1. Data Buku/
Identitas Buku
Judul : Fungsi Agama Bagi Manusia;
Suatu Pendekatan Filsafat
Penulis : A.M. Romly
Penerbit : PT. BINA RENA PARIWARA
Tahun
Terbit : cet. I 1999, cet. V 2003
Tempat
Terbit : Jakarta
Warna : Biru
Harga : -
Tmpt
Perlehan : Perpustkaan Utama UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
Jumlah
Hal : 106 Halaman
Daftar IsiKata
Pengantar, V
Kata Pengantar
Cetakan kedua, viii
Kata Pengantar
Cetakan Ketiga, ix
Kata Pengantar
Cetakan Keempat, x
Kata Pengantar
Cetakan Kelima, xi
1. Pendahuluan,
1
2. Perkembangan
Kepercayaan Kepada Tuhan, 6
3. Gagasan
Tentang Tuhan, 23
4. Argumentasi
Tentang Keberadaan Tuhan, 40
5. Sikap
Manusia Terhadap Tuhan, 53
6. Atheism Dan
Argumentasinya, 61
7. Perkembangan
Atheisme, 69
8. Agama
Sebagai Jalan Hidup, 78
9. Penutup, 93
Daftar
Kepustakaan, 98
Indeks, 102
Riwayat Hidup
Singkat, 105
2. Ringkasan
Perbab
A. Pendahuluan
Agama merupakan bagian dari
kehidupan sebagian besar manusia, bagian yang tidak bisa dipisahkan dari
kehidupan manusia dari zaman ke zaman. Karena dalam agama bukan hanya terpaku
mengenai kebenaran, melainkan juga mengenai perasaan dan seluruh suasana hidup.yang
juga berfungsi untuk membimbing manusia kepada sikap percaya kepada Tuhan dank
kea rah kehidupan rohaniyah. Selain itu agama juga menunjukkan bahwa alam
dengan segala hukum-hukumnya tidak lepas dari pengaruh Tuhan.
Ketika berbicara mengenai agama,
maka tak lepas dari pembicaraan itu terdapat pembahasan mengenai Tuhan.
Walaupun di dunia ini terdapat juga agama yang tidak berkait bahkan tidak ada
kaitannya sama sekali dengan Tuhan, diantaranya Jaina, Carvaka, dan budhisme.
Seperti halnya Karen Amstrong yang mengatakan bahwa Humanisme adalah agama
tanpa Tuhan, dan banyak sekali hal yang demikian. Dari permasalahan tersebut,
sehingga dalam tulisan ini (dalam buku ini), agama yang akan dibahas adalah
agama yang ber-Tuhan. hemat penulis, agama tanpa Tuhan tidak mempunyai makna
yang hakiki, karena merupakan jalan hidup spiritual yang anthroposentris (
berpusat pada manusia sendiri) tidak berkaitan dengan kehidupan manusia yang
langgeng di alam baqa.
Ketika melihat fungsi agama, harus
ditelusuri dari adanya kepercayaan manusia terhadap keberadaan Tuhan sepanjang masa seraya melihat realitas
pengamalan ajara agama sampai saat ini. Oleh sebab itu pembahasan dalam buku
ini akan didahului dengan pergumulan manusia dengan agama dan kepercayaan
kepada Tuhan serta gagasan-gagasan tentang Tuhan sebagaimana yang mereka
percayai. Kemudian diteruskan dengan pembahasan
mengenai argument-argumen seputar Tuhan dan sikap manusia terhadapa keberadaan Tuhan.
dari sini akan bisa dilihat apa makna agama bagi manusia. Untuk tujuan dari
buku ini adalah untuk memberikan sekadar bahan diskusi dalam mengevaluasi
kehidupan beragama dewasa ini.
Untuk maksud dan tujuan tersebut.,
maka dalam buku ini akan terdiri dari Sembilan bab. Sebagaimana yang telah
tercantum dalam daftar isi.
B. Perkembangan
kepercayaan kepada Tuhan
Kepercayaan kepada Tuhan sama tuanya
dengan sejarah kemanusiaan. Perjuangan umat manusia untuk mencari hubungan
dengan Tuhan dilakukan melalui agama dan filsafat. Namun, yang lebih menonjol
adalah dengan agama dibandingkan dengan filsafat. Karena kepercayaan pada
adanya Tuhan merupakan dasar yang utama dalam paham keagamaan.
Dari perasaan manusialah muncul
gagasan dan kepercayaan dalam paham agama, kemudian perasaan inilah yang
membawa manusia kepada sikap penyerahan diri dan sikap berkorban untuk yang
gaib/Tuhan. Bagi orang zaman dahulu kala, seluruh alam raya itu terbuka pada
yang gaib dan sekaligus dipandang suci. Rudolf Atto melukiskan yang gaib dan
yang suci itu sebagai hal yang menakutkan dan sekaligus menarik hati. Pendapat
ini disangkal oleh Archie J. Bahm, menurutnya kepercayaan terhadap yang gaib
dan suci itu karena menusia berusaha mencari kebahagiaan. Karena jika
kepercayaan itu muncul dari rasa takut, maka keseimpulan tersebut adalah
kesimpulan yang dangkal. Prof. DR. Mukti Ali mengatakan bahwa kepercayaan yang
diakibatkan oleh ketakutan adalah tingkat kepercayaan yang paling rendah.
Dalam tingkatan kepercayaan terdapat
3 teori yang terkenal, yaitu; teori dinamisme dari anthropology inggris R.R. Marret,
teori Animisme dari anthropolog inggris E.B. Taylor, dan teori monotheisme asli
dari anthropolog jerman W. Schmidt.
