1.
PENDAHULUAN
Berfilsafat adalah bagian dari peradaban
manusia. Semua peradaban yang pernah timbul didunia pasti memiliki filsafat
masing-masing. Kenyataan ini juga sekaligus membantah pandangan bahwa yang
berfilsafat hanya orang barat saja, khususnya orang yunani. Diantara filsafat
yang pernah berkembang, selain filsafat yunani adalah filsafat Persia, cina,
India, dan tentu saja filsafat islam.
Tokoh yang paling popular dan dianggap
paling berjasa dalam membuka mata barat adalah Ibn-Rusyd. Dalam dunia intelektual
barat, tokoh ini lebih dikenal dengan nama averros. Begitu populernys Ibnu
Rusyd dikalangan barat, sehingga pada tahun 1200-1650 terdapat sebuah gerakan
yang disebut viorrisme yang berusaha mengembangkan pemikiran-pemikiran Ibnu
Rusyd. Dari Ibnu Rusydlah mereka mempelajari Fisafat yunani Aristoteles
(384-322 s.M), karena Ibnu Rusyd terkenal sangat konsisten pada filsafat
Aristoteles.
Filsafat Islam, sebagaimana sejarah muslim umumnya, telah melewati lima
tahap yang berlainan. Tahap pertama berlangsung dari abad 1 H/7 M hingga
jatuhnya Baghdad. Tahap kedua adalah tahap keguncang-guncangan selama setengah
abad. Tahap ketiga merentang dari adab ke-4/14 hingga abad ke 12/18. tahap
keempat adalah tahap yang paling menyedihkan, berlangsung sampai setengah abad,
inilah zaman kegelapan islam. Tahap kelima bermula pada pertengahan abad ke 13
/19, yang merupakan priode renaisans modern.
2. Riwayat Hidup Ibnu
Rusyd
Nama lengkapnya adalah Muhammad
ibnu Ahmad bin Muhammad Ibn Ahmad Ibn Rusyd atau Abu Al-Walid atau Averroes lahir di Cordova, 1126M (520 H) Ia
berasal dari keluarga ilmuan. Ayahnya dan kakeknya adalah para pencinta ilmu
dan merupakan ulama yang sangat disegani di Spanyol. Ayahnya adalah Ahmad Ibnu Muhammad (487-563 H) adalah seorang fqih (ahli
hokum islam) dan pernah menjadi hakim di Cordova. Sementara kakeknya, Muhammad Ibn Ahmad (wafat 520 H-1126 M) adalah ahli fiqh
madzhab Maliki dan imam mesjid Cordova serta pernah menjabat sebagai hakim
agung di Spanyol. Sebagaimana ayah dan kakeknya Ibnu Rusyd juga pernah menjadi hakim agung di
Spanyol.
Pendidikan awalnya dimulai dari belajar Al-Qur’an di rumahnya sendiri
dengan ayahnya. Selanjutnya ia belajar dasar-dasar ilmu keislaman seperti Fiqh,
Ushul Fiqh, Hadits, Ilmu Kalam, bahasa Arab dan Sastra. Dalam ilmu fiqih ia
belajar dan menguasai kitab Al-Muwaththa’ karya Imam Malik.
Selain kepada ayahnya sendiri, ia juga belajar kepada Abu Muhammad Ibn Rizq dalam disi[plin ilmu perbandingan
hukum islam (fiqh ikhtilaf) dan kepada Ibn
Basykualdibidang hadits. Dalam bidang ilmu kedokteran dan filsafat ia
belajar kepada Abu Ja’far
Harun al-Tardjalli (berasal
dari Trujillo). Selain itu gurunya yang berjasa dalam bidang kedokteran adalah
Ibn Zhuhr.
