PENDAHULUAN
Materialisme[1]
berasal dari kata materi[2] dan
isme, materialisme hadir atau muncul setelah positivisme. positivisme pada
minggu yang lalu telah dijelaskan bahwa positivisme membatasi dirinya pada
fakta-fakta[3]
dan menolak sesuatu yang melampaui fakta
tersebut. Sehingga positivisme tidak bisa menempatkan hal-hal yang metafisik.
Berbeda dengan materialisme, karena pada materialisme segala sesuatu itu, atau
seluruh realitas itu terdiri dari materi. Kesimpulannya adalah segala sesuatu
yang meliputi benda-benda atau kejadian, itu bisa dan dapat dijabarkan oleh
materi, itu sebabnya yang metafisika pun mungkin diakui oleh materialisme,
karena materialisme iu sendiri adalah berdasarkan pada metafisika[4].
Perlu
diketahui bahwa materialisme ada dua kelompok, pertama, kelompok yang meneruskan materialisme dari masa aufklarung[5],
dan kedua, kelompok yang muncul
sebagai reaksi atas idealisme[6].
Kelompok kedua ini dalam pemikiran filsafat menjadi sangat penting untuk diberi
sebuah perhatian khusus, dari pada kelompok yang pertama yang lebih pada kalangan
sains dan tidak untuk filsafat. Dan makalah kali ini mencoba menjelaskan
tentang kelompok yang kedua, yakni kelompok yang menjadi reaksi atas idealis,
lebih tepatnya setelah meninggalnya Hegel, yang mengakibatkan terpecahnya murid
Hegel menjadi dua golongan: yang disebut juga dengan Hegelian sayap kanan yang
bersikap konservatif, mereka yang menganggap bahwa filsafat berhenti pada
Hegel, dan Hegelian sayap kiri, yang lebih menolak dengan memandang bahwa
filsafat tidak berhenti pada Hegel, mereka pun meneruskan filsafat Hegel dengan
menggunakan prinsip Hegelian. Tokoh dalam
kelompok (sayap kiri) ini adalah Ludwig Feuerbach dan Karl Henrich Marx, lebih
jelasnya mengenai kedua tokoh ini bisa dibaca dalam makalah ini, namun disini
kami membatasi pemikiran kedua tokoh ini dalam dua hal yakni materialisme pada
masing-masing tokoh dan seputar alienasi[7].
LUDWIG FEUERBACH
Dalam pendahuluan sedikit dijelaskan
bahwa setelah meninggalnya Hegel ada dua
kubu dari Hegelian yakni Hegelian sayap kanan dan Hegelian sayap kiri, dan
Feuerbach salah satu yang masuk pada Hegelian sayap kiri[8].
Feuerbach lahir di Landshut, Jerman, tahun 1804[9].
Ia pernah belajar Teologi Protestan di kota Heidelberg dan beralih belajar
filsafat pada Hegel di Berlin. Feuerbach pernah mengajar di Erlangen tanpa di
gaji, dan kurang diterima dalam jabatan akademis membuat ia mengambil keputusan
untuk belajar sendiri dan mulai menulis. Karya Feuerbach yang paling penting
dan terkenal pada saat itu adalah Das
Wessen des Christentums (hakikat Agama Kristen), Das Wessen der Relegion (Hakikat Agama)[10]
dan Theogonie (asal Keilahian). Ia
meninggal di Nurenberg pada tahun 1872[11].
POKOK PIKIRAN FEUERBACH
Marx mengatakan bahwa Feuerbach
adalah tokoh yang memperlihatkan bahwa filsafat adalah tidak lebih dari agama
yang disisipkan kedalam pemikiran dan dikembangkan oleh pemikiran. Lebih lanjut
Marx berpendapat bahwa memberikan sebuah reduksi pada filsafat. filsafat adalah tidak lebih dari sesutau yang
“liyan”, yang disisipkan kedalam
pemikiran bentuk reduksi Feuerbach terhadap filsafat yakni dengan menganggap
liyan tersebut adalah agama dan antropologi. Berbeda dengan Marx mengartikan
liyan dengan “ekonomis politik”[12].
1.
Idealisme menjadi Materialisme
Idealism menjadi materialisme ini
dimulai saat Feuerbach mengeluarkan statement bahwa seluruh kenyataan itu
diambil dari alam material sebagai kenyataan akhir. Meskipun Feuerbach sendiri
menyadari bahwa adanya alam itu bisa diketahui lewat pikiran, dan objek dapat
dipahami oleh subjek yang sadar. Dari term “sadar” ini menimbulkan sebuah
pertanyaan, bagaiman bisa kesadaran itu muncul tanpa ada yang disadari lebih
dulu. Dengan kata lain jika manusia yang menjadi subyek menginginkan menjadi
keberadaan alam ia harus membedakan dirinya dengan lam tersebut. Bisa diartikan
bahwa alam tersebut menjadi dasar bagi kesedaran, sebab tanpanya tidak mungkin
muncul perbedaan itu. Menurutnya filsafat yang selama ini dibangun oleh Hegel
tidaklah cocok dengan kenyataan indrawi yang konkret, karena kenyataan inderawi
yang konkret itu adalah alam material itu sendiri. Dan alam merupakan dasar
terakhir dari kenyataan, artinya seluruh kenyataan dapat dikembalikan pada alam
material sebagai kenyataan akhir.[13]Dari
kritik Feuerbach ini, ia juga menyimpulkan bahwa alam adalah dasar bagi
manusia. Lebih lanjut ia juga mengubah istilah “Idea”, “Roh”, “Logos” yang ada
pada Hegel menjadi Alam Material. Tujuan dari kritik-kritik Feuerbach ini
adalah untuk mengubah idealism menjadi materialisme[14].
