Gurunya itu adalah seorang tunanetra yang ummi (buta aksara), Ali al-Khawwas (w. 938 H/ 1532 M).
Dikatakan dalam hasil penelitian Sri Mulyati, al-Sya’rani memiliki jumlah guru kurang lebih 50 syaikh, dan mereka selalu mengkombinasikan ilmu dan amal. Walaupun Sya’rani tidak pernah sekolah dan tinggal (mujawir) di al-Azhar, beberapa orang gurunya mempunyai kedudukan sebagai dosen, mufti, dan da’i di institut tersebut.
Diantara guru-gurunya adalah Amin al-Din (w. 1523), pendidik pertamanya di Kairo, seorang Imam saudaranya Sultan Salim selama Ia tinggal di Mesir, murid dari Ibn Hajar al-‘Asqalani (w. 1449). Gurunya yang lain yaitu kepada Hakim Madzhab Syafi’i (Syaikh al-Islam), Zain al-Din Zakariyya al-Anshari, murid Muhammad al-Ghamri dan penulis komentar atas Risalah al-Qusyairiyah. Beliau juga seorang sufi yang telah membai’at Sya’rani menjadi muridnya.[7]   
Ali al-Khawwas, pembimbing ruhani al-Sya’rai, adalah seorang penganut tarekat Syadziliyah. Karena itu, perjalanan ruhani al-Sya’rani tidak dapat dipisahkan dari tradisi Syadziliyah. Selain banyak mendapatkan bimbingan ruhani dari Ali al-Khawwas, al-Sya’rani juga mendapat bimbingan ruhani dari sufi lain yaitu Muhammad al-Syinnawi. Selain itu al-Sya’rani menerima inisiasi (pengajaran) tarekat-tarekat Suhrawardiyah. Dia menjelaskan silsilah tarekat yang diterimanya ini secara detail dalam karyanya al-Anwar al-Qudsiyyah fi Ma’rifat Qawa’id al-Sufiyyah. [8]
III. Pengalaman Ruhani
Sebagai seorang sufi yang telah mencapai peringkat wali, al-Sya’rani memiliki pengalaman ruhani yang amat kaya. Diceritakannya sendiri, suatu pengalaman batinnya (melalui mimpi). “Biasanya aku mengeluarkan zakat sebelum habis puasa, namun kebiasaan itu tak terlaksana karena aku tak memiliki barang-barang duniawi pada malam Idul Fitri dan juga hari berikutnya, segala yang telah dikaruniakan Allah kepadaku telah kunafkahkan kepada fakir-miskin yang tinggal bersamaku. Pada 955 H (1548 M) aku pernah melihat diriku berada di sebuah gurun bersama orang-orang beriman. Aku melihat sesuatu yang mirip dengan bantal sebesar buah semangka terhantar di depan kami. Lalu ku lihat seseorang diantara kami melemparkan benda itu kearah atas, namun jatuh lagi ke tanah. Aku menanyakan kepada malaikat yang menyaksikan tindakan kami. Malaikat itu mengatakan  bahwa benda itu adalah puasa Ramadhan yang telah kami lakukan. Selain pengalaman ruhani diatas, beliaupun sering melakukan ziarah ke kuburan orang-orang saleh, antara lain kuburan Syaikh Abu al-Abbas al-Mursi, yang dikunjunginya ssetiap hari sabtu, begitu juga kuburan umum al-Qarafah, yang di ziarahnya setiap pekan. Disebut-sebut bahwa dia memiliki kemampuan ruhani untuk berdialog dengan ruh-ruh orang-orang yang meninggal dunia dan Dia juga memiliki kemampuan spiritual untuk berdialog dengan jin.
Al-Sya’rani meyakini bahwa kemampuan luar biasa yang dimilikinya itu adalah karuia Allah semata. Ketika berbicara tentang karamah (keramat) para wali, al-Sya’rani menganggap bahwa kejadian luar biasa pada orang-orang saleh merupakan karunia Ilahi kepada mereka, sebagai tanda bahwa mereka adalah wali Allah yang disayangi-Nya. Kejadian tersebut tidak dapat dicari dan ditransfer kepada orang lain. Para wali hanya bisa mentransfer barakah (berkah) kepada orang lain. Cerita-cerita luar biasa yang dialami al-Sya’rani seperti itu banyak dipaparkannya dalam karya otobiografisnya, “Lataif al-Minan”.