Pada tahun 548 H/1153 M, Ibnu
Rusyd pergi ke Marakesh (Marakusy) Maroko atas permintaan Ibnu Thufail (w. 581 H/1185 M), yang kemudian
memperkenalakannya dengan khalifah Abu
Ya’qub Yusuf. Dalam pertemuan pertama anatara Ibn Rusyddengan Khalifah
terjadi proses Tanya jawab diantara keduanya tentang asal-usul dan latar
belakang Ibnu Rusyd,
selain itu mereka juga membahas tentang berbagai persoalan filsafat. Ibnu Rusyd menyangka bahwa petanyaan ini
merupakan jebakan khalifah, karna persoalan ini sangat kurasial dan sensitif
ketika itu.
Ternyata dugaan itu meleset. Khalifah yang
pencinta Ilmu ini malah berdiskusi dengan ibnu
thufail tentang
masalah-masalah di atas. Khalifah Abu
ya’kub dengan fasih dan
lancar menjelasan persoalan-persoalan itu dan mengutif pendapat-pendapat
seperti plato dan aristoteles. Khalifah dan ibnu
thufail, sama-sama terlibat dalam diskusi yang berat. Terlihat bahwa
khalifah yang memang pencinta ilmu pengetahuan ini sangat menguasai persoalan
ilmu filsafat pendapat-pendapat
mutakallimin atau teolog Plato dan Aristiteles. Ibnu Rusyd kagum pada pengetahuan khalifah tentang
filsafat. Karenanya ia pun berani menyatakan pendapatnya sendiri. Pertemuan
pertama ini ternyata membawa berkah bagi ibnu
Rusyd. Ia diperintahkan oleh
khalifah untuk menterjemahkan karya-karya aristoteles menafsirkannya. Pertemuan itu pun
mengantarkan Ibnu Rusyd untuk menjadi qodhi di sevile setelah dua tahun mengabdi ia pun
diangkat menjadi hakim agung di kordoba, selain tu pada tahun 1182 ia kembali
keistana muwahidun di marakhes menjadi dokter pribadi khalifah
pengganti ibnu thufail.
Pada tahun 1184 khalifah Abu Yakub Yusuf meninggal dunia dan digantikan oleh
putranya Abu Yusuf Ibnu Ya’kub
Al-Mansur. Pada awal pemerintahannya khalifah ini menghormati Ibnu Rusyd sebagaimana perlakuan ayahnya, namun
pada 1195 mulai terjadi kasak-kusuk dikalangan tokoh agama, mereka mulai
menyerang para filsafat dan filosof. Inilah awal kehidupan pahit bagi Ibnu Rusyd. Ia harus berhadapan
oleh pemuka agama yang memiliki pandangan sempit dan punya kepentingan serta
ambisi-ambisi tertentu. Dengan segala cara mereka pun memfitnahIbnu Rusyd.
Akhirnya Ibnu Rusyd diusir dari istana dan dipecat dari
semua jabatnnya.Pada tahun 1195 ia diasingkan ke Lausanne, sebuah perkampungan
yahudi yang terletak sekitar 50
km di sebela selatan cordova. Buku-bukunya dibakar di depan umum, kecuali yang
berkaitan dengan bidang kedokteran, matematika serta astronomi yang tidak
dibakar. Selain Ibn Rusyd, terdapat juga beberapa tokoh fukaha’ dan sastrawan
lainnya yang mengalami nasib yang sama, yakni Abu
‘Abd Allah ibn Ibrahim (hakim
di afrika), Abu Ja’far
al-Dzahabi, Abu Rabi’ al-Khalif dan Nafish Abu al-‘Abbas.
Menurut Nurcholish, penindasan dan hukuman
terhaap Ibn Rusyd ini bermula karena Khalifah al-Mansyur ringin mengambil hati para tokoh agama
yang biasanya memiliki hubungan emosional dengan masyarakat awam. Khalifah
melakukan hal ini karena didesak oleh keperluan untuk memobilisasi rakyatnya
menghadapi pemberontakan orang-orang Kristen Spanyol. Disamping itu,hal yang
cukup menarik, sikap anti kaum muslim Spanyol terhadap filsafat dan para filosof
lebih keras daripada kaum muslim Maghribi atau Arab. Ini digunakan oleh
pimpinan-pimpinan agama untuk memanas-manasi sikap anti terhadap filsafat dan
cemburu kepada filosof.