Kembali
pada permasalahan tentang alam material
sebagai kenyataan terakhir, dari pandangan ini, selain manusia mampu sadar
diri, karena bisa membedakan dirinya dengan alam, manusia juga mampu
merefleksikan hakikat dirinya sendiri. Tapi tetap didasarkan pada alam. Menurut
Feuerbach yang dimaksud dengan hakikat manusia adalah rasio, kehendak,dan
hatinya. Dari hakikat manusia ini dapat diidealisasikan sampai yang tak
terhingga, yang disebut dengan “Allah”, dalam agama Kristen, idealisasi
tersebut jelas: yakni Allah dipahami yang Mahatahu (rasio sempurna), yang
Mahabaik (kehendak sempurna), dan kasih (hati sempurna)[15],
karena “Allah” adalah suatu mimpi dari manusia. Untuk itu kata “Alllah” harus
diganti dengan hakikat manusia, Agama harus diganti dengan politik. Itu
disebabkan manusia sudah terlalu lama diasingkan dari dirinya sendiri[16].
Kata Feuerbach, manusia harus dikembalikan kepada dirinya sendiri. Sedikit
perlu diingat disini Feuerbach tidak berusaha menghapus agama, ia tetap
menghargai agama, tetapi hanya sebagai ajaran tentang manusia. Ia hanya ingin
menyempurnakannya, dengan cara filsafat harus dilebur dengan agama. Agama
menurut Feuerbach adalah hubungan atas dasar sayang antar makhluk. Dan apa yang
disebut sebagai hakikat Allah tak lain adalah hakikat manusia itu sendiri. Dengan
mengasalkan hakikat manusia adaah hakikat Allah, “Homo homini Deus est”, manusia adalah Allah untuk sesama, dalama
kata lain manusia itu Allah untuk sesama[17].
Feuerbach memandang bahwa teologi itu tak lain juga merupakan antropologi.
Dimata Feuerbach teologi sangatlah
penting sekali, dan bukan sesuatu yang tak berarti. Teologi sangat penting dan
sangat berarti, tetapi bukan sebagai ajaran tentang Allah, melainkan sebagai
antropologi. Teologi-lah yang mengajarkan manusia tentang hakikat manusia
sendiri, manusia adalah pusat, sebagai awal dan akhir agama. Dalam pengertian
lain teologi tidaklah diganti melainkan dibaca sebagai antropologi.
2.
Alienasi dan proyeksi
Alienasi menurut Feuerbach adalah menjadi penyakit dari
manusia yang harus disembuhkan dengan cara manusia harus mengerti, bahwa
“Allah” hanya merupakan ciptaan dari ia sendiri, sehngga ia bukan lagi menjadi
hamba bagi ciptaan yang diciptakannya, yakni obyek menjadi obyeknya. Dan karena
itu manusia tidak bisa bebas, kecuali dengan mengerti kekeliruannya. Manusia
tidak diciptakan oleh Allah tetapi Allah-lah yg diciptakan manusia. alienasi
itu ada dari tiga proses, yakni: (1), kesadaran yang tak terhingga, 2), dari
“ketakterhinggan” ini disebutlah dengan kata “Allah”, 3). Allah untuk di sembah
dan dihormati. Dari tiga proses ini manusia memandang dirinya sebagai “ciptaan”
dari ciptaanya, atau, ia (manusia) telah memproyeksikan kebebasan diluar
dirinya sendiri, yaitu atas ciptaanya. Dari sinilah manusia mulai terasingkan
atau teralienasi dari dirinya sendiri[18].
Dan Feuerbach menyebut alienasi sebagi sebuah penyakit yang harus
disembuhkan.