Teori dinamistis mengatakan bahwa
bentuk kepercayaan yang paling tua adalah kepercayaan kepada kekuatan-kekuatan
yang tidak berpribadi yang merupakan sumber magi (sihir). Bagi manusia yang
tingkat kepercayaan masih rendah sekali, tiap-tiap benda dipercayai memiliki
kekuatan gaib yang misterius, dan tiap-tiap suku, bangsa, menamai kekuatan gaib
tersebut berbeda-beda. Dalam ilmu sejarah agama dan ilmu perbandingan agama,
kekuatan batin ini biasaya disebut dengan mana.
Selain percaya kepada daya atau
kekuatan atau kekuasaan gaib, di kalangan masyarakat primitive juga terdapat
kepercayaan kepada adanya roh atau nyawa. Berbeda dengan dalam teori dinamistis
yang ada kekuatan gaib yang tidak berpribadi, kali ini terdapat kekuatan gaib
yang berpribadi yakni roh. Yang kemudian pandangan seperti ini disebut dengan
istilah animism. Disini hubungan manusia dengan yang gaib dan suci lebih
kongkrit dibandingkan pada dinamisme. Karena tata cara berhubungan dengan roh
atau nyawa dilakukan dalam bentuk yang sangat jelas.
Jika seperti itu apakah dimungkinkan
terjadinya evolusi kepercayaan dalam masyarakat primitive, yang tadinya
dinamistis menjadi animisme. Prof. DR. Harun Nasution membenarkan peristiwa
evolusi kepercayaan tersebut, ia mengatakan bahwa kepercayaan dinamisme adalah
yang pertama kali muncul, kemudian berkembang menjadi animisme. Pendapat
seperti ini ditampik oleh Dr. A.G. Honig Jr. menurutnya kepercayaan manusia
tidak bersifat evolusioner dari satu tingkat ke tingkat lain, karena kedua
kepercayaan tersebut bisa timbul secara bersamaan.
Teori terakhir adalah monotheisme
yakni bentuk kepercayaan yang mengakui adanya satu Tuhan, Tuhan semua manusia,
semua bangsa dan seluruh alam semesta. Menurut keyakinan penulis, bentuk-bentuk
kepercayaan dinamistik, animistic, politheistik serta monotheistic bisa muncul
pada kurun waktu yang sama meskipun di tempat yang berbeda. Bahkan
bentuk-bentuk kepercayaan ini bisa terjadi pada waktu yang sama dan pada tempat
yang sama.
C. Gagasan
Tentang Tuhan
Untuk mengetahui gagasan tentang Tuhan
itu tidak cukup hanya dengan menggali pemikiran dan pendapat manusia sekarang
ini, tetapi perlu menulusri masa lampau dan menjelajahi semua kawasan. Dengan
demikian akan tergambar pula sejauh mana kekuasaan Tuhan atas dunia ini dan
bagaimana pula kedudukan manusia berhadapan dengan kekuasaan Tuhan itu.
Pandangan manusia pada masyarakat sederhana Tuhan merupakan asal kehidupan dan
sumber segala ajaran yang harus dilaksanakan segala ajaran yang harus
dilaksanakan oleh manusia dalam berhubungan dengan Tuhan.
Gagasan seperti inilah yang kemudian
menegaskan bahwa Tuhan adalah yang memberi dan menetapkan peraturan sekali
untuk seterusnya. Kepercayaan terhadap Tuhan tertinggi terdapat dalam semua
bangsa. Seperti bangsa cina yang sejak zaman kuni telah meyakini akan Tuhan
tertinggi, mereka percaya bahwa Tien atau Shang Ti sebagai Tuhan Tertinggi.
Dalam kepercayaan mereka belum disebut secara jelas apakah Tuhan mereka juga
sebagai pencipta, sedangkan yang lebih menonjol adalah tuntutan moral agar
manusia hidup dengan menjunjung tinggi nilai-nilai kebaikan.
Dalam agama Zoroaster, Ahura Mazda
atau Ormuz adalah Tuhan bagi mereka. Ahura mazda adalah penguasa dunia Karena
ia yang menciptakan ruang dan waktu agar roh jahat terpenjara dan menderita
hingga akhir zaman. Kemudian dalam agama hindu, Tuhan dipandang sebagai
pencipta dan sumber dari segala sesuatu yang ada di dunia ini. Tuhan dalam
tradisi hindu adalah transenden. Beralih pada Tuhan dalam agama-agama
monotheisme, yakni yahudi, islam, Kristen, dan Islam pada dasarnya sama. Dia
adalah transenden, dalam ketiga agama ini memandang Tuhan terlibat dalam
berbagai kejadian dan kehidupan makhluknya di dunia ini. Gagasan-gagasan ketiga
agama ini bersumber pada kitab suci masing-masing, yaitu Taurat, Injil, dan
Al-Qur’an. Jika kita perhatikan
gagasan-gagasan tentang Tuhan dari agama-agama ternyata ada suatu persamaan
yang jelas, yaitu bahwa Tuhan adalah pencipta alam semesta ini.
Pembahasan Tuhan tidak hanya dalam
agama, Tuhan juga merupakan objek pembahasan dalam filsafat. Filsuf kuno yang
merumuskan gagasan tentang Tuhan antara lain adalah Plato. Gagasan tentang Tuhan
menurut plato bisa dipahami ketika mengemukakan pandagannya tentang dunia idea.