Setelah pemberontakan berhasil dipadamkan
dan situasi kembali normal, khalifah menunjukkan sikap dan kecenderungannya
yang asli. Ia kembali memihak kepada pemikirab kreatif Ibn Rusyd, sutau sikap yamg sebenarnya ia warisi dari
ayahnya. Khalifah al- Mansyur merehabilitasi Ibn Rusyd an memanggilna kembali
ke istana. Ibn Rusyd kembali mendapat perlakuan hormat.
Tidak lama setelah itu, pada 19 Shafar 595 H/ 10 Desember 1197 Ibn Rusyd
meninngal dunia di kota Marakesh. Beberapa tahun setelah ia wafat, jenazahnya
dipindahkan ke kampung halamannya, Cordova.[1]
3. Pemikiran Ibnu Rusyd
1.
Agama dan
Filsafat
Masalah agama dan falsafah atau wahyu dan
akal adalah bukan hal yang baru dalam pemikiran islam, hasil pemikiran
pemikiran islam tentang hal ini tidak diterima begitu saja oleh sebagian
sarjana dan ulama islam. Telah tersebut diatas tentang reaksi Al-Ghazali
terhadap pemikiran mereka seraya menyatakan jenis-jenis kekeliruan yang
diantaranya dapat digolongkan sebagai pemikiran sesat dan kufur.
Terhadap reaksi dan sanggahan tersebut
Ibnu Rusyd tampil membela keabsahan pemikiran mereka serta membenarkan
kesesuain ajaran agama dengan pemikiran falsafah. Ia menjawab semua keberatan
imam Ghazali dengan argumen-argumen yang tidak kalah dari al-Ghazali sebelumya.
Menurut Ibnu Rusyd, Syara’ tidak
bertentangan bertentangan dengan filsafat, karena fisafat itu pada hakikatnya
tidak lebih dari bernalar tentang alam empiris ini sebagai dalil adanya
pencipta. Dalam hal ini syara’pun
telah mewajibkan orang untuk mempergunakan akalnya, seperti yang jelas dalam
irman Allah : “Apakah mereka tidak memikirkan (bernalar)tentang kerajaan
langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Allah.” (Al-Araf: 185) dan firman Allah
suiarah Al-Hasyr: 2 yang artinya:“Hendaklah kamu mengambil Itibar (ibarat)
wahai orang-orang yang berakal”.Bernalar dan ber’itibar hanya dapat
dimungkinkan dengan menggunakan kias akali,karena yang dimaksud dengan I’tibar
itui tiadak lain dari mengambil sesuatu yang belum diktahui dari apa yang belum
diketahui.
Qyas akali merupakan suatu keperluan yang
tidak dapat dielakkan. Setiap pemikir wajib mempelajari kaidah-kaidah kias dn
dalil serta mempelajari ilmu logika dan falsafah. Bernalar dengan kaidah yang
benar akan membawa kepada kebenaran yang diajarkan agama, karena kebenaran
tidak saling bertentangan, tapi saling sesuai dan menunjang.
Seperangkat ajaran yang disebut dalam
al-Qur’an dan al-Hadits sebagai sesuatu yang pada lahirnya berbeda dengan
filsafat, sehingga difahami bahwa filsafat itu bertentangan dengan agama. Dalam
hal ini Ibnu Rusyd menjawab dengan konsep takwil yang lazim digunakan dalam
masalah-masalah seperti ini.
Dalam Al-Qur’an ada ayat-ayat yang harus
difahami menurut lahirnya, tidak boleh dita’wilkan dan ada juga yang harus dita’wilakan
dari pengertian lahiriah.
