Jumat, 07 Juni 2013

Materialisme



PENDAHULUAN
Materialisme[1] berasal dari kata materi[2] dan isme, materialisme hadir atau muncul setelah positivisme. positivisme pada minggu yang lalu telah dijelaskan bahwa positivisme membatasi dirinya pada fakta-fakta[3] dan menolak sesuatu yang  melampaui fakta tersebut. Sehingga positivisme tidak bisa menempatkan hal-hal yang metafisik. Berbeda dengan materialisme, karena pada materialisme segala sesuatu itu, atau seluruh realitas itu terdiri dari materi. Kesimpulannya adalah segala sesuatu yang meliputi benda-benda atau kejadian, itu bisa dan dapat dijabarkan oleh materi, itu sebabnya yang metafisika pun mungkin diakui oleh materialisme, karena materialisme iu sendiri adalah berdasarkan pada metafisika[4].
Perlu diketahui bahwa materialisme ada dua kelompok, pertama, kelompok yang meneruskan materialisme dari masa aufklarung[5], dan kedua, kelompok yang muncul sebagai reaksi atas idealisme[6]. Kelompok kedua ini dalam pemikiran filsafat menjadi sangat penting untuk diberi sebuah perhatian khusus, dari pada kelompok yang pertama yang lebih pada kalangan sains dan tidak untuk filsafat. Dan makalah kali ini mencoba menjelaskan tentang kelompok yang kedua, yakni kelompok yang menjadi reaksi atas idealis, lebih tepatnya setelah meninggalnya Hegel, yang mengakibatkan terpecahnya murid Hegel menjadi dua golongan: yang disebut juga dengan Hegelian sayap kanan yang bersikap konservatif, mereka yang menganggap bahwa filsafat berhenti pada Hegel, dan Hegelian sayap kiri, yang lebih menolak dengan memandang bahwa filsafat tidak berhenti pada Hegel, mereka pun meneruskan filsafat Hegel dengan menggunakan prinsip Hegelian.  Tokoh dalam kelompok (sayap kiri) ini adalah Ludwig Feuerbach dan Karl Henrich Marx, lebih jelasnya mengenai kedua tokoh ini bisa dibaca dalam makalah ini, namun disini kami membatasi pemikiran kedua tokoh ini dalam dua hal yakni materialisme pada masing-masing tokoh dan seputar alienasi[7].
LUDWIG FEUERBACH
            Dalam pendahuluan sedikit dijelaskan bahwa setelah  meninggalnya Hegel ada dua kubu dari Hegelian yakni Hegelian sayap kanan dan Hegelian sayap kiri, dan Feuerbach salah satu yang masuk pada Hegelian sayap kiri[8]. Feuerbach lahir di Landshut, Jerman, tahun 1804[9]. Ia pernah belajar Teologi Protestan di kota Heidelberg dan beralih belajar filsafat pada Hegel di Berlin. Feuerbach pernah mengajar di Erlangen tanpa di gaji, dan kurang diterima dalam jabatan akademis membuat ia mengambil keputusan untuk belajar sendiri dan mulai menulis. Karya Feuerbach yang paling penting dan terkenal pada saat itu adalah Das Wessen des Christentums (hakikat Agama Kristen), Das Wessen der Relegion (Hakikat Agama)[10] dan Theogonie (asal Keilahian). Ia meninggal di Nurenberg pada tahun 1872[11].
POKOK PIKIRAN FEUERBACH
            Marx mengatakan bahwa Feuerbach adalah tokoh yang memperlihatkan bahwa filsafat adalah tidak lebih dari agama yang disisipkan kedalam pemikiran dan dikembangkan oleh pemikiran. Lebih lanjut Marx berpendapat bahwa memberikan sebuah reduksi pada filsafat.  filsafat adalah tidak lebih dari sesutau yang “liyan”, yang disisipkan kedalam pemikiran bentuk reduksi Feuerbach terhadap filsafat yakni dengan menganggap liyan tersebut adalah agama dan antropologi. Berbeda dengan Marx mengartikan liyan dengan “ekonomis politik”[12].
1. Idealisme menjadi Materialisme
            Idealism menjadi materialisme ini dimulai saat Feuerbach mengeluarkan statement bahwa seluruh kenyataan itu diambil dari alam material sebagai kenyataan akhir. Meskipun Feuerbach sendiri menyadari bahwa adanya alam itu bisa diketahui lewat pikiran, dan objek dapat dipahami oleh subjek yang sadar. Dari term “sadar” ini menimbulkan sebuah pertanyaan, bagaiman bisa kesadaran itu muncul tanpa ada yang disadari lebih dulu. Dengan kata lain jika manusia yang menjadi subyek menginginkan menjadi keberadaan alam ia harus membedakan dirinya dengan lam tersebut. Bisa diartikan bahwa alam tersebut menjadi dasar bagi kesedaran, sebab tanpanya tidak mungkin muncul perbedaan itu. Menurutnya filsafat yang selama ini dibangun oleh Hegel tidaklah cocok dengan kenyataan indrawi yang konkret, karena kenyataan inderawi yang konkret itu adalah alam material itu sendiri. Dan alam merupakan dasar terakhir dari kenyataan, artinya seluruh kenyataan dapat dikembalikan pada alam material sebagai kenyataan akhir.[13]Dari kritik Feuerbach ini, ia juga menyimpulkan bahwa alam adalah dasar bagi manusia. Lebih lanjut ia juga mengubah istilah “Idea”, “Roh”, “Logos” yang ada pada Hegel menjadi Alam Material. Tujuan dari kritik-kritik Feuerbach ini adalah untuk mengubah idealism menjadi materialisme[14].