Dengan perkataan lain dan dalam istilah agama, semua berasal dari idea
Tertinggi dan segalanya akan kembali kepadaNya. Kemudian filsuf lainnya, dalam
metafisika Aristoteles, gagasan tentang Tuhan dapat dilihat dari pandangannya
mengenai adanya gerak dalam pembentukan materi. Kehidupan dan waktu digerakkan
oleh Tuhan, penggerak pertama yang tidak digerakkan penggerak lain di atasnya,
sebab tidak ada yang lebih tinggi lagi dari Tuhan.
Beralih ke masa modern dengan
melewati abad pertengahan, salah satu filsuf ternama yang dijuluki bapak
filsafat modern yakni Rene Descartes. Gagasannya mengenai Tuhan bertolah dari
sebab-akibat. Tuhan merupakan penyebab satu-satunya, yang paling tinggi dan
paling sempurna. Kemudian, baruch de Spinoza, menurutnya substansi satu-satunya
adalah substansi Tuhan, yang sekaligus meliputi dunia dan manusia. Pandangannya
seperti ini disebut dengan pantheisme, Karena menyamakan antara alam semesta
dengan Tuhan. dan banyak lagi lainya.
Di zaman pencerahan, ada Francois
Marie Arout yang lebih dikenal dengan Voltaire, padangannya mengenai Tuhan
disebut dengan deisme. Yakni Tuhan dapat dibuktikan dengan akal, selain itu
menurutnya Tuhan hanya sebatas pencipta dunia dan tidak campur tangan lagi
sesudahnya. Selanjutnya filsfuf jerman, Imanuel Kant, walaupun pandangannya
tentang Tuhan tidak begitu jelas, namun ia hanya berpandangan bahwa adanya Tuhan
merupakan postulat yang tidak boleh tidak harus ada. Kant merumuskan bahwa pada
tataran rasio praktis ada tiga postulat yakni kebebasan, immortal jiwa, dan
adanya Tuhan. dengan menerima ketiga postulat tersebut dinamakan Kant sebagai
kepercayaan (Glaube).
Di abad ke-20 para filsuf telah
merumuskan pula gagasan tentang Tuhan. salah satunya Karl theodor Jasper,
menurutnya dalam kehidupan kita terdapat situasi-situasi pembatasan. Lebih
lanjut Tuhan adalah das Ugrefende aller ugreifen atau yang melingkupi segala
sesuatu yang melingkupi. Dilanjutkan Gabriel filsuf paris, kehadiran Tuhan
menurutnya termasuk suasana misteri yang tidak memerlukan pembuktian melainkan
kepercayaan. Demikian beberapa gagasan-gagasan tentang Tuhan dari Yunani kuno
sampai abad ke-20, rasa masih belum mewakili jika tidak diikutsertakan gagasan
tentang Tuhan dari para filsuf Timur.
Pada filsuf timur salah satu filsuf
yang tenar adalah Confusius, di usia-usia
lima puluh tahun Confucius, ia hanya menyadari nilai-nilai susila. Setelah melewati umur usia itu ia
mulai menyadari bahwa nilai-nilai adi susila yang disebut alam ketuhananan.
Namun, gagasan mengenai Tuhannya tidak begitu jelas. Selanjutnya filsuf timur
yang terdapat gagasan tentang Tuhan adalah pada Taoisme. Tuhan dalam pandangan
Taoisme adalah sumber segala sesuatu, Maha Esa dan abadi. Filsuf timur lain
adalah Mahatma Ghandi, menurutnya Tuhan adalah kebenaran dan cinta, etika dan
moral, sumber cahaya dan kehidupan, dan bahkan di atas segala-galanya.
Gagasan-gagasan tentang Tuhan
tersebut melahirkan paham-paham yang berkaitan dengan hubungan alam atau dunia
dan Tuhan. setidaknya ada tiga paham yang dapat penulis kemukakan, yaitu
theism, deisme, dan pantheisme.
D.
Argumentasi Tentang Keberadaan Tuhan
Dalam bab sebelumnya oleh agama dan filsuf,
namun nampaknya hanya berbekal kepercayaan dan gagasan masih belum memuaskan
kalangan filsuf. Oleh sebabnya mereka mengajukan argumentasi tentang keberadaan
Tuhan. secara klasik ada empat argument yang terkemuka, yaitu argumentasi
ontologis, argumentasi kosmologis argumentasi teleologis, dan argumentas moral.
Argumentasi ontologis dapat
ditemukan unsur-unsurnya dalam filsafat plato. Dengan teori idea, plato mencoba
membuktikan bahwa alam bersumber pada sesuatu kekuatan gaib yang bernama The
Absolut Good atau yang Mutlak Baik. Kemudian dalam filsafat St. Agustinus.
Menurutnya manusia mengetahui dari pengalaman hidupnya bahwa dalam alam ada
kebenaran. Kebenaran tetap dan kekal itu merupakan kebenaran mutlak dan
kebenaran mutlak inilah yang disebut Tuhan.
Ada
anggapan yang pertama kali merumuskan argumentasi ontologis ini adalah St.
Anselm Cantesbury. Secara tegas ia menyatakan “Seseorang yang memahami bahwa Tuhan
ada, tidak dapat berpikir bahwa Tuhan tidak ada.” Berbeda dengan St. Thomas
Aquinas, menurutnya ”keberadaan Tuhan adalah jelas, terbukti dengan sendirinya
(self evident).” Kemudian argumentasi ontologis ini dirumuskan kembali
oleh Rene Descartes, ia berpendapat idea tentang Tuhan adalah jelas dan
terpilah (clear and distinct). Dilanjutkan oleh Imanuel Kant, dengan
tegas ia mengatakan “bagi orang yang tidak percaya kepada Tuhan, akan sulit
untuk menerimanya.”.