Adapun jika keterangan lahiriahnya sesuai
dengan keterangan filsafat, ia wajib diterima menurut adanya. Dan jika tidak,
ia harus dita’wilkan. Namun ta’wil itu sendiri tidak sembarang orang dapat
melakukannya atau disampaikan kepada siapa saja. Yang dapat melakukan ta’wil
itu adalah para filosof atau sebagian mereka, yakni orang-orang yang telah
mantap dalam memahami ilmu pengetahuan. Adapun penyampaian ta’wil itu dibatasi
pada orang-orang yang sudah yakin, tidak kepada selain mereka yang ampang
menjadi kufur.
Agama islam kata Ibn Rusyd tidak
mengandung dalam ajarannya hal-hal yang bersifat rahasia, seperti ajaran
trinitas dalam agama Kristen. Semua ajarannya dapat dipahami akal karena akal dapat mengetahui segala yang ada.
Dari itu, iman dan pengetahuan akali merupakan kesatuan yang tidak
bertentangan, karena kebenaran itu, pada hakikatnya adalah satu.
Akan tetapi, dalam agama ada ajaran tentang hal-hal yang ghaib seperti
malikat, kebangkitan jasad, sifat-sifat surga dan neraka dan lain-lain
sebagainya yang tidak dapat diapahami akal, maka hal-hal yang seperti itu kata
Ibn Rusyd merupakan lambing atau simbolm bagi hakikat akali. Dalam hal ini, ia
menyetujui pendapat imam al-Ghazali yang mengatakan, wajib kembali kepada petunjuk-petunjuk
agama dalam hal-hal yang tidak mampu akal memahaminya.
2.
Metafisika
a. Dalil wujud
Allah
Dalam
membuktikan adanya Allah, Ibn Rusyd menolak dalil-dalil yang pernah dkemukakan
oleh beberapa golongan sebelumnya karena tidak sesuai dengan apa yang telah
digariskan oleh Syara’, baik dalam berbagai ayatnya, dan karena itu Ibn Rusyd
mengemukakan tiga dalil yang dipandangnya sesuai dengan al-Qur’an dalam berbagai
ayatnya, dank arena itu, Ibnu Rusyd mengemukakan tiga dalil yang dipandangnya
sesuai, tidak saja bagi orang awam, tapi juga bagi orang –orang khusus yang
terpelajar.
b. Dalil ‘inayah (pemeliharan)
Dalil
ini berpijak pada tujuan segala sesuatu dalam kaitan dengan manusi. Artinya
segala yang ada ini dijadikan untuk tujuan kelangsungan manusia. Pertama segala
yang ada ini sesuai dengan wujud manusia. Dan kedua, kesesuaian ini bukanlah
terjadi secara kebetulan, tetapi memang sengaj diciptakan demikian oleh sang
pencipta bijaksana.
c. Dalil
Ikhtira’ (penciptaan)
Dalil
ini didasarkan pada fenomena
ciptaan segala makhluk ini, seperti ciptaan pada kehidupan benda mati dan
berbagai jenis hewan, tumbuh-tumbuhan dan sebagainya. Menurut Ibn Rusyd, kita
mengamati benda mati lalu terjadi kehidupan padanya,sehingga yakin adanya Allah
yang menciptakannya. Demikian juga berbagai bintang dan falak di angkasa
tundujk seluruhnya kepada ketentuannya. Karena itu siapa saja yang ingin
mengetahui Allah dengan sebenarnya, maka ia wajib mengetahui hakikat segala
sesuatu di alam ini agar ia dapat mengetahui ciptaan hakiki pada semua realitas
ini.
d. Dalil
Gerak.
Dalil
ini berasal dari Aristoteles dan Ibn Rusyd memandangnya sebagi dalil yang
meyakinkan tentang adanya Allah seperti yang digunakan oleh Aristoteles
sebelumnya. Dalil ini menjelaskan bahwa gerak ini tidak tetap dalam suatu
keadaan, tetapi selalu berubah-ubah. Dan semua jenis gerak berakhir pada gerak
pada ruang, dan gerak pada ruang berakhir pada yang bergerak pad dzatnya dengan
sebab penggerak pertama yang tidak bergerak sama sekali, baik pada dzatnya
maupun pada sifatnya.