            Al-Sya’rani juga berkata: ‘Pada awalnya mujahadahku melawan hawa nafsu aku lakukan tanpa bimbingan seorang syeikh, aku hanya membaca karya-karya kaum sufi seperti al-Risalah al-Qusyairiyyah, ‘Anwarif al-Ma’arif, Qut al-Qulub, Ihya ‘Ulum al-Din dan ktab-kitab lainya. Setelah semua itu aku lakukan dalam waktu yang cukup lama, tampaklah bagiku sesuatu yang berbeda dengannya. Lalu aku meninggalkan caraku ini dan mengerjakan cara yang kedua (berguru kepada seoran mursyid). Demikianlah aku dulu seperti orang yang masuk ke sebuah jalan tanpa megetahui apakah jalan itu tembus atau tidak. Apabila jalan itu tembus, maka Ia akan keluar darinya. Dan apabila tidak, maka dia akan kembali. Seandainya dia akan bertanya kepada orang yang mengetahui seluk beluk jalan itu sebelum melaluinya, niscaya semuanya akan menjadi jelas baginya, dan dia tidak akan keletihan melewatinya. Inilah perumpamaan bagi orang yang tidak mempuyai syeikh atau mursyid. Fungsi Syeikh adalah untuk meringkas jalan bagi murid. Jika seorang berjalan tanpa Syeikh, maka dia akan tersesat. Dia akan menghabiskan umurnya tanpa dapat mencapai apa yang diharapkan dan dicita-citakannya. Perumpamaan seorang Syeikh adalah seperti seorang penunjuk jalan bagi jama’ah haji yang hendak pergi ke Mekkah di tengah kegelapan malam”.[9]     
IV. Pilar-pilar Menuju Tasawuf
            Menurut ‘Abd al-Wahhab al-Sya’rani bahwa rukun-rukun jalan menuju tasawuf itu ada empat yaitu: lapar, kontemplasi, menahan lapar, dan sedikit berbicara. Dan jika seorang murid melakukan kesalahan salah satu pilar atau ruku tersebut, maka rukun-rukun yang lainnya akan mengikuti.
            Dan jika ingin menjadi kekasih Allah, maka ada beberapa rukun yang telah didefinisikan oleh Rasul yakni: banyak diam, menghindarkan diri dari manusia, lapar, dan selalu menyucikan.
            Menurut Abul Qasim al-Qusyairi Rahimahullah: sesungguhnya dasar-dasar dari pintu dalam meraih jalan sufi adalah lapar. Karena manusia tidak akan menemukan sumber-sumber hikmah yang dihasilkan olehnya, kecuali dengan lapar tersebut. Namun melalui tahapan-tahapan seperti degnan melatih lapar sedikit demi sedikit. Sehingga dapat makan walau hanya satu suap dalam sestiap sehari semalam. Menurut satu riwayat, Syeikh Abu Utsman Al-Maghribi dalam enam bulan hanya maka satu kali. [10]     
IV. Karya-Karyanya
1.      Al-Jawahir wa al-Durar al-Kubra (Mutiara-mutiara dan Permata-permata agung)
2.      Al-Yawaqit wa al-Jawahir fi Aqa’id al-Akabir (Permata-permata Yakut dan Mutiara-mutiara tentang Akidah-akidah para ulama Besar [kalangan sufi])
3.      Al-Tabaqat al-Kubra (peringkat-peringkat atau generasi-generasi yang Agung) atau disebut juga Lawaqih al-Anwar fi Tabaqat al-Akhyar (kilatan-kilatan Cahaya tentang Peringkat-peringkat atau generasi-generasi Orang-orang Terpilih)
4.      Al-Anwar al-qudsiyyah fi ma’rifat qawa’id al-Sufiyyah (cahaya-cahaya kudus dalam hal mengenal kaidah-kaidah para sufi).
5.      Lawaqih al-Anwar al-Qudsiyyah fi Bayan al-Uhud al-muhammadiyyah (kilatan-kilatan kudus dalam meenjelaskan jani-janji (pesan-pesan) Muhammad.
6.      Al-Kibrit al-Ahmar fi Uluww al-Syaikh al-Akbar (belerang Merah (pemaparan) tentang kemuliaan Syaikh al-Akbar [ibnu Arabi].
7.      Al-Qawa’id al-Kasfiyyah fi al-Illahiyyah (kaidah-kaidah Ketersingkapan tetang sifat-sifat Ketuhanan
8.      Masyariq al-Anwar al-Qudsiyah fi Bayan al-Uhud al-Muhammadiyyah (pancaran cahaya-cahaya kudus tentang penjelasan janji-janji [pesan-pesan] Muhammad).
9.      Madarik al-safilin ila Rusum Tariq al-arifin  (alur pengetahuan kelas rendah munuju sketsa Jalan orang-orang Arif)
10.  Lata’if al-Minan  (kelembutan-kelembutan karunia)
11.  Mizan al-Kubra (Neraca Yang Agung). dll
V. Silsilah Imam Al Sya’rânî
لفن
                                               NABI MUHAMMAD SAW (570/571 M)
لفن
                                          ALI BIN ABI THALIB (35-40 H/ 656-661 M)
لفن
                                                      HASAN AL BASRI (624-728 M)