Argumentasi lain yang mengemukakan
akan keberadaan Tuhan adalah argumentasi Kosmologi. Argument yang beranjak dari
dunia (kosmos). Yang melipti gerak, sebab, kontingensi dan keteraturan alam
semesta ini. Argumentasi ini bisa ditemukan dalam filsafat plato yang berbicara
mengenai prinsip-prinsip dasar yang mengatur keharmonisan alam yang ia sebut
dengan Demiurgos (jiwa Dunia). Selanjutnya dikembangkan oleh Aristoteles, yang
menjadi dasar Aristoteles bagi argumentasi kosmologis ini adalah mengenai
konsep perubahan (gerak). Para filsuf islam yang banyak terpengaruh oleh
aristoteles juga ikut meramaikan dalam memberikan pandangannya terhadap
argumentasi ini.
Seperti, al-kindi yang mengemukakan
bahwa segala yang terjadi mempunyai sabab dan musabab dan berujung pada sebab
pertama. Kemudian al-farabi, sama halnya dengan pendapat al-kindi, namun al-farabi
memberikan kesimpulan bahwa suatu zat yang demikian sifatnya itu adalah Tuhan.
selanjutnya ada Ibnu Sina dengan argumentasinya “Wujud Kosmos yang bersifat
mungkin tergantung pada wajib Al-wujud (necessary being) yang menjadi dasar
bagi segala sesuatu”. Argumentasi kosmologis ini disanggah oleh David Hume,
menurutnya penalaran yang bermodalkan sebab-musabab adalah sangat lemah, karena
kesimpulan yang ditarik dari akibat yang terbatas maka akan menghasilkan sebab
yang terbatas juga. Namun pada dasarnya Hume percaya akan adanya hokum
sebab-akibat. Berbeda dengan Kant, baginya, dunia noumena (esensi) tidak bisa
disimpulkan dari dunia fenomena (gejala).
Argumentasi selanjutnya adalah
argumentasi teleology yang dikemukakan oleh William Paley. Argumentasi ini
bertolak dari keteraturan alam yang bergerak dan menuju tujuan tertentu. Paley
dengan melihat Unsur-unsur dunia yang sangat rumit tetapi Nampak teratur ini,
akan mendorong manusia untuk berpikir tentang yang ada dibalik dunia ini
sebagai pengaturnya. Argumentasi ini disanggah oleh Kant dengan mengatakan,
jika begitu adanya maka yang merancang keburukan dan kejahatan adalah Tuhan
pula.
Argumentasi terakhir yang mencoba
membutikan keberadaan Tuhan adalah Argumentasi moral yang dikemukakan oleh
Imanuel Kant. Melakukan kewajiban karena mau memenuhi kewajiban itulah kehendak
yang baik tanpa pembatasan, itulah yang disebut Kant dengan moralitas.
Tujuan moralitas menurut Kant adalah kebaikan tertinggi (summum bonum), agar
itu tercapai kita harus menerima tiga postulat, yakni kebebasan kehendak,
keabadian jiwa, dan adanya Tuhan. karena ketiga postulat ini adalah tujua yang
dicita-citakan dan diinginkan oleh manusia saat ini, di alam fana ini. Menurutnya
perbuatan baik dan buruk itu sendiri mengandung arti nilai-nilai, nilai
tersebut tidak didapat dari manusia melainkan dari Tuhan, “adanya nilai itu
mengandung arti adanya pencipta nilai, pencipta nilai, itulah yang disebut Tuhan”.
Argumentasi moral ini disanggah oleh Bertrand Russel, pendapat bahwa Tuhan dan
kebaikan moral adalah sama merupakan kesalahan penalaran. Jika ada orang yang
baik, tidak lantas disimpulkan bahwa kebaikan itu berasal dari pemberian Tuhan.
E. Sikap
Manusia Terhadap Tuhan
Secara garis besar ada dua yang
secara diametral saling bertentangan, yaitu yang sepenuhnya percaya adanya Tuhan
(Theisme) dan yang sepenuhnya menyangkal adanya Tuhan (Atheisme), ditambah dua
sikap manusia yang mencoba menyangkal keberadaan Tuhan secara halus, yakni
agnotisisme dan naturalism.
Theisme adalah sikap percaya kepada
satu-satunya wujud suci, yaitu Tuhan yang menciptkan dan mengurus alam ini,
yang berbeda dengan segala yang ada. Dalam paham theisme ini, Tuhan dipandang
sebagai sebab dari segala yang ada ini. Jadi theisme sebagai monotheisme dalam
teori dan pemujaan hanya mengannut satu Tuhan. Hp Owen mengemukakan bahwa
theisme mempunyai makna kepercayaan kepada satu Tuhan yang pribadi, tujuan yang
terpuji, terpisah dari dunia tapi tidak melepaskan dunia.
Sikap lain tentang keberadaan Tuhan
adalah sikap skeptic atau ragu terhadap Tuhan. sikap ini terlihat dalam
pandangan agnostisisme. Seperti yang dikemukakan oleh Ronald W. Hepburn “dalam
pemakaian istilah yang sangat umum, agnostisisme adalah pandangan bahwa kita
tidak tahu apakah Tuhan ada atau tidak”. Sikap seperti ini sudah ada sejak
zaman purba, salah seorang sejak zaman kuna yang berpaham seperti ini adalah
Protagoras. Sikap seperti ini terutama diterakan kepada penangguhan kepercayaan
berkenaan dengan Tuhan. agnostisisme
sebagai sikap dan pendapat falsafati menunjukkan dan mempertahankan bahwa yang
mengatasi indera tidak dapat diketahui. Sikap yang mengenyampingkan
pandangan-pandangan yang bersifat metafisis. Agnostisisime modern ini bersangkut-paut
dengan aliran empiris dan positivisme.