Akan
tetapi, Ibn Rusyd juga berakhir pada kesimpulan yang dikatakan oleh Aristoteles
bahwa gerak itu qadim.
e. Sifat-sifat
Allah.
Adapun
pemikiran Ibn Rusyd tentang
sifat-sifat Allah berpijak pada perbedaan alam gaib dan alam realita. Untuk
mengenal sifat-sifat Allah, Ibn Rusyd mengatakan, orang harus menggunakan dua
cara: tasybih dan tanzih (penyamaan dan pengkudusan). Berpijak pada dasar keharusan pembedaan Allah dengan manusia, maka
tidak logis memperbandingkan dua jenis ilmu itu.
3.
Fisika
a. Materi dan forma
Seperti
dalam halnya metafisika, ibnu rusyd juga di juga
di pengaruhi oleh Aristoteles dalam fisika. Dalam reori Aristoteles, ilmu
fisika membahas yang ada (maujud) yang mengalami perubahan seperti gerak dan
diam. Dari dasarnya itu, ilmu fisika adalah materi
dan forma.
Menurut
Ibn Rusyd, bahwa segala sesuatu yang berada di bawah alam falk terdiri atas materi dan forma. Materi adalah
sesuatu yang darinya ia ada, sedangkan forma adalah sesuatu yang dengannya ia
menjadi ada setelah tidak ada.
b. Sifat-sifat
jisim.
Adapun
sifat-sifat jisim ada empat macam, yaitu:
Ø Gerak
Ø Diam
Ø Zaman
Ø Ruang
c. Bangunan
alam.
Para
filosof klasik mengatakan, bahwa bentuk bundar adalah yang paling sempurna,
sehingga gerak melingkar merupakan gerak yang paling Afdol. Gerak inilah yang
kekal lagi azali. Dengan sebab gerak ini, maka jisim-jisim samawi memiliki
bentuk bundar. Karena jisim-jisim ini bergerak melingkar, maka alam semesta ini
merupakan sesuatu planit yang bergerak melingkar.Dan planit ini hanya satu
saja, sehingga tidak ada kekosongan. Demikianlah alam falak itu saling mengisi.
Jadi
alam ini terdiri dari jisim-jisim samawi yang tunggal dan benda-benda bumi yang
terdiri dari percampuran emoat anasir melalui falak-falak. Dari percampuran ini
timbulah benda-benda padat, tumbuhan hewan, dan akhirnya manusia.
4.
Manusia
Dalam
masalah manusia, Ibn Rusyd juga dipengaruhi oleh teori Aristoteles. Sebagi
bagian dari alam, manusia terdiri dari dua unsure materi dan forma.. jasad
adalah materi dan jiwa adalah forma. Seperti halnya Aristoteles, Ibnu Rusyd
membuat definisi jiwa sebagai “kesempurnaan awal bagi jisim alami yang
organis.” Jiwa disebut sebagai
kesempurnaan awal untuk membedakan dengan kesempurnaan lain yangmerupakan
pelengkap darinya, seperti yang terdapat pada berbagai perbuatan. Sedangkan
disebut organis untuk menunjukan kepada jisim yang terdiri dari
anggota-anggota. Untuk menjelaskan kesempurnaan jiwa tersebut, Ibnu Rusyd
mengkaji jenis-jenis jiwa yang menurutnya ada lima:
· Jiwa Nabati
· Jiwa perasa
· Jiwa khayal
· Jiwa
berfikir
· Jiwa
kecendrungan
5.