لفن
                                                  HABIB AL ‘AJAM (120H/737M)
لفن
                                                     DAWUD AT THAI w. 165 H
لفن
                                                    MA’RUF AL KURKHI w. 200 H
لفن
                                                        SIRRI SAQTHI (155 H)
لفن
                                                    IQADI RUWAIM (303 H/915 M)


                                                  QADI  RUWAIM (( الفاض رويم
لفن
                           MUHAMMAD IBN KHAFIF ASY SYAIRAZI w. 371 H
لفن
لفن
                                                 ABIL ‘ABBAS AN NAHAWANDI
لفن
                                                          FARIJ AL ZANJANI


لفن
                                                      AL QODHI AL WAJIHUDDIN
لفن
                    ABU AN NAJIB AL SUHRAWARDI 1097–1168 M
لفن
                                          SYIHABBUDDIN AL SUHRAWARDI (w. 587)
لفن
                                      SYAIKH NAJIBUDDIN BARGHUSY ASY SYAIRAZI
لفن
                                             SYAIKH ABDUS SHOMAD AL NATHTARI
لفن
                                                   SYAIKH HASAN AL SYAMSIRI


لفن
                                                    SYAIKH NAJIMUDDIN
لفن
                                                          MAHMUD AL ASHFAHANI


لفن
                                                      YUSUF AL ‘AJAMI AL KURANI
لفن
                                                           SYAIKH HASAN AL TASTIRI
لفن
 
                                                 AHMAD BIN SULAIMAN AL ZAHIDI
لفن
                                                       SYAIKH MUDIN ( (الشيخ مدين
لفن
                                       SYAIKH MUHAMMAD (KEPONAKAN (الشيخ مدين
لفن
                                  MUHAMMAD SARWI DAN SYAIKH ‘ALI AL MURSHOFI
‘ABDUL WAHHAB BIN AHMAD ASY SYA’RANI (989 H) H1515631563)
                                                                                                               