Karena dalam pandangan aliran
filsafat ini, ilmu-ilmu berkembang atas dasar prinsip bahwa hanya dapat
diketahui apa yang tidak melebihi pengalaman. Aliran ini pertama kali disebut
sebagai agnostisisme adalah oleh Thomas Huxley, yang menganut paham positivism
juga. Menurutnya agnostisisme adalah pengakuan ketidak mampuan manusia terhadap
segala yang melebihi pengalaman (ilmiah). Sikap lain yang mengemukakan dalam
kaiatanya dengan pandangan tentang keberadaan Tuhan adalah paham naturalism.
Dalam pandangan naturalism , semua obyek da kejadian merupakan data alam bisa
didapati keberannya. Prinsip dasar yang menjadi acuan paham naturalism adalah
prinsip-prinsip ilmiah. Paham ini juga bersifat monistik, karena ada
satu-satunya yang diakui adalah hanya alam semesta ini. Jadi, naturalism hanya
mengakui satu-satunya realitas, yakni alam. Tidak ada yang di atas atau di
balik realitas alam ini. Oleh karena itu paham ini lebih mengarah kepada paham
atheisme, paham ini juga sejalan dengan aliran-aliran materialisme dan
positivisme.
F. Atheisme
dan Argumentasinya
Atheisme mengandung berbagai
pengetian, antara lain; keyakinan bahwa Tuhan tidak ada, ketidakpercayaan
terhadap eksistensi adikodrati yang diandaikan mempengaruhi alam semesta, dan
tidak adanya keyakinan akan Tuhan yang khusus. Sejalan dengan ini Richard
H.Popkin dan Arvum Stroll mengemukakan: “Atheisme adalah teori yang menyatakan
bahwa Tuhan tidak ada, atau anda kata
ada, Tuhan tidak dapat melibatkan diri terhadap keberadaan manusia dengan jalan
apapun”. Namun menurut Mircae Eliade, atheisme bukan hanya sekedar teori ,
tetapi ajaran (doctrin). Ia juga mengemukakan bahwa “atheisme adalah ajaran
bahwa Tuhan tidak ada, kepercayaan akan adanya Tuhan adalah kepercayaan yang
salah.”
Charles Bradlough menyatakan dalam
bukunya Plea for Atheism, dalam buku tersebut ia menulis. “seorang
atheis tidak mengatakan ‘Tuhan tidak ada’, tetapi ia mengatakan ‘saya tidak
tahu apa yang anda maksud dengan Tuhan; saya tidak mempunyai gagasan tentang Tuhan;
kata Tuhan bagiku merupakan suara atau pernyataan yang tidak jelas”. Dari
tulisan ini namak begitu jelas bahwa pengertian atheisme menjadi lebih luas,
tidak sekedar teori tentang penyangkalan akan adanya Tuhan. atheisme juga
merupakan ajaran, kesangsian, dan sikap tidak ingin tahu tentang adanya Tuhan.
Argumentasi yang digunakan oleh
atheisme yang dikemukakan secara tradisional ada dua. Pertama, argumentasi
keabadian materi. Argument ini didasarkan kepada ajaran tentan keabadian materi
atau dibawa kepaa yang lebih sesuai teori fisika dewasa ini, keabadian “massenergy”.
Hanya materi sajalah yang merupakan kenyataan yang sebenarnya dalam alam
semesta ini. Argumentasi ini disangkal oleh paham kreasionisme, yang menyatakan
tidak ada materi yang kekal, karena semuanya diciptakan. Pengalaman menunjukkan
bahwa segala pengada mempunyai
awal dalam eksistensinya. Kedua, argumentasi adanya kejahatan dan ketidak
sempurnaan alam lainnya. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa karena
kejahatan ada, maka Tuhan tidak ada. Seandainya Tuhan baik ada pasti tidak ada
kerusakan. Secara lebih rinci St. Thomas Aquinas merumuskan “seandainya Allah
ada, tak aka nada satu tempat pun di mana kejahatan ditemukan. Padahal
kejahatan ditemukan di dunia. Maka Tuhan tidak ada.”
Argumentas ini kemudian disanggah
oleh Prof. Dr. Louis Leahy SJ, ia menulis: “kepada orang yang mengatakan
‘kejahatan ada, maka Allah tidak ada’, kita menjawab serta merta: ‘kebaikan ada
maka Allah ada’. Namun, kedua pernyataan ini tidak berdiri sama tinggi atas
dasar dua alas an. Pertama, kebaikanlah yang berdaulat, sedangkan kejahatan
hanyalah sebuah “kecalakaan/aksiden” yang tidak dapat meniadakan makna pokok.
Kedua, kebaikan tidak dapat dimengert tanpa (adanya) Tuhan, tetapi tidak pasti
bahwa kejahatan tidak dapat dimengerti dengan (adanya) Tuhan. menanggapi
masalah ini W. Leibniz berpendapat bahwa Tuhan menciptakan yag baik saja,
sedangkan adanya kejahatan merupakan syarat untuk bertumbuhnya yang baik di
dunia. Oleh karena itu jelaslah bahwa pengingkaran akan adanya Tuhan sebagai
pencipta dunia ini karena ada kejahatan di dunia tersebut merupakan hal yang
kontradiktif. Leahy menambahkan “setidak-tidaknya kita dapat melihat bahwa
adanya kejahatan di dunia bukanlah alasan yang cukup untuk mengingkari
eksistensi/adanya Tuhan.