Hubungan alienasi dengan proyeksi,
ia sependapat dengan idealismenya Hegel yang mengartikan proyeksi diri itu
adalah sebuah alienasi diri. Dari tiga tahap diatas, manusia memproyeksikan
dirinya keluar, kemudian manusia mengangap berbeda hasil proyeksinya dengan
dirinya sendiri. Dan mengangap hasil proyeksi dapat berdiri sendiri dan jauh di
luar dirinya. Proyeksi tersebut tak lain adalah Allah. Jika sudah kita ketahui
bahwa Allah adalah bentuk alienasi dari manusia, maka agama adalah sebuah
kenyataan yang negative yang harus diatasi oleh manusia. Manusia
mengalienasikan dirinya kedalam agama. Tetapi, Feuerbach tidak langsung
menganggap bahwa agama itu sia-sia. Karena manusia tidak bisa menghindari
dirinya untuk mengalienasikan dirinya sehingga menghasilkan proyeksi, sebab
proyeksi tersebut adalah hakikat kesadaran dirinya akan hakikatnya sendiri.
Ketika manusia sudah bisa menyadari hakikat akan dirinya, baru manusia bisa
menghilangkan alienasi terhadap dirinya, atau keterasingan dirinya.[19]
Dalam Feuerbach sebenarnya, bukan
agama yang diperbaiki, tetapi orang yang beragamalah yang harus diperbaiki. Ada
hal yang objektif itu ada diluar diri kita, yang tidak kita tolak walaupun
diproyeksikan (Allah). Namun dalam Feuerbach adanya ketidak konsistenan dalam
mengambil dialektikanya Hegel, kenapa yang idambil hanya dialektikanya saja
tidak sebanarnya.
MENGENAL KARL MARX[20]
Biografi
1818 : Lahir di Trer pada
tanggal 5 Mei
1835 : Selesai Gymnasium,
studi di Bonn
1836 : Masuk studi filsafat
di Berlin
1837 : Menjadi anggota di
Doktorclub dan mempelajari filsafat Hegel
1841 : Promosi doktor di
Jena
1842 : Redaktur Rheinische
Zeitung
1845 : Die Heilige
Familie terbit
1847 : Terbit Das Elend
der Philosophie
1848 : Menulis Manifest
der Kommunistischen Partei
1866 : Internationale I
1867 : Terbit Das Kapital
Jilid 1
1883 : Meninggal di London
pada tanggal 14 Maret[21]
Karl Henrich Marx,
yang sering disebut Karl Marx, dilahirkan di Trier, Jerman Barat pada tanggal 5
Mei 1818. Marx adalah seorang Yahudi. Ayahnya adalah seorang pengacara atau
advokat. Marx kecil pada usia 6 tahun dibaptis masuk dalam gereja protestan. Dia
melanjutkan studi sarjananya di Universitas Bonn, dengan mengambil jurusan
Hukum. Keingintahuan Marx terhadap berbagai macam disiplin ilmu, membuat
pengetahuannya luas, hingga ia menaruh minat terdalamnya terhadap filsafat di
Universitas Berlin. Di Berlin Marx menaruh bukan termasuk mahasiswa yang
teladan, walaupun ia sangat meminati filsafat Hegel, yang sedang berkembang
disana, hingga kemudian mempengaruhi pikirannya. Marx yang sering menulis puisi
pada masa mudanya, diketahui hingga hari tua masih membaca karya-karya
fenomental tokoh dunia sastra, seperti Shakespeare dan lain-lain. Minat
terhadap filsafat Hegel, membawa Marx ikut serta dalam kegiatan-kegiatan
diskusi di forum Doctorclub,
komunitas muda Hegelian sayap kiri. Namun aktivitas tersebut tidaklah
berlangsung lama, karena memiliki kecenderungan kebosanan terhadap pandangan
teoritis kelompok tersebut. Kemudian Marx melanjutkan doktoratnya di
Universitas Jenna, dengan menyelesaikan studinya tersebut pada saat usia dua
puluh tiga tahun, melalui disertasinya tentang “Perbedaan Filsafat Alam
Demokritos dan Epikuros” (Die Differenz
der Demokritischen und Epikurieschen Naturphilosophie). Terdapat suatu alas
an yang tidak mungkin terhadap karier Marx dalam bidang melanjutkan bidang
akademisnya, karena pikiran-pikirannya dianggap teralu eksrem. Ia melanjutkan
kegiatannya di Koln sebagai editor utama sebuah surat kabar, Rheinische Zeitung. Namun kegiatannya
tersebut mendapat reaksi keras dari pemerntahan Prussia, yang mengakibatkan
dirinya meninggalkan Koln menuju Paris. Di Paris, Marx bertemu dengan Freidich
Engels, seorang bangsawan yang kemudian menjadi sahabat seumur hidup Karl Marx.
Merka bersama-sama menulis Die Heilige
Familie (Keluarga Kudus)
Pikiran-pikiran Marx
melibatkan dirinya ikut dalam masalah-masalah social dan sering mengkritisi
Pemerintahan Jerman yang mengakibatkan dirinya di usir dari Paris ke Brussel.