VI. Pokok Pemikiran
1.      Tasawuf adalah suatu perjalanan hidup yang diatur oleh al-Qur’an dan al-Sunnah, perilaku sufi adalah perilaku para nabi dan orang-orang suci dan hal itu tidak akan tercela selama tidak bertentangan dengan al-Qur’an dan al-sunnah, maka terserah kepada orang-orang islam untuk melakukanya. Ajaran tasawuf bukan sesuatu yang wajib di ikuti, melainkan hanya untuk memperindah perjalanan hidup.
2.      Tasawuf adalah ilmu yang terbit dari hati para wali tatkala memancari dan mantul dari tingkah laku mengamalkan al-Qur’an dan al-Sunnah. Setiap amal dari padanya memancar sinar-sinar ilmu, akhlak dan rahasia-rahasia yang sulit diuraikan dengan kata-kata.
3.      Bagi orang orang yang mempelajari tasawuf, mereka harus hati-hati dan menghindari mempergunakan kata-kata yang terdapat dalam kitab suci tertentu seperti: “ruhku bersatu dengan roh-Nya,” “apa yang ada ini adalah Allah,” Allah ada di dalam hati sufi, penggunaan kata-kata semisal ini dilarang untuk umum.[11]
Dalam kitab al-Anwar al-Qudsiyyah fi Ma’rifat Qawa’id al-Sufiyyah (cahaya-cahaya kudus dalam hal mengenal kaidah-kaidah para sufi). Dalam salah satu babnya ia menulis sebuah kaidah-kaidah jalan menuju tasawuf  dan bab yang menjelaskan bahwa wali Allah itu hidup di dalaam kuburnya[12]. Namun dalam kitab al-mizanul kubra kitab yang membahas perbandingan mazhab dan pertimbangan hukum islam, ia dalam mukadimahnya mengatakan,            
            “para pengkaji syariat juga telah sepakat bahwa seseorag tidaklah di sebuah ‘alim (‘ulama) kecuali jika ia menghindari pertentangan berbagai pendapat para ulama dan mengetahui bahwa para ‘ulama itu mengambil dasar dan hadis, bukan karena menentang pendapat Ulama sebab kebodohan dan kebenciannya[13].
Dalam kitab ini, juga ada satu pasal yang menjelaskan tetang mungkinkah berbagai  mazhab itu di padukan?, ia menjawab dengan jawaban Imam Muhammad bin Malik yang mengatakan jika ilmu itu pemberian dari Allah daan bersifat ladunni, maka tidak mungkin Allah mennyembunyikannya lagi bagi generasi selanjutnya.[14] Itu artinya memadukan berbagai mazhab itu bisa dan mungkin akan terjadi di suatu saat.
kaidah-kaidah menuju jalan tasawuf dalam kitab al-Anwar al-Qudsiyyah fi Ma’rifat Qawa’id al-Sufiyyah jilid I
1.      Adab murid terhadap Syaikh
2.      Pilar-pilar menuju jalan tasawuf
3.      Menjaga diri
4.      Taubat yang benar
5.      Bagaimana dalam memilih gurunya. Dan masih ada yang lain
Dan jilid II
1.      Adab murid terhadap syaikh
2.      Kelembutan cinta
3.      Tidak sah memasuki jalan sufi sebelum bertaubat
4.      Sifat-sifat orang yang mencintai
5.      Bahasa orang yang asyik (mabuk cinta)
6.      Sufi yang benar
Namun yang kami tekankan adalah mengenai pilar-pilar menuju tasawuf menurutnya rukun-rukun jalan menuju tasawuf ada empat yaitu: lapar, Kontemplasi (Renungan), menahan lapar, dan sedikit berbicara. Dan rukun-rukun yang lain akan mengikuti, jika kita melakukan salah satu rukun rukun tersebut. Jadi rukun-rukun tersebut tidak terasa berat jika kita ingin melakukannya. Dan dalam buku yang sama jilid II ia memberikan tambahan yakni tidak sah memasuki jalan sufi sebelum bertaubat[15].



VII. Penutup
As-Sya’rani merupakan salah satu tokoh sufi. Seperti yang telah dipaparkan diatas bahwasanya beliau adalah salah satu keturunan Ali Bin Abi Thalib. Berbagai pengalaman rohani yang beliau lakukan dalam menempuh jalan yang paling dekat untuk menuju Allah. Semoga pemaparan diatas dapat bermanfaat bagi kita semua.
VIII. Pertanyaan-pertanyaan dalam Diskusi
1.      Apa tujuan anda menyampaikan mimpi asy-sya’rani?
2.      Beliau mampu berdialog dengan Jin, apakah beliau yang mengungkapkannya sendiri atau hanya pemdapat dari orang lain setelah beliau?
3.      Tolong jelaskan maksud dari mabuk cinta?
4.      Penjelasan tentang hidup dalam kuburan yang lebih detail?
5.      Ajaran apa yang beliau ajarkan?
6.      Tolong ditambahkan 3 sanadnya biar lebih jelas!!
7.      Ajaran atau pengalamam ruhani, apakah beliau bisa direalisasikan dalam kehidupan?
8.      Apakah ada kemungkinan beliau berbohong dengan pengalaman ruhaninya?
9.      Apa tarekat, ajaran, cara berzikir dan kemana penyebarannya?
IX. jawaban
1.      Tujuannya hanya inngin menyampaikan pengalaman spiritual beliau didlaam mimpinya.
2.      Dalam makalah kelihatannya itu adalah orang setelah beliau yang mengatakan bahwa beliau bisa berdialog dengan jin.
3.      Mabuk cinta disini bukanlah cinta pada makhluk melainkan mabuk cinta dengan allah.
4.      Hidup di dalam kubur maksudnya ialah beliau yakin bahwa para wali allah saat meninggal tetapi didalam kuburnya ia elalu berdzikir kepada allah.
5.      Beliau tidak menyampaikan ajarannya namun belia banyak menulis buku diantaranya beliau menulis hokum-hukum fiqih dan  tasawuf.
6.       
7.      Pertanyaan 7 dan empat berkaitan, karena beliau adalh seorang sufi maka bisa saja belaiu aytau ada kemungkinan beliau bisa merealisasikan pengalaman ruhaninya kedalam dunia real, dikatakan berbohong dan tidak berbohong kami tidak bisa untuk mengambil spekulasi-spekulasi yang akhirnya akan salah karena kita berada outside dari beliau.
8.      Dimakalah dijelaskan bahwa beliau tidak mendirikan sebuah tarekat dan beliau juga tidak begitu jelas dalam menjelaskan bahwa beliau mengikuti tarekat tertentu, tetapi karena guru ruhani beliau adalah seoarang syadzili dan beliau juga senang belajar syadzili, mungkin beliau juga megikuti tarekat syadzili.
X. Tambahan dari ibu Sri Mulyati
Pengalaman ruhani adalah bersifat subjektif dan orang yang mengkritik dan yang tidak mempercayai akan pengalaman itu, karena mereka berada diluar (Outside) para sufi, maka tidak akan pernah bisa mereka akan paham, atau menolaknya. Untuk lapar, rasul pernah bersabda, kami adalah kaum yang tidak akan makan setelah lapar dan berhenti makan sebelum kenyang.