G. Perkembangan
Atheisme
Pada masa cina kuna, pemikiran
atheistic telah muncul seiring dengan perkembangan konsep ketuhananan. Bagi
Confucius, kepaTuhan kepada Tuhan
semata-mata ditunjukkan ole pelaksanaan hokum moral. Berbeda dengan pandangan
Confucius, Mo-tzu memandang bahwa Tuhan memiliki sifat kasih terhadap dunia. Ia
juga mengakui roh-roh orang mati bukan sekedar landasan upacara agama. Kemudian
pandangan Mo-tzu ini ditentang oleh Hsun-tzu, menurutnya konsep ketuhananan
tidak lebih hanya sebagai penggambaran untuk proses alamiah tentang pahala bagi
kebaikan dan hukuman bagi kejahatan. Sedangkan kegiatan keagamaan tidak
mempunyai pengaruh sama sekali. Ia juga tidak mengakui kekuatan adikodrati,
dewa dan roh-roh mati. Karena inilah ia dikategorikan/dimasukkan sebagai orang
atheis.
Beralih ke india, pemikiran
atheistic di india telah muncul pula pada masa kuna. Itu disebabkan adanyazaz
sikap penolakan terhadap otoritas veda, adanya roh, asal mula kejadian dan
kehidupan setelah mati oleh aliran Carvaka. Yang kemudian diikuti oleh Jaina
dan Buddha. Aliran lain yang menyangkal adanya Tuhan adalah aliran samkhya
salah satu aliran filsafat Hindu orthodox. Menurut aliran ini adanya Tuhan
tidak dapat dibuktikan.
Di dunia barat atheisme berkembang
sejak zaman Yunani kuna hingga dewasa ini. Filsuf yunani kuna yang berpendangan
atheistic adalah Democritos. Menurutnya, kenyataan satu-satunya yang ada adalah
atom. Selain democritos ada Protagoras, Theodoret, dan Cyrrhus. Theodoret
secara tegas menyatakan bahwa menerima keberadaan Tuhan manapun”. Filsus zaman modern ada Thomas Hobbes,
menurutnya, kenyataan yang ada hanyalah materi. Selain materi tidak merupakan
kenyataan alias nonsense. Setelah proses sekularasi di Eropa Barat di abad
ke-17 muncul atheisme ilmiah. Salah seorang ilmuan yang menyangkal adanya Tuhan
adalah Pierre-Simon de Laplace. Menuruntnya, kepercayaan akan adanya Tuhan
adalah berlebihan. Sebab dunia ini ada dengan sendirinya, buka diciptakan Tuhan.
kemudian muncul positivisme yang dibangun oleh August Comte. Atheisme dalam sudur
pandang positivisme ini jelas didasari sifat khasnya bahwa fenomena berdasarkan
hokum alam yang tidak berubah, maka akibatnya ialah menolak akan adanya sebab
pertama maupun yang terakhir (final); tegasnya tidak ada penciptaan, tidak ada Tuhan
sebagai pencipta.
Kemudian F.W .Nietze filsuf jerman
ini beranggapan bahwa dunia adalah satu-satunya hakekat yang ada, jika kemudian
timbul hal yang baru di dunia ini, maka hal itu dianggap bersifat siklis, suatu
proses bulat alam semesta. Ilmuan sosiolog yang terkenal Emile Durkheim juga
mempunyai pandangan yang demikian. Ia mengakui kenyataan agama dan kekuatan
moral. Namun tidak berasal dari Tuhan, tetapi dari masyarakat itu sendiri.
Sigmund Freud seorang ahlu psikoanalisa juga mempunyai pandangan sendiri ‘
Apabila umat manusia telah mencapai kedewasaan psikologi, maka dengan
sendirinya agama akan lenyap”. Tokoh dari filsafat eksistensialisme, Paul
satre, ada Tuhan dan ada manusia secara bersama-sama tidak mungkin terjadi.
Kalau ada yang satu merupakan kenyataan maka ada yang harus disangkal. Karena
yang jelas-jelas ada adalah manusia dengan segala kebebasannya, maka dengan
sendirinya Tuhan tidak ada. Padangan Sartre ini bukan saja sebagai penolakan
akan adanya Tuhan, tetapi juga merupakan sikap perlawanan kepada Tuhan. kemudian
kita kenal dengan Karl Marx tokoh filsafat materialisme. Menurut Marx agama
adalah candu yang meninabobokan manusia karena mimpi-mimpi surgawinya. Maka
agama tidak ada gunanya bagi manusia. Agama hanyalah merupakan realisasi
fantastis makhluk manusia belaka. Untuk itu agama harus dihilangkan dalam
pergaulan dan kehidupan manusia.
Di abad dua puluhan muncul gerakan
dari Wiena, gerakan ini disebut Wiener kreis (lingkaran Wiena), cara berpikir
gerakan ini disebut dengan berbagai istilah seperti, neopositivisme dan
positiviesme logis. Jelasnya aliran ini merupakan aliran filsafat bahasa.
Aliran ini berpendapat bahwa berbicara harus mengatakan suatu cara berpikir
yang bersifat empiris. Sebab menuru aliran ini bicara harus mempunyai arti, dan
ari hanya dapat diberikan kepada sesuatu yang bersifat empiris. “adanya Allah
tak dapat diverifikasi sama sekali; akibatnya allah tidak dapat disebut benar.”
Dengan demikian jelaslah kepada kita
bahwa atheisme tidak pernah surut dari masa ke masa. Atheisme muncul dan
berkembang melalui berbagai aliran filsafat dan ilmu pengetahuna, termasuk
aliran-aliran filsafat bahasa.