Kembali pada permasalahan tentang alam  material sebagai kenyataan terakhir, dari pandangan ini, selain manusia mampu sadar diri, karena bisa membedakan dirinya dengan alam, manusia juga mampu merefleksikan hakikat dirinya sendiri. Tapi tetap didasarkan pada alam. Menurut Feuerbach yang dimaksud dengan hakikat manusia adalah rasio, kehendak,dan hatinya. Dari hakikat manusia ini dapat diidealisasikan sampai yang tak terhingga, yang disebut dengan “Allah”, dalam agama Kristen, idealisasi tersebut jelas: yakni Allah dipahami yang Mahatahu (rasio sempurna), yang Mahabaik (kehendak sempurna), dan kasih (hati sempurna)[15], karena “Allah” adalah suatu mimpi dari manusia. Untuk itu kata “Alllah” harus diganti dengan hakikat manusia, Agama harus diganti dengan politik. Itu disebabkan manusia sudah terlalu lama diasingkan dari dirinya sendiri[16]. Kata Feuerbach, manusia harus dikembalikan kepada dirinya sendiri. Sedikit perlu diingat disini Feuerbach tidak berusaha menghapus agama, ia tetap menghargai agama, tetapi hanya sebagai ajaran tentang manusia. Ia hanya ingin menyempurnakannya, dengan cara filsafat harus dilebur dengan agama. Agama menurut Feuerbach adalah hubungan atas dasar sayang antar makhluk. Dan apa yang disebut sebagai hakikat Allah tak lain adalah hakikat manusia itu sendiri. Dengan mengasalkan hakikat manusia adaah hakikat Allah, “Homo homini Deus est”, manusia adalah Allah untuk sesama, dalama kata lain manusia itu Allah untuk sesama[17]. Feuerbach memandang bahwa teologi itu tak lain juga merupakan antropologi.
            Dimata Feuerbach teologi sangatlah penting sekali, dan bukan sesuatu yang tak berarti. Teologi sangat penting dan sangat berarti, tetapi bukan sebagai ajaran tentang Allah, melainkan sebagai antropologi. Teologi-lah yang mengajarkan manusia tentang hakikat manusia sendiri, manusia adalah pusat, sebagai awal dan akhir agama. Dalam pengertian lain teologi tidaklah diganti melainkan dibaca sebagai antropologi.
2. Alienasi dan proyeksi
            Alienasi menurut Feuerbach adalah menjadi penyakit dari manusia yang harus disembuhkan dengan cara manusia harus mengerti, bahwa “Allah” hanya merupakan ciptaan dari ia sendiri, sehngga ia bukan lagi menjadi hamba bagi ciptaan yang diciptakannya, yakni obyek menjadi obyeknya. Dan karena itu manusia tidak bisa bebas, kecuali dengan mengerti kekeliruannya. Manusia tidak diciptakan oleh Allah tetapi Allah-lah yg diciptakan manusia. alienasi itu ada dari tiga proses, yakni: (1), kesadaran yang tak terhingga, 2), dari “ketakterhinggan” ini disebutlah dengan kata “Allah”, 3). Allah untuk di sembah dan dihormati. Dari tiga proses ini manusia memandang dirinya sebagai “ciptaan” dari ciptaanya, atau, ia (manusia) telah memproyeksikan kebebasan diluar dirinya sendiri, yaitu atas ciptaanya. Dari sinilah manusia mulai terasingkan atau teralienasi dari dirinya sendiri[18]. Dan Feuerbach menyebut alienasi sebagi sebuah penyakit yang harus disembuhkan.  