Kenabian
dan Mu’jizat
Allah
menyampaikan wahyu kepada umat manusia melalui rasulnya. Dan sebagai bukti
bahwa orang itu Rasul Allah, ia harus membawa tanda yang berasal darinya, dan
tanda ini disebut mukjizat. Pada seorang rasul, mukzizat itu meliputi dua hal
yang berhubungan dengan ilmu dan yang berhubungan dengan amal. Dalam hal yang
pertama, rasul itu memberitahukan jenis-jenis ilmu dan berbagai amal perbuatan
yang tidak lazim diketahui oleh manusia. Suatu hal yang diluar kebiasaan
pengetahuan manusia, sehingga ia tidak dapat mengetahuinya adalah bukti bahwa
orang yang membawanya adalah rasul yang menerima wahyu dari Allah, bukan dari
dirinya.
Ringkasnya
Ibnu Rusyd membedakan dua jenis mukjizat: mukjizat ekstern yang tidak sejalan
dengan sifat dan tugas kerasulan, seperti menyembuhkan penyakit, membelah bulan
dan sebagainya. Dan mukjizat intern yang sejalan dangan sifat dan tugas
kerasulan yang membawa syariat untuk kebahagiaan umat manuisia. Mukjizat
yangpertama yang berfungsi sebagai penguat sebagai kerasulan. Sedangkan yang
kedua sebagai bukti yang kuat tentang kerasulan yang hakiki dan merupakan jalan
keimanan bagi para ulama dan orang awamsesuai dengan kesanggupan akal
masing-masing.
6.
Politik
dan Akhlak
Seperti
yang telah disebut oleh plato, Ibnu Rusyd mengatkan, sebagai makhluk social,
manusia perlu kepada pemerintah yang didasarkan kepada kerakyatan. Sedangkan
kepala pemerintah dipegang oleh orang yang telah menghabiskan sebagian umurnya
dalam dunia filsafat, dimana ia telah mencapai tingkat tinggi . pemerintahan
islam pada awalnya menurut Ibnu rusyd adalah sangat sesuai dengan teorinya
tentang revublik utama, sehingga ia mengecam khalifah muawwiyah yang
mengalihkan pemerintahan menjadi otoriter.
Dalam
pelaksanaan kekuasaan hendaknya selalu berpijak pada keadilan yang merupakan
sendinya yang esensial. Hal ini karena adil itu adalah produk ma;rifat,
sedangkan kezaliman adalah produk kejahilan.
Ibnu
Rusyd mengatakan bahwa dalam Negara utama orang tidak memerlukan lagi kepada
hakim dan dokter karena segala sesuatu berjalan secara seimbang, tidak lebih
dan tidak berrkurang.hal ini karena keutamaan itu sendiri mengandung dalam
dirinya keharusan menghormati hak orang lain dan melakukan kewajiban.
Khusus
tentang wanita , Ibnu rusyd sangat membela kedudukannya yang sangat penting
dalam Negara. Pada hakikatnya, anita tidak berbeda dengan pria pada watak dan
daya kekuatan. Dan jikapun ada, maka itu hanya ada pada kuantitas daya dan pada
beberapa bidang saja. Dan jika dalam kerja, ia dibawa tingkat pria, tetapi
iamelebihinya dalam bidang seni, seperti music. Menurut Ibnu Rusyd, masyarakat
islam tidak akan maju, selama tidak membebaskan wanita dari berbagai ikatan dan
kekangan yang membelenggu kebebasannya.[2]
4. Karya-karya Ibn Rusyd
Ibnu
Rusyd adalah seorang ulama besar dan pengulas
yang dalam filsafat Aristoteles.
Kegemarannya terhadap ilmu sukar dicari bandingnnya, karena menurut riwayat,
sejak kecil sampai tuanya ia tak pernah membaca dan menelaah kitab, kecuali
pada malam ayahnya meninggal dan dalam perkawinan dirinya.