H. Agama
sebagai Jalan Hidup
Secara garis besar terdapat dua
sikap, di satu pihak, manusia yang percaya akan adanya Tuhan dan di pihak lain
manusia yang tidak percaya kepada-Nya. Sejak zaman dahulu kala banyak manusia
menyembah kekuata-kekuatan yang diyakini lebih tinggi dan lebih berkuasa dari
manusia sendiri, Karena dipandang menguasai hidupnya. Dengan demikian, manusia
bukan hanya mengungkapkan keyakinanya tentang adanya yang Maha tinggi, tetapi
juga tentang makhluk lainnya yang menjadi lingkungan hidup manusia. Sepanjang
sejarah umat manusia agama mempunyai fungsi tertentu dalam kehidupannya,
istilah fungsi yang dimaksud adalah sumbangan yang diberikan agama kepada
manusia dalam meniti kehidupannya di dunia ini. Dalam cara hidup ini terkandung
norma-norma moral dan keseluruhan aturan-aturan hidup manusia. Adapun yang
dimaksud dengan norma-norma moral, menurut Franz Magnis-Suseno adalah
ajaran-ajaran, wejangan, khotbah-khotbah, patokan-patokan, kumpulan peraturan
dan ketetapan entah lisa atau tertulis, tentang bagaimana mnausia harus hidup
dan bertidak agar manusia menjadi baik. Peter berger mengemukakan, bahwa agama
adalah suatu kebutuhan dasar manusia. Tidak ada jalan lain untuk membela diri
terhadap-terhadap kekuatan-kekuatan negative dari pada jalan agama. Maka agama
menjamin kepastian hidup. Maka dalam menanamkan nilai-nilai agama perlu adanya
pendidikan agama kepada manusia sejak masa kanak-kanak yang akan memberi
ketahanan batin dalam menempuh kehidupannya. Namun perlu untuk dikemukakan,
bahwa pendidikan agama baik terhadap individu maupun masyarakat harus dilakukan
secara kritis.
Dr. W. Drijarkoro SJ mengatakan:
gejala (keagamaan-pen). Sedala, itu tidak bisa tidak berakar kepada kodrat
manusia sendiri. Karena religi (agama) merupakan perkembangan, jadi manusia
merupakan bakat atau dinamik kea rah itu. Karena di situ yang dicurahkan itu
seluruh kodrat, jadi yang berupa dinamik itu bukanlah hanya sebagian dari
kodrat manusia, melainkan seluruh kodrat manusia sebagai keseluruhan. Pembawaan
ingin beragama ini telah menjadi fitrah kejadian manusia, yang diciptakan oleh
Yang Maha Kuasa dalam diri manusia. Ditambah dengan suasana kehidupan di muka
bumi ini mendorong manusia pula untuk beragama. Dr. Muhammad Iqbal berkata:
“Agama bukan soal sebagian-sebagian: ia bukanlah akal semata-mata, tidak pula
hanya perasaan saja, atau pun tindakan semata-mata; ia adalah ekspresi dari
seluruh (potensi) manusia.”
Namun sekarang ini terdapat
kecenderugan bahwa dunia semakin kacau dan manusia semakin kejam,. Menurut
paryana, akibatnya tumbuh egoism, liberalism, materialism, kapitalisme, dan
akhirnya imprerialisme. Imperlisme ini lah yang kemudian melahirkan peperangan
yang tiada henti, pasang surutya perang yang silih berganti. Dari perang dunia
I sampai perang dunia II berkahir. Namun masih tetap tejadi peperangan
dimana-mana. Kapan dunia akan damai? William Penn mengatakan bahwa dunia baru
(yang damai) tidak mulai dengan ditandatanganinya naskah-naskah di meja
perjanjian. Dunia baru aka nada jika Tuhan menuliskan kehendaknya di dalam hati
manusia. Oleh karena itu cita-cita perdamaian akan tercapa, manakala manusia
telah berpegang kepada ikatan-ikatan normative
dan tata nilai Tuhan yang absolut itu. Karena jauhnya manusia dari
perasaan keagamaan, membuat manusia mengadakan penyelesaian berbagai masalah
secara kejam yang justru menyulitkan kehidupannya sendiri. “maka terjadilah
frustasi, pembunahan, free sex, bunuh diri dan lain-lain.
Karena itulah dibutuhkan agama
(Tuhan), agama merupakan pelajaran mewujudkan rasa kemanusiaan setingi-tinginya
dalam susunan yang teratur, agar bisa bermanfaat sebanyak-banyaknya untuk
kehidupan manusia. Untuk mencapai cita-cita tersbut, harus ada tiga bentuk atau
arah komunikasi, ialah manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesamanya dan
manusia dengan alam atau lingkungan hidupnya. Untuk mengendalikan atau
mengawasi perkembangan akal dan keinginanmanusia itu diperlukan ajaran-ajaran
agama. Jika sepanjang manusia berpegang kepada agama, maka tanggung jawab moral
akan lebih besar, karena ia merasa selalu diawasi oleh Tuhan dalam setiap
tingkah laku dan perbuatannya.