            Hubungan alienasi dengan proyeksi, ia sependapat dengan idealismenya Hegel yang mengartikan proyeksi diri itu adalah sebuah alienasi diri. Dari tiga tahap diatas, manusia memproyeksikan dirinya keluar, kemudian manusia mengangap berbeda hasil proyeksinya dengan dirinya sendiri. Dan mengangap hasil proyeksi dapat berdiri sendiri dan jauh di luar dirinya. Proyeksi tersebut tak lain adalah Allah. Jika sudah kita ketahui bahwa Allah adalah bentuk alienasi dari manusia, maka agama adalah sebuah kenyataan yang negative yang harus diatasi oleh manusia. Manusia mengalienasikan dirinya kedalam agama. Tetapi, Feuerbach tidak langsung menganggap bahwa agama itu sia-sia. Karena manusia tidak bisa menghindari dirinya untuk mengalienasikan dirinya sehingga menghasilkan proyeksi, sebab proyeksi tersebut adalah hakikat kesadaran dirinya akan hakikatnya sendiri. Ketika manusia sudah bisa menyadari hakikat akan dirinya, baru manusia bisa menghilangkan alienasi terhadap dirinya, atau keterasingan dirinya.[19]
            Dalam Feuerbach sebenarnya, bukan agama yang diperbaiki, tetapi orang yang beragamalah yang harus diperbaiki. Ada hal yang objektif itu ada diluar diri kita, yang tidak kita tolak walaupun diproyeksikan (Allah). Namun dalam Feuerbach adanya ketidak konsistenan dalam mengambil dialektikanya Hegel, kenapa yang idambil hanya dialektikanya saja tidak sebanarnya.
MENGENAL KARL MARX[20]
Biografi
1818    : Lahir di Trer pada tanggal 5 Mei
1835    : Selesai Gymnasium, studi di Bonn
1836    : Masuk studi filsafat di Berlin
1837    : Menjadi anggota di Doktorclub dan mempelajari filsafat Hegel
1841    : Promosi doktor di Jena
1842    : Redaktur Rheinische Zeitung
1845    : Die Heilige Familie terbit
1847    : Terbit Das Elend der Philosophie
1848    : Menulis Manifest der Kommunistischen Partei 
1866    : Internationale I
1867    : Terbit Das Kapital Jilid 1
1883    : Meninggal di London pada tanggal 14 Maret[21]

Karl Henrich Marx, yang sering disebut Karl Marx, dilahirkan di Trier, Jerman Barat pada tanggal 5 Mei 1818. Marx adalah seorang Yahudi. Ayahnya adalah seorang pengacara atau advokat. Marx kecil pada usia 6 tahun dibaptis masuk dalam gereja protestan. Dia melanjutkan studi sarjananya di Universitas Bonn, dengan mengambil jurusan Hukum. Keingintahuan Marx terhadap berbagai macam disiplin ilmu, membuat pengetahuannya luas, hingga ia menaruh minat terdalamnya terhadap filsafat di Universitas Berlin. Di Berlin Marx menaruh bukan termasuk mahasiswa yang teladan, walaupun ia sangat meminati filsafat Hegel, yang sedang berkembang disana, hingga kemudian mempengaruhi pikirannya. Marx yang sering menulis puisi pada masa mudanya, diketahui hingga hari tua masih membaca karya-karya fenomental tokoh dunia sastra, seperti Shakespeare dan lain-lain. Minat terhadap filsafat Hegel, membawa Marx ikut serta dalam kegiatan-kegiatan diskusi di forum Doctorclub, komunitas muda Hegelian sayap kiri. Namun aktivitas tersebut tidaklah berlangsung lama, karena memiliki kecenderungan kebosanan terhadap pandangan teoritis kelompok tersebut. Kemudian Marx melanjutkan doktoratnya di Universitas Jenna, dengan menyelesaikan studinya tersebut pada saat usia dua puluh tiga tahun, melalui disertasinya tentang “Perbedaan Filsafat Alam Demokritos dan Epikuros” (Die Differenz der Demokritischen und Epikurieschen Naturphilosophie). Terdapat suatu alas an yang tidak mungkin terhadap karier Marx dalam bidang melanjutkan bidang akademisnya, karena pikiran-pikirannya dianggap teralu eksrem. Ia melanjutkan kegiatannya di Koln sebagai editor utama sebuah surat kabar, Rheinische Zeitung. Namun kegiatannya tersebut mendapat reaksi keras dari pemerntahan Prussia, yang mengakibatkan dirinya meninggalkan Koln menuju Paris. Di Paris, Marx bertemu dengan Freidich Engels, seorang bangsawan yang kemudian menjadi sahabat seumur hidup Karl Marx. Merka bersama-sama menulis Die Heilige Familie (Keluarga Kudus)
Pikiran-pikiran Marx melibatkan dirinya ikut dalam masalah-masalah social dan sering mengkritisi Pemerintahan Jerman yang mengakibatkan dirinya di usir dari Paris ke Brussel. Dikota ini, Marx dan Engels menerbitkan buku yang terkenal hingga saat ini, yaitu Manifest der Kommunitisechen Partei (Manifesto Komunis). Kegagalan revolusi Jerman pada tahun 1848, membuat Marx ditahan, selanjutnya diusir ke London. Di dalam British Library, dia menghabiskan sebagian besar waktunya untuk menulis dan membacar buku secara intens dalam kondisi keuangan yang kritis. Kemudian Engels sebagai sahabatnya, membantu Marx dalam menghidupi keluarganya demi focus terhadap kegiatannya tersebut. Ketika istri Marx, Jenny, sedang selit dimasa tuanya. Marx senantiasa menemaninya, disertai aktivitasnya yang menyukai pembahasan/memecahkan persoalan dalm kalkulus. Secara dari buku-buku karangan yang telah disebutkan, masih ada adikarya pikiran-pikiran marx yaitu: Das capital, Das Elend der Philosophie ( Kemiskinan filsafat), Thesen Uber Feuerbach (Tesis-tesis Feuerbach) dan masih banyak lagi, Marx memiliki 7 anak, namun hanya 3 yang mampu membaca kaya-karya ayahnya, dikarenakan 4 anaknya meninggal dalam kecelakaan.