Dikota ini, Marx dan Engels menerbitkan buku yang terkenal hingga saat ini,
yaitu Manifest der Kommunitisechen Partei
(Manifesto Komunis). Kegagalan revolusi Jerman pada tahun 1848, membuat
Marx ditahan, selanjutnya diusir ke London. Di dalam British Library, dia
menghabiskan sebagian besar waktunya untuk menulis dan membacar buku secara
intens dalam kondisi keuangan yang kritis. Kemudian Engels sebagai sahabatnya,
membantu Marx dalam menghidupi keluarganya demi focus terhadap kegiatannya
tersebut. Ketika istri Marx, Jenny, sedang selit dimasa tuanya. Marx senantiasa
menemaninya, disertai aktivitasnya yang menyukai pembahasan/memecahkan persoalan
dalm kalkulus. Secara dari buku-buku karangan yang telah disebutkan, masih ada
adikarya pikiran-pikiran marx yaitu: Das capital, Das Elend der Philosophie (
Kemiskinan filsafat), Thesen Uber Feuerbach (Tesis-tesis Feuerbach) dan masih
banyak lagi, Marx memiliki 7 anak, namun hanya 3 yang mampu membaca kaya-karya
ayahnya, dikarenakan 4 anaknya meninggal dalam kecelakaan.
Terdapat Interpretasi terhadap diri
Marx, yang menimbulkan istilah Marx muda dan Marx Tua. Marx dapat dipandang
ekonom, sosiolog, Filsuf, Ideolog, karena ajaran-ajaranya yang mendalam. David
Ryazanor, seorang Marxis pada tahun 1932, mebuat analisis bahwa terdapat alur
pemikiran marx yang berlainan pada das capital, dibanding dengan maha karya
sebelumnya. Pada karya-karya sebelum das capital, marx dipandang sebagai
seorang filsuf yang Humanists dari pada seorang yang ekonom yang determinstis.
MATERIALISM HISTORIS KARL MARX
Sebagai pengantar
untuk memahami filsafat materialism Historis Karl Marx, terlebih dahulu kita
mengetahui maksud dari materialism dalam kerangka berikir Marx. Karl Marx tidak
pernah menggunakan kata “Materialisme Historis”[22], namun dia menggunakan
kata “Metode Dialektika”. Metode dialektika dalam kerangka berpikir marx, cukup
berbeda dengan metode dialektika Hegel, walaupun marx sangat dipengaruhi oleh
metode dialektika Hegel. Marx tidak mengkonsepsikan materialisme sebagai seuatu
ideology yang mengacu pada kesatuan atau kenyataan akhir adalah materi,
sebagaimana banyak dipahami oleh “individu-individu awam” yang fobia terhadap
terhadap pemikiran Marx pada sitem komunisnya, namun terasingkan oleh
kerangka-kerangka berpikir Marx. Marx juga menghindari system materialism
para borjuis, yang menetukan sejarah manusia dengan mengabaikan sejarah dan
prosesnya[23].
Apa yang dimaksud oleh Karl Marx,
sehingga dapat disebut dengan materialism historis?, adalah sebuah proses
sejarah manusia yang tidak mengabaikan kerja social manusia sebagai aktivitas
dirinya[24]. Istilah materialism
disini lebih cenderung sebagai aktivitas fundamental manusia, dan istilah
historis disini lebih cenderung pada pengertian tentang perjuangan kelas-kelas[25]. Sedangkan dalam metode
dialektiakanya, Marx mengacu pada kondisi-kondisi fundamental eksistensi
manusia[26]. Selaras juga yang
diterangkan oleh Kers Bertens tentang materialism historis Karl Marx, bahwa
sebagai dasar pikiran sejarah manusia ditentukan/dideterminasi oleh
perkembangan sarana-sarana produksi materil[27].
Pandangan Marx tersebut mewarnai
pikiran-pikiran Jerman, yang dipengaruhi oleh Hegel dan memiliki perbedaan yang
cukup jauh. Bagi Marx,aktivitas produksi manusialah yang menentukan kesadaran,
bukan kesadaran yang menentukan aktivitas prosuksi. Berbeda dengan pemahaman
para pemikir Jerman pada zamanya yang mengatakan bahwa kesadaran yang
menentukan aktivitas produksi. Erich Fromm mengutip perkataan Karl Marx sebagai
berikut “kami berangkat dari manusia yang nyata aktif, dan berdasarkan proses
kehidupannya yang nyata, kami menunjukkan perkembangan gerak refles dan gema ideologis
dari proses kehidupan”[28]. Pandangan tersebut
menuntun kita bahwa manusialah yang menentukan kesadaran sendiri melalui
aktivitas produksi yang berhubungan dengan sarana produksi, manusia mampu
menentukan kesadarn akan eksistensi aktualnya sebagai manusia. Karena
perkembangan kesadaran pemikiran manusia dapat ditentukan dengan bagaimana,
apa, dan melalui apa manusia tersebut berproduksi. Manusia sebagai pekerja yang
memperkerjakan dirinya untuk berproduksi sehingga menghasilkan produk, memiliki
waktu yag cukup sedikit bagi dirinya untuk berpikir tentang kesadaran diri.