Namun, suatu kenyataan yang tidak
bisa dibantah begitu saja, bahwa sebagian manusia menjadi lupa daratan di kala
mendapat suatu kenikmatan daam hidupnya. Tuhan dipandang sebagai benda mati
tidak berkuasa, bahkan ada yang menganggap bahwa Tuhan itu tidak ada. Tetapi,
apabila kesulitan tiba, sedangkan tidak ada seorang pun yang dapat dimintai
pertolongan; baik sadar atau tidak, seorang yang mengaku atheis pun akhirnya
mengakui akan adanya Tuhan. sebab sebagaimana pun angkuh dan sombingnya manusia
pada akhirnya ia harus mengakui secara jujur bahwa dirinya tidak mempunyai
kekuasaan apa-apa. Oleh karena itu sadar atau tidak, manusia akan mengakui
kewujudan Tuhan.
I. Penutup
Munculnya agama du dunia ini adalah
seiring dengan timbulnya kepercayaan manusia akan adanya Yang Maha Kuasa di
luar diriya. Inti dari agama adalah Tuhan, yang dipercaya sebagai pencipta dan
pemelihara alam semesta. Namun konsepsi mengenai Tuhan sepanjang sejarah
manusia dan agam berbeda-beda. “dalam pemikiran filsafat hanya ada satu Tuhan
yang benar, akan tetapi mempunyai perbedaan nama dalam agama yang beragam.
Selain sikap manusia yang percaya aka adanya Tuhan, terdapat pula sikap yang
menyangkal keberadaan Tuhan dan segala yang bersifat adikodrati, yang dikenal
sebagai paham atheisme. Tetapi kenyataan membuktikan bahwa banyak manusia
yangtidak percaya kepada Tuhan atau meninggalkna Tuhan, pada situasi dan
kondisi tertentu mereka akan kembali kepada Tuhan.
Agama tidak akan memberikan makna
kepada kehidupan, agama juga akan kehilangan fungsinya, jika kepercayaan kepada
Tuhan atau pengakuan sebagai manusia beragama hanya diyatakan dengan lisan
tanpa menghayati dengan keyakinan dan diaktualisasikan dalam perbuatan. Sebagai orang beragama harus
tercermin dalam dua arah. Pertama, hubungannya dengan Tuhan harus tercermin
dalam bentuk kesalehan ritual. Kedua, hubungan dengan makhluk lainnya
harus dilandasi rasa cinta dan kasih sayng dan diaktualisasikan dalm kesalehan
social.
Dalam
hubungannya dengan manusia, ada tiga cara yang harus dilakukan. Pertama, ta’aruf,
saling kenal mengenal. Kedua, taaluf menyatukan hati dengan segenap
perasaan. Ketiga, ta’awun kerjasama dalam melakukan sesuatu. Kemudian
dalam membina hubungan dengan alam yang menjadi lingkungan hidup manusia,
hendaknya dilakukan dengan penuh kesadaran dan sikap positif, bahwa alam ini
adalah anugerah nikmat dan amanat Tuhan. semua itu harus melalui jalan agama,
tanpa melalui jalan agama, maka manusia akan sesat dan aniaya.
3. Analisa
kritis
a. kelebihan
buku ini sangat bagus untuk menjadi
bahan bacaan bagi mahasiswa khususnya dan masyarakat secara umum. Bahasa yang
digunakan sangat mudah dipahami dan tidak begitu sulit untuk diresapi. Sebagai
bahan diskusi, buku ini cocok untuk para intelek yang membutuhkan argument dari
berbagai filsuf dan pandangan tokoh agama. Buku ini juga tidak rasis yang lebih
menonjolkan satu golongan atau satu agama saja. Buku ini bisa menempatkan
argument para filsuf dan tokoh agama tepat pada proposinya masing-masing.
Buku ini juga melakukan pendekatan
filsafat yang mudah untuk dimengerti, tidak terlalu sulit seperti pemikiran
filsuf pada umumnya. Untuk itu bagi pemula yang ingin belajar agama buku bagus
untuk dijadikan referensi. Karena referensi dalam buku ini tidak hanya berasal dari
buku sekunder namun yang digunakan langsung diambil dari buku primernya.
b. kelemahan
ada sedikit kekurangan dalam buku
ini, terdapat pembahasan yang berbeda namun pemikiran yang dipakai hanya satu
tokoh. Jadi sulit untuk menentukan bahwa tokoh yang memberikan argumentnya ini
tergolong dalam paham apa. Misalnya dalam bab argumentasi tentang keberadaan
Tuhan. Dalam bab ini ada 4 argumenatasi tentang keberadaan Tuhan, dan tiap
argumentasi terdapat tokoh yang sama. Jadi sangat sulit untuk mengetahui tokoh
yang memberikan pandangan ini termasuk dalam argumentasi yang mana. Kemudian
dalam susunan bab yang harus di bahas seharusnya bab perkembangan kepercayaan
tentang Tuhan ditempatkan setelah bab argumentasi tentang keberadaan Tuhan.
sehingga susunan buku menurt saya akan lebih sistematis. Karena dalam bab
setelahnya terdapat pembahasan tentang perkembangan atheisme ditempatkan
setelah atheisme dan argumentasinya. Artinya kita mengenal dulu kata atheisme
kemudian baru dibahas perkembangannya.
C rekomendasi
pada buku ini
Semoga buku ini terus untuk
diterbitkan kembali, buku ini diterbitkan terakhir kali tahun 2003. Jika bisa
dalam pembahasanya dalam sikap manusia terhadap Tuhan ditambahkan subbabnya
karena sekarang tidak hanya atheisme yang berkembang, namun masih banyak lagi
sikap manusia terhadap Tuhan. sekarang ini ada sikap manusia yang disebut anti
theisme, masih belum ada gambaran secar umum apa itu yang disebut dengan anti
theis. Apakah anti theis ini perkembangan dari atheisme atau terpisah dari atheisme
tersebut.
0 komentar:
Posting Komentar