            Terdapat Interpretasi terhadap diri Marx, yang menimbulkan istilah Marx muda dan Marx Tua. Marx dapat dipandang ekonom, sosiolog, Filsuf, Ideolog, karena ajaran-ajaranya yang mendalam. David Ryazanor, seorang Marxis pada tahun 1932, mebuat analisis bahwa terdapat alur pemikiran marx yang berlainan pada das capital, dibanding dengan maha karya sebelumnya. Pada karya-karya sebelum das capital, marx dipandang sebagai seorang filsuf yang Humanists dari pada seorang yang ekonom yang determinstis.
MATERIALISM HISTORIS KARL MARX
Sebagai pengantar untuk memahami filsafat materialism Historis Karl Marx, terlebih dahulu kita mengetahui maksud dari materialism dalam kerangka berikir Marx. Karl Marx tidak pernah menggunakan kata “Materialisme Historis”[22], namun dia menggunakan kata “Metode Dialektika”. Metode dialektika dalam kerangka berpikir marx, cukup berbeda dengan metode dialektika Hegel, walaupun marx sangat dipengaruhi oleh metode dialektika Hegel. Marx tidak mengkonsepsikan materialisme sebagai seuatu ideology yang mengacu pada kesatuan atau kenyataan akhir adalah materi, sebagaimana banyak dipahami oleh “individu-individu awam” yang fobia terhadap terhadap pemikiran Marx pada sitem komunisnya, namun terasingkan oleh kerangka-kerangka berpikir Marx. Marx juga menghindari system materialism­­ para borjuis, yang menetukan sejarah manusia dengan mengabaikan sejarah dan prosesnya[23].
            Apa yang dimaksud oleh Karl Marx, sehingga dapat disebut dengan materialism historis?, adalah sebuah proses sejarah manusia yang tidak mengabaikan kerja social manusia sebagai aktivitas dirinya[24]. Istilah materialism disini lebih cenderung sebagai aktivitas fundamental manusia, dan istilah historis disini lebih cenderung pada pengertian tentang perjuangan kelas-kelas[25]. Sedangkan dalam metode dialektiakanya, Marx mengacu pada kondisi-kondisi fundamental eksistensi manusia[26]. Selaras juga yang diterangkan oleh Kers Bertens tentang materialism historis Karl Marx, bahwa sebagai dasar pikiran sejarah manusia ditentukan/dideterminasi oleh perkembangan sarana-sarana produksi materil[27].
            Pandangan Marx tersebut mewarnai pikiran-pikiran Jerman, yang dipengaruhi oleh Hegel dan memiliki perbedaan yang cukup jauh. Bagi Marx,aktivitas produksi manusialah yang menentukan kesadaran, bukan kesadaran yang menentukan aktivitas prosuksi. Berbeda dengan pemahaman para pemikir Jerman pada zamanya yang mengatakan bahwa kesadaran yang menentukan aktivitas produksi. Erich Fromm mengutip perkataan Karl Marx sebagai berikut “kami berangkat dari manusia yang nyata aktif, dan berdasarkan proses kehidupannya yang nyata, kami menunjukkan perkembangan gerak refles dan gema ideologis dari proses kehidupan”[28]. Pandangan tersebut menuntun kita bahwa manusialah yang menentukan kesadaran sendiri melalui aktivitas produksi yang berhubungan dengan sarana produksi, manusia mampu menentukan kesadarn akan eksistensi aktualnya sebagai manusia. Karena perkembangan kesadaran pemikiran manusia dapat ditentukan dengan bagaimana, apa, dan melalui apa manusia tersebut berproduksi. Manusia sebagai pekerja yang memperkerjakan dirinya untuk berproduksi sehingga menghasilkan produk, memiliki waktu yag cukup sedikit bagi dirinya untuk berpikir tentang kesadaran diri. Perbedaan terdapat dalam eksisitensi pemodal yang memiliki sarana-sarana produksi dengan tidak memperkerjakan dirinya sebagai pekerja, mempunyai swaktu lebih lama berpikir mengenai kesadaran diri. Hubungan pekerja dan pemilik moda tersebut adalah hubungan-hubungan produksi.