Perbedaan terdapat dalam eksisitensi pemodal yang memiliki sarana-sarana
produksi dengan tidak memperkerjakan dirinya sebagai pekerja, mempunyai swaktu
lebih lama berpikir mengenai kesadaran diri. Hubungan pekerja dan pemilik moda
tersebut adalah hubungan-hubungan produksi.
Perbedaan dalam hubungan-hubunngan
produksi memiliki pengaruh pada perbedaan kesadaran, kesadaran yang dikonsepka
tersebut adalah sebuah kelas (basis ekonomi) yang dapat menentukan basis
superstruktur (Filsafat, hokum, politik, seni, ideology, ilmu dst)[29]. Hubungan-hubungan
produksi yang menentukan konsepsi kesadaran memiliki pertentangan didalamnya.
Mengapa demikian?, hubungan produksi tidak cocok lagi dengan sarana-sarana
produksi, karena hubungan-hubungan produksi lebih cenderung progresif melalui
kesadaran-kesadaran pekerja dan sarana-sarana produksi telah disadari oleh
pekerja sebagai bahan eksploitasi dirinya terhadap pekerjaan, sehingga
meletuslah revolusi yang tak terhindarkan. [30]Kesadaran buruh (pekerja)
akan kedudukan kedua pihak (antara dirinya dan pemodal) yang tidak memiliki
kesamaan dalam proses produksi adalah kesadaran yang disadari oleh buruh.
Kedudukan objektif tersebut diistilahkan oleh Marx sebagai “kelas”.[31]
Dapat diketahui
disini, Marx dalam hal pertentangan kedududan objektif menyebutnya sebagai
“perjuangan kelas-kelas”, sebagai langkah awal menuju masyarakat tanpa kelas.
Hal tersebut juga menjadi peubahan dalam konsep kesadaran yang dikonsepsikan.
Dalam proses pertentangan tersebut, Marx melihat bahwa fungsi agama sebelum
terjadinya revolusi adalah sebagai “candu rakyat”, yang menjadikan manusia
melepaskan diri eksistensi tak-bahagian dalam social-ekonomi, menuju
khayalan-khayalan tentang kebahagiaan.[32]Kemudian Marx dalam Manifest der Kommunitischen Partei
memberikan tempat pada peranan manusia sebagai agen perubahan sejarah, dengan
kalimat “Sejarah semua masyarakat sampai pada hari ini adalah sejarah
perjuangan kelas-kelas”.[33]
Sebenarnya apa yang
diinginkan oleh Karl Marx?, dalam menjawab keinginan Marx dalam materialism
historis, kita dapat melihat analisis paragraph-paragraf sebelum ini, bahwa
Marx menginginkan sebuah keadaan masyarakat yang memiliki kedudukan yang
seimbang. Inilah yang menjadi sifat humanis Marx, yang focus terhadap keadaan
buruh dan hubungan-hubungan produksi. Bagi Marx, produksi bukanlah sebuah
eksistensi subjek yang tereksploitasi oleh subjek lain (pemodal). Proses
produksi manusia memiliki keinginan bebas, dapat memilih dan lebih-dari-sekedar
berproduksi produk yang dihasilkan. Proses produksi produk manusia tidak sama
dengan hewan. Hewan memiliki proses produksi yang mekanistis deterministic.
Manusia lebih dari sekedar memuaskan keadaan fisik untuk dapat melangsungkan
hidup. Produksi manusia merupakan sebuah ekspresi eksistensi diri terhadap
alam. Alam memiliki hubungan intergrasi dengan manusia, yang disebut oleh K.
Bertens sebagai alam yang “dihumanisir” dan manusia yang “dinaturisir”.
Kemudian Erich Fromm menyatakan Marx berpendapat bahwa pekerja (buruh) adalah
factor yang menjembatani antara manusia dan alam.[34]
MASALAH ALIENASI (ENTFREMBUNG)
Permasalahan tentang alienasi sudah hadir pada tokoh-tokoh sebelum
Karl Max yaitu, Hegel dan Feuerbach. Sebagaimana Feuerbach mengeritik alienasi
Hegel tentang Filsafat Sejarah, yang menjadi sitem antropologi teologis, yang
mengungkapkan diri dalam objek agama sebagai esensi manusia yang dilahirkan.
Marx sejalan dengan hal tersebut dalam “mereduksi” alienasi iddealistik menjadi
sebuah alienasi materialistik. Namun, Marx tidak seperi Feuerbach dalam membawa
alienasi pada tahap metafisik teologis. Marx cederung membawa tema alienasi
pada kondisi “material” pekerja, yang oleh budi hardiman disebut proses-proses
produksi atau pekerja sosial masyarakat[35].