Karangannya meliputi
berbagai-bagai ilmu, seperti fiqih, usul, bahasa, kedokteran, astronom politik,
akhlak dan filsafat. Tidak kurang dari sepuluh ribu lembar yang telah
ditulisnya. Buku-bukunya adakalanya merupakan karangan sendiri, atau ulasan
atau ringkasan. Karma sangat tinggi penghargaannya terhadap aristoteles, maka
tidak mengherankan jik ia memberi perhatiannya yang besar untuk mengulaskan dan
meringkaskan filsafat Aristoteles.Buku-buku
yang lain yang diulasnya adalah buku Karangan Plato,
Iskandar Aphrodisias, Plotinus, Galinus, Al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Ghazali, dan
Ibnu Bajjah.[3]
Karya-karya aslinya dari Ibnu Rusyd yang penting, yaitu:
1.
Tahafut
al-Tahafut (The incoherence of the incoherence = kacau balau yang kacau). Sebuah buku
yang sampai ke Eropa, dengan rupa yang lebih terang, daripada buku-bukunya yang
pernah dibaca oleh orang Eropa sebelumnya. Dalam buku ini kelihatan jelas
pribadinya, sebagai seorang muslim yang saleh dan taat pada agamanya. Buku ini
lebih terkenal dalam kalangan filsafat dan ilmu kalam untuk membela filsafat
dari serangan al-ghazali dalam bukunya yang berjudul Tahafut al-Falasifah.
2.
Kulliyat
fit Thib (aturan Umum Kedokteran), terdiri atas 16 jilid.
3.
Mabadiul
Falasifah, Pengantar Ilmu Filsafat. Buku ini terdiri
dari 12 bab.
4.
Tafsir
Urjuza, Kitab Ilmu Pengobatan.
5.
Taslul, Tentang
Ilmu kalam.
6.
Kasful
Adillah, Sebuah buku Scholastik, buku filsafat dan
agama.
7.
Muwafaqatil
hikmatiwal Syari’ah, persamaan filafat degan agama.
8.
Bidayatul
Mujtahid, perbandingan mazhab dalam fiqh dengan menyeutkan
alasan-alasannya masing-masing.
9.
Risalah
al-kharaj (tentang perpajakan)
- Kesimpulan
Nama
lengkap Ibnu Rusyd adalah Muhammad
ibnu Ahmad bin Muhammad Ibn Ahmad Ibn Rusyd atau Abu Al-Walid atau Averroeslahir
di Cordova, 1126M (520 H)
Ia berasal dari keluarga ilmuan.
Masalah agama dan falsafah atau wahyu dan akal adalah bukan
hal yang baru dalam pemikiran islam, hasil pemikiran pemikiran islam tentang
hal ini tidak diterima begitu saja oleh sebagian sarjana dan ulama islam
Dalam masalah manusia, Ibn Rusyd juga dipengaruhi oleh teori
Aristoteles. Sebagi bagian dari alam, manusia terdiri dari dua unsure materi
dan forma.. jasad adalah materi dan jiwa adalah forma.
Allah
menyampaikan wahyu kepada umat manusia melalui rasulnya. Dan sebagai bukti
bahwa orang itu Rasul Allah, ia harus membawa tanda yang berasal darinya, dan
tanda ini disebut mukjizat. Pada seorang rasul, mukzizat itu meliputi dua hal
yang berhubungan dengan ilmu dan yang berhubungan dengan amal. Dalam
Seperti
yang telah disebut oleh plato, Ibnu Rusyd mengatkan, sebagai makhluk social,
manusia perlu kepada pemerintah yang didasarkan kepada kerakyatan. Sedangkan
kepala pemerintah dipegang oleh orang yang telah menghabiskan sebagian umurnya
dalam dunia filsafat, dimana ia telah mencapai tingkat tinggi .
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Daudy, Kuliah Filsafat
Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1986
Ahmad Hanafi, Pengantar
filsafat islam, Bulan Bintang: Jakarta, Thawil
Akhyar Dasoeki, Sebuah
Kompilasi Filsafat Islam, Semarang; Dina Utama Semarang, 1993
0 komentar:
Posting Komentar