            Perbedaan dalam hubungan-hubunngan produksi memiliki pengaruh pada perbedaan kesadaran, kesadaran yang dikonsepka tersebut adalah sebuah kelas (basis ekonomi) yang dapat menentukan basis superstruktur (Filsafat, hokum, politik, seni, ideology, ilmu dst)[29]. Hubungan-hubungan produksi yang menentukan konsepsi kesadaran memiliki pertentangan didalamnya. Mengapa demikian?, hubungan produksi tidak cocok lagi dengan sarana-sarana produksi, karena hubungan-hubungan produksi lebih cenderung progresif melalui kesadaran-kesadaran pekerja dan sarana-sarana produksi telah disadari oleh pekerja sebagai bahan eksploitasi dirinya terhadap pekerjaan, sehingga meletuslah revolusi yang tak terhindarkan. [30]Kesadaran buruh (pekerja) akan kedudukan kedua pihak (antara dirinya dan pemodal) yang tidak memiliki kesamaan dalam proses produksi adalah kesadaran yang disadari oleh buruh. Kedudukan objektif tersebut diistilahkan oleh Marx sebagai “kelas”.[31]
Dapat diketahui disini, Marx dalam hal pertentangan kedududan objektif menyebutnya sebagai “perjuangan kelas-kelas”, sebagai langkah awal menuju masyarakat tanpa kelas. Hal tersebut juga menjadi peubahan dalam konsep kesadaran yang dikonsepsikan. Dalam proses pertentangan tersebut, Marx melihat bahwa fungsi agama sebelum terjadinya revolusi adalah sebagai “candu rakyat”, yang menjadikan manusia melepaskan diri eksistensi tak-bahagian dalam social-ekonomi, menuju khayalan-khayalan tentang kebahagiaan.[32]Kemudian Marx dalam Manifest der Kommunitischen Partei memberikan tempat pada peranan manusia sebagai agen perubahan sejarah, dengan kalimat “Sejarah semua masyarakat sampai pada hari ini adalah sejarah perjuangan kelas-kelas”.[33]
Sebenarnya apa yang diinginkan oleh Karl Marx?, dalam menjawab keinginan Marx dalam materialism historis, kita dapat melihat analisis paragraph-paragraf sebelum ini, bahwa Marx menginginkan sebuah keadaan masyarakat yang memiliki kedudukan yang seimbang. Inilah yang menjadi sifat humanis Marx, yang focus terhadap keadaan buruh dan hubungan-hubungan produksi. Bagi Marx, produksi bukanlah sebuah eksistensi subjek yang tereksploitasi oleh subjek lain (pemodal). Proses produksi manusia memiliki keinginan bebas, dapat memilih dan lebih-dari-sekedar berproduksi produk yang dihasilkan. Proses produksi produk manusia tidak sama dengan hewan. Hewan memiliki proses produksi yang mekanistis deterministic. Manusia lebih dari sekedar memuaskan keadaan fisik untuk dapat melangsungkan hidup. Produksi manusia merupakan sebuah ekspresi eksistensi diri terhadap alam. Alam memiliki hubungan intergrasi dengan manusia, yang disebut oleh K. Bertens sebagai alam yang “dihumanisir” dan manusia yang “dinaturisir”. Kemudian Erich Fromm menyatakan Marx berpendapat bahwa pekerja (buruh) adalah factor yang menjembatani antara manusia dan alam.[34]
MASALAH ALIENASI (ENTFREMBUNG)
Permasalahan tentang alienasi sudah hadir pada tokoh-tokoh sebelum Karl Max yaitu, Hegel dan Feuerbach. Sebagaimana Feuerbach mengeritik alienasi Hegel tentang Filsafat Sejarah, yang menjadi sitem antropologi teologis, yang mengungkapkan diri dalam objek agama sebagai esensi manusia yang dilahirkan. Marx sejalan dengan hal tersebut dalam “mereduksi” alienasi iddealistik menjadi sebuah alienasi materialistik. Namun, Marx tidak seperi Feuerbach dalam membawa alienasi pada tahap metafisik teologis. Marx cederung membawa tema alienasi pada kondisi “material” pekerja, yang oleh budi hardiman disebut proses-proses produksi atau pekerja sosial masyarakat[35].
Marx memandnag pemikiran Hegel tentang alienasi sebagai suatu yang abstrak dalam proses historis keberadaan manusia. Marx memutuskan untuk memmbenarkan proses tersebut dalam bentuk konkrit dan aktual dari dalam teori sosial-ekonomis. Namun Marx dalam memandang alienasi sosial-ekonomis praktis juga dipengaruhi oleh Hegel dalam Phanomenologie des Geistes, yang sudah menjelaskan lebih dahulu tentang eksistensi dalam diri manusia dipahami melalui kerja.[36] Dalam esaynya “on the Jenish Quetion”, Marx menyatakan “verausarung” adalah aktivitas “entavisserung” (pengontrakan adalah aktivitas pelepasan).[37] Esai tersebut dipengaruhi oleh tulisan Hegel dalam Philosophy of Right. Ricard.[38] Erich Fromm menegaskan, bagi Marx konsep alienasi ini berdasarkan pada perbedaann bahwa eksistensi manusia teralienasi dari esensinya. Manusia pada kenyataannnya bukanlah makhluk yang ada secara potensial, bahwa mannusia itu ada  pada apa yang dia harus menjadi, tetapi manusia ada menjadi apa yang dia dapat menjadi[39].