Marx memandnag pemikiran Hegel tentang alienasi sebagai suatu yang
abstrak dalam proses historis keberadaan manusia. Marx memutuskan untuk
memmbenarkan proses tersebut dalam bentuk konkrit dan aktual dari dalam teori
sosial-ekonomis. Namun Marx dalam memandang alienasi sosial-ekonomis praktis
juga dipengaruhi oleh Hegel dalam Phanomenologie des Geistes, yang sudah
menjelaskan lebih dahulu tentang eksistensi dalam diri manusia dipahami melalui
kerja.[36]
Dalam esaynya “on the Jenish Quetion”, Marx menyatakan “verausarung”
adalah aktivitas “entavisserung” (pengontrakan adalah aktivitas
pelepasan).[37]
Esai tersebut dipengaruhi oleh tulisan Hegel dalam Philosophy of Right.
Ricard.[38]
Erich Fromm menegaskan, bagi Marx konsep alienasi ini berdasarkan pada perbedaann
bahwa eksistensi manusia teralienasi dari esensinya. Manusia pada kenyataannnya
bukanlah makhluk yang ada secara potensial, bahwa mannusia itu ada pada apa yang dia harus menjadi, tetapi
manusia ada menjadi apa yang dia dapat menjadi[39].
Kondisi-kondisi material adalahsebuah proses produksi kerja sosial manusia dengan
masyarakat dan alam. Kerja sebagai aktivitas subjek bagi Marx adalah sebuah
aktivitas aktif antara hubungan manusia dengan alamasing”, penciptaan sebuah
karya baru, maupun refleksi dalam proses penciptaan dirinya sendiri. Hubungan
kerja bersifat integral, manusia mampu mengubah alam sesuai keinginannya,
dengan hubungan yang harmonis. Selain itu menurut Marx, kerja juga merupakan
kenyataan eksistensi manusia sebagai mahluk sosial, sebab produk merupakan
pekerja yang telah diaktualkan oleh objek dan berubah menjadi benda fisik.
Produk ini adalah hasil objektifikasi yang bisa diakui atau dimanfaatkan oleh
orang lain. [40]
Masyarakat industri menjadi sebuah hasil “dentuman” yang
menegaskan kondisi-kondisi material menjadi sebuah “kerja upahan” (Lohnarbeit).[41] Pekerja
menjual tenaga melalui sistim upah, buruh melepaskan eksistensi kreatif
keinginan, kebebasan dan rencana terhadap produk hasil produksinya. Produk
hasil produksinya menjadi “terasing” oleh aktivitas produksi buruh. Kekuasaan
buruh akan hasil produksinya menjadi kepemilikan pemodal. Kondisi ini
menciptakan bentuk teralienasi. Bukan hanya pada produknya sebagai hasil kerja,
juga aktifitas produksi. Mengapa demikian? Karena buruh telah terlepas dari
sifat-sifat pekerja dan konsekuensinya buruh memiliki perasaan sengsara,
timbulnya rasa keterpaksaan, hingga pada kerusakan mental. Penderitaan yang
buruh alami adalah dampak dari teralienasinya hubungan antara pekerja dengan
aktifitas yang dialami.[42] Kemudian
buruh pekerja hanya sekedar memperalat dirinya utuk tetap bertahan hidup.[43] Akhirnya,
terjadi persaingan diantara para pekerja dan permusuhan antara pekerja dan
majikan, sehingga pekerja (buruh) teralienasi dari kondisi sosialnya.[44] Menurut
Marx, perbudakan itu terjadi dalam hubungan pekerja dan produksi, dan semua
jenis perbudakan hanya merupakan konsekuensi dari hubungan ini.[45]
Apa yang menjadi penyebab masyarakat industri menjadi sebab atas
teralienasinya manusia?. Marx melihat bahwa sistem kapitalisme, yang meneguhkan
institusi-institusi milik pribadi, yakni hak milik atas alat-alat produksi.[46] Kemudian
Marx dalam Das Kapital nya, menyatakan bahwa sistem kapitalis, alat-alat
produksi mengubah dirinya menjadi alat untuk menguasai dan untuk mengeskploitasi
pembuatnya. Alat-alata tersebut menjadi buruh, sehingga menjadi sekedar bagian
dari manausia, munurunkan potensial manusia menjadi bagian mesin yang
mekanistik. Alat-alat tersebut juga memisahakan manusia dari potensialitas
intelektual dari diri buruh. Sebagaimana sains yang dimilikinya sebagai sebuah
kekuasaan yang independent.[47] Selanjutnya
Marx juga menjelaskan bahwa alienasi tidak disebabkan oleh individu-individu,
melainkan oleh proses objektif yang mengatasi individu-individu, yaitu mekanisme
hak-hak milik dalam masyarakat yang menjadi sebab hadirnya dua kelas
pertentangan yang berkontradiksi: kelas buruh dan pekerja.[48] Hal
ini teratasi oleh makin berkembangnya hubungan-hubungan produksi, yang tidak
didukung oleh sarana-sarana produksi, kemudian lahir revolusi prolesariat, yang
mengambil alih kemajuan para pemodal.[49]
Homovebrian