Daftar Pustaka
Mulyati, Sri. dkk. Hasil Penelitian Kolektif  Fakultas Ushuluddin. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.
Azra, Azyumardi. Ensiklopedia Tasawuf, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Bandung: Prangkasa. 2008.
Kabbani, Muhammad Hisyam. Ensiklopedia Akidah Ahlusunah Tasawuf dan Ihsan. Jakarta: Serambi. 2007.
As-Sya’rani, Abil Mawahib Abdul Wahab. Al-Mizanul Kubra (Perbansdingan Mazhab dalam Pertimbangan Hukum Islam), Penerjemah; Ahmad Zainud, dkk. Surabaya: Dunia Ilmu Offset. 1997.
 As-Sya’rani, Abd. Al-Anwar Al-Qudsiyyah fi Ma’rifat Qawa’id al-Sufiyyah.
http://al-ishlah.com/?p=440 diakses pada tanggal 15 April 2012 jam 19.00 Wib.



[1] Azyumardi Azra, Ensiklopedi Tasawuf UIN Syarif Hidayatullah, (Bandung: Prangkasa), h. 31
[2] Muhammad Hisyam Kabbani, Ensiklopedia Aqidah Ahlusunah Tasawuf dan Ihsan, (Jakarta: Serambi), h. 169
[3] Azyumardi Azra, Ensiklopedia Tasawuf UIN Syarif Hidayatullah, (Bandung:Prangkasa), h. 31
[4]Ibid, h. 31
[5] http://al-ishlah.com/?p=440 diakses pada tanggal 15 april 2012

[6] Sri MulyatI.dkk, Hasil Penelitian Kolektif, (Jakarta: Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta), h. 95
[7] Ibid, h. 96
[8] Sri MulyatI.dkk, Hasil Penelitian Kolektif, (Jakarta: Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta), h. 33
[9] Sri Mulyati,dkk, Hasil Penelitian Kolektif, (Jakarta: Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah), h. 98-99
[10] Ibid, h. 101
[11] Sri Mulyati, Hasil Penelitian Kolektif, (Jakarta: Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah), h. 97
[12] As-Sya’rani, Al-Anwar Al-Qudsiyyah fi Ma’rifat Qawa’id Al-Sufiyyah, h. 98
[13] Abil Mawahib Abdul Wahab As-Sya’rani, Al-Mizanul Kubra (Perbandingan Mazhab dalam Pertimbangan Hukum Islam), Penerjemah: Ahmad Zainud,dkk, (Surabaya:Dunia Ilmu Offset), h. 2
[14] Ibid, h. 40
[15] Sri Mulyati.dkk, Hasil Penelitian Kolektif, (Jakarta:Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), h. 100-101