Kondisi-kondisi material adalahsebuah proses  produksi kerja sosial manusia dengan masyarakat dan alam. Kerja sebagai aktivitas subjek bagi Marx adalah sebuah aktivitas aktif antara hubungan manusia dengan alamasing”, penciptaan sebuah karya baru, maupun refleksi dalam proses penciptaan dirinya sendiri. Hubungan kerja bersifat integral, manusia mampu mengubah alam sesuai keinginannya, dengan hubungan yang harmonis. Selain itu menurut Marx, kerja juga merupakan kenyataan eksistensi manusia sebagai mahluk sosial, sebab produk merupakan pekerja yang telah diaktualkan oleh objek dan berubah menjadi benda fisik. Produk ini adalah hasil objektifikasi yang bisa diakui atau dimanfaatkan oleh orang lain. [40]
Masyarakat industri menjadi sebuah hasil “dentuman” yang menegaskan kondisi-kondisi material menjadi sebuah “kerja upahan” (Lohnarbeit).[41] Pekerja menjual tenaga melalui sistim upah, buruh melepaskan eksistensi kreatif keinginan, kebebasan dan rencana terhadap produk hasil produksinya. Produk hasil produksinya menjadi “terasing” oleh aktivitas produksi buruh. Kekuasaan buruh akan hasil produksinya menjadi kepemilikan pemodal. Kondisi ini menciptakan bentuk teralienasi. Bukan hanya pada produknya sebagai hasil kerja, juga aktifitas produksi. Mengapa demikian? Karena buruh telah terlepas dari sifat-sifat pekerja dan konsekuensinya buruh memiliki perasaan sengsara, timbulnya rasa keterpaksaan, hingga pada kerusakan mental. Penderitaan yang buruh alami adalah dampak dari teralienasinya hubungan antara pekerja dengan aktifitas yang dialami.[42] Kemudian buruh pekerja hanya sekedar memperalat dirinya utuk tetap bertahan hidup.[43] Akhirnya, terjadi persaingan diantara para pekerja dan permusuhan antara pekerja dan majikan, sehingga pekerja (buruh) teralienasi dari kondisi sosialnya.[44] Menurut Marx, perbudakan itu terjadi dalam hubungan pekerja dan produksi, dan semua jenis perbudakan hanya merupakan konsekuensi dari hubungan ini.[45]
Apa yang menjadi penyebab masyarakat industri menjadi sebab atas teralienasinya manusia?. Marx melihat bahwa sistem kapitalisme, yang meneguhkan institusi-institusi milik pribadi, yakni hak milik atas alat-alat produksi.[46] Kemudian Marx dalam Das Kapital nya, menyatakan bahwa sistem kapitalis, alat-alat produksi mengubah dirinya menjadi alat untuk menguasai dan untuk mengeskploitasi pembuatnya. Alat-alata tersebut menjadi buruh, sehingga menjadi sekedar bagian dari manausia, munurunkan potensial manusia menjadi bagian mesin yang mekanistik. Alat-alat tersebut juga memisahakan manusia dari potensialitas intelektual dari diri buruh. Sebagaimana sains yang dimilikinya sebagai sebuah kekuasaan yang independent.[47] Selanjutnya Marx juga menjelaskan bahwa alienasi tidak disebabkan oleh individu-individu, melainkan oleh proses objektif yang mengatasi individu-individu, yaitu mekanisme hak-hak milik dalam masyarakat yang menjadi sebab hadirnya dua kelas pertentangan yang berkontradiksi: kelas buruh dan pekerja.[48] Hal ini teratasi oleh makin berkembangnya hubungan-hubungan produksi, yang tidak didukung oleh sarana-sarana produksi, kemudian lahir revolusi prolesariat, yang mengambil alih kemajuan para pemodal.[49]   
Homovebrian (pekerjaaan) adalah identitas manusia yag tidak bisa di beli atau dibayar
Contohnya, seorang pelukis identitasnya adalah lukisannya, karena lukisan seorang pelukis tidak bisa dihargai berappun ahrganya. Cita-cita Karl Marx adalah komunis industrial dan itu bisa terwujud, jika ada hubungan yang harmonis antara kaum kapitalis (pemilik modal) dengan buruh (pekerja). Yang menjadi masalah adalah eksploitasi dari kapitalis terhadap kaum buruh sehingga terjadi kelas-kelas. Hingga martabatnya terbatas yang terpenting untuk mengatasi eksploitasi adalah Humanisasi Manusia (Memanusiakan Manusia)
Daftar pustaka 
Bagus, Lorens, Kamus Filsafat, cet. 4, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2005
Bertens, Kees, Ringkasan Sejarah Filsafat, cet. V, Yogyakarta: Kanisius, 1986
Hardiman, F. Budi Filsafat Modern: Dari Machiavelli sampai Nietzsche, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2004
Hamersma, Harry  ,Tokoh-tokoh Filsafat Barat Modern, Cet III, Jakarta:PT Gramedia, 1986
Schacht, Richard, Alienasi: Sebuah Pengantar paling Komprehensif, penerjemah. Ikramul Mulyaddin, cet. V, Yogyakarta: Jalasutra, 2009
Erich Fromm, Marx’s Concept of Man, diterjemahkan oleh Agung Prihantoro, Konsep Manusia Menurut Marx. Yogjakarta: Pustaka Pelajar, 2004

           




[1] Materialisme
Inggris : materialism
 Ajaran yang menekankan keunggulan faktor-faktor material atas yang spiritual dalam  metafisika, teori nilai, fisiologi, epistemology atau penjelasan historis.