(pekerjaaan) adalah identitas manusia yag tidak bisa di beli atau
dibayar
Contohnya, seorang pelukis identitasnya adalah lukisannya, karena
lukisan seorang pelukis tidak bisa dihargai berappun ahrganya. Cita-cita Karl
Marx adalah komunis industrial dan itu bisa terwujud, jika ada hubungan yang
harmonis antara kaum kapitalis (pemilik modal) dengan buruh (pekerja). Yang
menjadi masalah adalah eksploitasi dari kapitalis terhadap kaum buruh sehingga
terjadi kelas-kelas. Hingga martabatnya terbatas yang terpenting untuk
mengatasi eksploitasi adalah Humanisasi Manusia (Memanusiakan Manusia)
Daftar pustaka
Bagus, Lorens, Kamus Filsafat, cet. 4, Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama, 2005
Bertens, Kees, Ringkasan Sejarah Filsafat, cet. V, Yogyakarta: Kanisius, 1986
Hardiman, F. Budi Filsafat Modern: Dari Machiavelli sampai
Nietzsche, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2004
Hamersma,
Harry ,Tokoh-tokoh
Filsafat Barat Modern, Cet III, Jakarta:PT Gramedia, 1986
Schacht, Richard, Alienasi: Sebuah Pengantar paling
Komprehensif, penerjemah. Ikramul Mulyaddin, cet. V, Yogyakarta: Jalasutra,
2009
Erich Fromm, Marx’s Concept of Man, diterjemahkan oleh Agung Prihantoro, Konsep Manusia Menurut Marx. Yogjakarta:
Pustaka Pelajar, 2004
[1] Materialisme
Inggris
: materialism
Ajaran yang menekankan keunggulan
faktor-faktor material atas yang spiritual dalam metafisika, teori nilai, fisiologi,
epistemology atau penjelasan historis.
Beberapa
pengertian.
1.
Pada satu kutub ekstrim, materialism merupakan
keyainan bahwa tidak ada sesuatu selain materi yang sedang bergerak. Pikiran (
roh, kesadaran, jiwa) tidak lain adalah materi yag sedang bergerak. Pada kutub
ekstrim lainnya, materialism merupakan keyakinan bahwa pikiran sungguh-sungguh
ada tetapi disebabkan oelh perubahan-perubahan material dan sama sekali
tergantung pada materi. Piiran tidak memiliki kedaygunaan kausal, juga tidak
mutlak perlu untuk berfugsinya alam semseta material.
2.
Tidak ada Allah atau dunia
adikodrati (supranatural). Relaitas satu-satunya adalaah materi dan segala
sesuatu merupakan manifestasi dari aktivitas materi.
3.
Materi dan aktivitas bersifat
abadi. Tidak ada sebab pertama atau pengerak pertama. Lihat di Lorens Bagus, Kamus Filsafat, cet. 4 ( Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
2005), h. 593-594
[2] Materi
Inggris:
Matter, Latin: Materia ( materi, bahan
untuk menysuun sesuatu)
Beberapa
pengertiana
1.
Unsur fisik atau material daris
esuatu. Apa yag menjadi asal tersusunya suatu objek fisik.
2.
Apa yang mengsisi ruang, yang
sebagian besar diraba, dapat diamati secara empiris. Bersama dengan energy,
materi dianggap sebagai dasar semua gejala ilmiah. Beberapa ciri lain yang
terkait dengan materi: atomic atau korpuskular dalam alam (atau suatu
kontunuitas gelombang-gelombang)., tak dapat ditembus, tak dapat dibagi (atau
dapat dibagi), memilki potensi utuk menimbulkan aktiviatas atau perubahan
fisik, memiliki kelembaman, abadi, bergerak, sendiri ( atau tidak bergerak
sendiri), mempunyai massa (kendati ada beberapa tingkat materi seperti cahaya
di mana massa tidak berpautan datangnya). 3
3.
Dasar dari semua realitas ( yang
tidak dapat ditentukan)
4.
Sebab dasariah dari
pengalaman. Lihat pada Lorens Bagus, Kamus Filsafat, cet. 4 ( Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama, 2005), h. 586-587s
[3] Kees Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat, cet. V,
(Yogyakarta: Kanisius, 1986), h. 77
[4] Kees Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat, h. 77
[5] Aufklarung, adalah kata dari bahasa Jerman yang artinya pencerahan,
aufklarung adalah nama dari sebuah jaman yang mencari cahaya baru dalam
rasionya. Yakni pada abad 18 yang dimajukan oleh perkembangan ilmu pengetahuan.
Kees Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat,
h. 53
[6] Kees Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat, h. 77
[7] Alienasi
Inggris: alienation, Lastin: alienatio
1.
Pandagan Marx tentang alienasi
dibentangkan dalam karya economic and
philosophical Manuscripts of 1844. Alienasi merupakan proses konkretasasi
hakikat manusia yang kemudian menjadi barang mati, dan menceraikan manusia yag
satu dari yang lain.
2.