Beberapa pengertian.
1.         Pada satu kutub ekstrim, materialism merupakan keyainan bahwa tidak ada sesuatu selain materi yang sedang bergerak. Pikiran ( roh, kesadaran, jiwa) tidak lain adalah materi yag sedang bergerak. Pada kutub ekstrim lainnya, materialism merupakan keyakinan bahwa pikiran sungguh-sungguh ada tetapi disebabkan oelh perubahan-perubahan material dan sama sekali tergantung pada materi. Piiran tidak memiliki kedaygunaan kausal, juga tidak mutlak perlu untuk berfugsinya alam semseta material.
2.        Tidak ada Allah atau dunia adikodrati (supranatural). Relaitas satu-satunya adalaah materi dan segala sesuatu merupakan manifestasi dari aktivitas materi.
3.        Materi dan aktivitas bersifat abadi. Tidak ada sebab pertama atau pengerak pertama. Lihat di Lorens Bagus, Kamus Filsafat, cet. 4 ( Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2005), h. 593-594
[2] Materi
Inggris: Matter, Latin:  Materia ( materi, bahan untuk menysuun sesuatu)
Beberapa pengertiana
1.        Unsur fisik atau material daris esuatu. Apa yag menjadi asal tersusunya suatu objek fisik.
2.        Apa yang mengsisi ruang, yang sebagian besar diraba, dapat diamati secara empiris. Bersama dengan energy, materi dianggap sebagai dasar semua gejala ilmiah. Beberapa ciri lain yang terkait dengan materi: atomic atau korpuskular dalam alam (atau suatu kontunuitas gelombang-gelombang)., tak dapat ditembus, tak dapat dibagi (atau dapat dibagi), memilki potensi utuk menimbulkan aktiviatas atau perubahan fisik, memiliki kelembaman, abadi, bergerak, sendiri ( atau tidak bergerak sendiri), mempunyai massa (kendati ada beberapa tingkat materi seperti cahaya di mana massa tidak berpautan datangnya). 3
3.        Dasar dari semua realitas ( yang tidak dapat ditentukan)
4.        Sebab dasariah dari pengalaman.  Lihat pada  Lorens Bagus, Kamus Filsafat, cet. 4 ( Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2005), h. 586-587s
[3] Kees Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat, cet. V, (Yogyakarta: Kanisius, 1986), h. 77
[4] Kees Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat, h. 77
[5] Aufklarung, adalah kata dari bahasa Jerman yang artinya pencerahan, aufklarung adalah nama dari sebuah jaman yang mencari cahaya baru dalam rasionya. Yakni pada abad 18 yang dimajukan oleh perkembangan ilmu pengetahuan. Kees Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat, h. 53
[6] Kees Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat, h. 77
[7] Alienasi
Inggris: alienation, Lastin: alienatio
1.        Pandagan Marx tentang alienasi dibentangkan dalam karya economic and philosophical Manuscripts of 1844. Alienasi merupakan proses konkretasasi hakikat manusia yang kemudian menjadi barang mati, dan menceraikan manusia yag satu dari yang lain.
2.        Dalam arti yang lebih umum, individu yang mengalami alienasi merupakan tema yang sering dibicarakan dalam Eksistensialisme, mungkin paling kentara dalam konsep inutentisitas (ketaksejatian) lihat dalam Lorens Bagus, Kamus Filsafat, cet. 4 ( Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2005), h. 37

[8] F. Budi Hardiman, Filsafat Modern: Dari Machiavelli sampai Nietzsche, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2004), h. 227
[9] Harry  Hamersma,Tokoh-tokoh Filsafat Barat Modern, Cet III (Jakarta:PT Gramedia, 1986), h. 63
[10] F. Budi Hardiman, Filsafat Modern: Dari Machiavelli sampai Nietzsche,h. 227
[11] Harry  Hamersma,Tokoh-tokoh Filsafat Barat Modern, Cet III (Jakarta:PT Gramedia, 1986), h. 64
[12]  Richard Schacht, Alienasi: Sebuah Pengantar paling Komprehensif, cet. V, (Yogyakarta: Jalasutra, 2009), h. 97-98
[13] F. Budi Hardiman, Filsafat Modern: Dari Machiavelli sampai Nietzsche,h. 227
[14] F. Budi Hardiman, Filsafat Modern: Dari Machiavelli sampai Nietzsche,h. 229
[15] ibid
[16] Harry  Hamersma,Tokoh-tokoh Filsafat Barat Modern, Cet III (Jakarta:PT Gramedia, 1986), h. 64
[17] ibid

[18] Harry  Hamersma,Tokoh-tokoh Filsafat Barat Modern, Cet III (Jakarta:PT Gramedia, 1986), h. 65
[19] F. Budi Hardiman, Filsafat Modern: Dari Machiavelli sampai Nietzsche,h. 231
[20] Analisi biodata ini dikutip dari buku : Harry  Hamersma,Tokoh-tokoh Filsafat Barat Modern,(Jakarta:PT Gramedia, 1986) Cet III h. 67, F. Budi Hardiman, Filsafat Modern: Dari Machiavelli sampai Nietzsche, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2004) Cet I. h. 232-234, Kees Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat ,(Yogjakarta:Kanisius, 2007), Cet XXIII. H. 78-79, Erich Fromm, Marx’s Concept of Man, diterjemahkan oleh Agung Prihantoro, Konsep Manusia Menurut Marx. (Yogjakarta: Pustaka Pelajar, 2004) Cet. III. h. 293-320
[21] Budi hardiman, h. 232-233
[22] Erich Fromm, Marx’s Concept of Man, h. 14
[23] Erich Fromm, Marx’s Concept of Man, h. 14
[24] F. Budi Hardiman, Filsafat Modern: Dari Machiavelli sampai Nietzsche,h.. 240
[25] F. Budi Hardiman, Filsafat Modern: Dari Machiavelli sampai Nietzsche,h.. 240
[26] Erich Fromm, Marx’s Concept of Man, h. 14
[27] Kees Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat h. 40
[28] Erich Fromm, Marx’s Concept of Man,h. 14
[29] F. Budi Hardiman, Filsafat Modern: Dari Machiavelli sampai Nietzsche,h.  h. 241 lihat juga Kees Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat, h. 81 
[30] Harry, Hamersma,  ,Tokoh-tokoh Filsafat Barat Modern, h.. 72
[31] F. Budi Hardiman, Filsafat Modern: Dari Machiavelli sampai Nietzsche,h..72
[32] Kees Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat, h.82
[33] F. Budi Hardiman, Filsafat Modern: Dari Machiavelli sampai Nietzsche,h.. 42
[34] Erich Fromm, Marx’s Concept of Man,h. 21
[35] F. Budi Hardiman, Filsafat Modern: Dari Machiavelli sampai Nietzsche,h.,  237
[36] F. Budi Hardiman, Filsafat Modern: Dari Machiavelli sampai Nietzsche,h.. 237
   [37] Richard  Schacht, Alienasi: Sebuah Pengantar paling Komprehensif, penerjemah. Ikramul Mulyaddin, cet. V, Yogyakarta: Jalasutra, 2009),  h. 101
[38]  Richard  Schacht, Alienasi: Sebuah Pengantar paling Komprehensif , h. 101
[39] Erich Fromm, Marx’s Concept of Man,h. 62
[40] Erich Fromm, Marx’s Concept of Man,h. 63 dan F. Budi Hardiman, Filsafat Modern: Dari Machiavelli sampai Nietzsche,h h. 338
[41] F. Budi Hardiman, Filsafat Modern: Dari Machiavelli sampai Nietzsche,h.. 238
[42] Erich Fromm, Marx’s Concept of Man, h. 63
[43] F. Budi Hardiman, Filsafat Modern: Dari Machiavelli sampai Nietzsche,h. 238
[44] F. Budi Hardiman, Filsafat Modern: Dari Machiavelli sampai Nietzsche,h.. 238
[45] Erich Fromm, Marx’s Concept of Man,h. 66
[46] F. Budi Hardiman, Filsafat Modern: Dari Machiavelli sampai Nietzsche,h.. 238
[47]Erich Fromm, Marx’s Concept of Man,h. 68
[48] F. Budi Hardiman, Filsafat Modern: Dari Machiavelli sampai Nietzsche,h.. 238
    [49] Harry, Hamersma,  ,Tokoh-tokoh Filsafat Barat Modern, , h.72

0 komentar:

Posting Komentar