Dalam arti yang lebih umum,
individu yang mengalami alienasi merupakan tema yang sering dibicarakan dalam
Eksistensialisme, mungkin paling kentara dalam konsep inutentisitas
(ketaksejatian) lihat dalam Lorens Bagus,
Kamus Filsafat, cet. 4 ( Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama, 2005), h. 37
[8] F. Budi Hardiman, Filsafat Modern: Dari Machiavelli sampai
Nietzsche, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2004), h. 227
[9] Harry Hamersma,Tokoh-tokoh
Filsafat Barat Modern, Cet III (Jakarta:PT Gramedia, 1986), h. 63
[10] F. Budi Hardiman, Filsafat Modern: Dari Machiavelli sampai
Nietzsche,h. 227
[11] Harry Hamersma,Tokoh-tokoh
Filsafat Barat Modern, Cet III (Jakarta:PT Gramedia, 1986), h. 64
[12]
Richard Schacht, Alienasi: Sebuah
Pengantar paling Komprehensif, cet. V, (Yogyakarta: Jalasutra, 2009), h.
97-98
[13] F. Budi Hardiman, Filsafat Modern: Dari Machiavelli sampai
Nietzsche,h. 227
[14] F. Budi Hardiman, Filsafat Modern: Dari Machiavelli sampai
Nietzsche,h. 229
[15] ibid
[16] Harry Hamersma,Tokoh-tokoh
Filsafat Barat Modern, Cet III (Jakarta:PT Gramedia, 1986), h. 64
[17] ibid
[18] Harry Hamersma,Tokoh-tokoh
Filsafat Barat Modern, Cet III (Jakarta:PT Gramedia, 1986), h. 65
[19] F. Budi Hardiman, Filsafat Modern: Dari Machiavelli sampai
Nietzsche,h. 231
[20]
Analisi biodata ini dikutip dari buku : Harry
Hamersma,Tokoh-tokoh Filsafat
Barat Modern,(Jakarta:PT Gramedia, 1986) Cet III h. 67, F. Budi Hardiman, Filsafat Modern: Dari Machiavelli sampai
Nietzsche, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2004) Cet I. h. 232-234,
Kees Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat ,(Yogjakarta:Kanisius,
2007), Cet XXIII. H. 78-79, Erich Fromm, Marx’s
Concept of Man, diterjemahkan oleh Agung Prihantoro, Konsep Manusia Menurut Marx. (Yogjakarta: Pustaka Pelajar, 2004)
Cet. III. h. 293-320
[21]
Budi hardiman, h. 232-233
[22]
Erich Fromm, Marx’s Concept of Man,
h. 14
[23]
Erich Fromm, Marx’s Concept of Man,
h. 14
[24]
F. Budi Hardiman, Filsafat Modern: Dari Machiavelli sampai
Nietzsche,h.. 240
[25]
F. Budi Hardiman, Filsafat Modern: Dari Machiavelli sampai
Nietzsche,h.. 240
[26]
Erich Fromm, Marx’s Concept of Man,
h. 14
[27]
Kees Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat h. 40
[28]
Erich Fromm, Marx’s Concept of Man,h.
14
[29]
F. Budi Hardiman, Filsafat Modern: Dari Machiavelli sampai
Nietzsche,h. h. 241 lihat
juga Kees Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat, h.
81
[30]
Harry, Hamersma, ,Tokoh-tokoh
Filsafat Barat Modern, h.. 72
[31]
F. Budi Hardiman, Filsafat Modern: Dari Machiavelli sampai
Nietzsche,h..72
[32]
Kees Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat, h.82
[33]
F. Budi Hardiman, Filsafat Modern: Dari Machiavelli sampai
Nietzsche,h.. 42
[34]
Erich Fromm, Marx’s Concept of Man,h.
21
[36]
F. Budi Hardiman, Filsafat Modern: Dari Machiavelli sampai
Nietzsche,h.. 237
[38]
Richard Schacht, Alienasi:
Sebuah Pengantar paling Komprehensif , h. 101
[39]
Erich Fromm, Marx’s Concept of Man,h.
62
[40]
Erich Fromm, Marx’s Concept of Man,h.
63 dan F. Budi Hardiman, Filsafat Modern: Dari Machiavelli sampai
Nietzsche,h h. 338
[41]
F. Budi Hardiman, Filsafat Modern: Dari Machiavelli sampai
Nietzsche,h.. 238
[42]
Erich Fromm, Marx’s Concept of Man,
h. 63
[43]
F. Budi Hardiman, Filsafat Modern: Dari Machiavelli sampai
Nietzsche,h. 238
[44]
F. Budi Hardiman, Filsafat Modern: Dari Machiavelli sampai
Nietzsche,h.. 238
[45]
Erich Fromm, Marx’s Concept of Man,h.
66
[46]
F. Budi Hardiman, Filsafat Modern: Dari Machiavelli sampai
Nietzsche,h.. 238
[47]Erich
Fromm, Marx’s Concept of Man,h. 68
[48]
F. Budi Hardiman, Filsafat Modern: Dari Machiavelli sampai
Nietzsche,h.. 238
0 komentar:
Posting Komentar