Jumat, 07 Juni 2013

Sanky dan yoga

A. Pendahuluan Pada kesempatan kali ini kami pemakalah akan mencoba menjelaskan sedikit tentang sankhya dan yoga pada pembahasan filsafat India, pada pertemuan kemarin sedikit disinggung mengenai sankhya dan yoga, namun tidak begitu jelas. Untuk itu kami mencoba memberi penjelasan yang mungkin bisa menambah informasi baru bagi kita semua. B. Sankhya Sankhya merupakan sebuah teori tentang dualis realitas, terdapat ketidaksepakatan diantara sejarahwan tentang apakah Sanakhya berasal dari Upanisad atau bukan (sebuah filsafat yang berkembang independent). Ajaran Sanakhya bersandarkan pada adanya realitas yang berbeda, yaitu: empiris dan self tertinggi. Self empiris merupakan sebuah self yang memanifestaikan sebagi gambaran dunia material. Berbeda dengan self tertinggi yang adalah subjek murni dalam realitas. Adakah hubungan kedua self tersebut?, analisa tetang hubungan kedua self tersebut terdapat pada ajaran yang kausalitas dan evolusi dunia, lebih dulu kita mengetahui bahwa self berfungsi sebagai sebjek yang mengetahui dan hal-hal yag ia ketahui sebagai objek1. Kata Sanakhya terdapat pada sekolah filsafat tertua, memiliki arti sebagai “perhitungan” atau perbedaan yang merupakan akibat dari hubungan analisis tentang realitas2, analisa tersebut memiliki penjelasan yang evolutif tentang dunia empiris dan self dengan menerangkan hubungan keduanya berkembang secara perlahan dari untaian benang (gaun) yang bersifat konstitusi dan praktis, yaitu substansi terakhir teratur dai dua empiris3. Dalam setiap pribadi terdapat self tertinggi, yaitu purusha yang adalah suatu metode rohani kesadaran murni dalam kodratnya yang terpisah dari aneka guna. Sesuatu yang menbentuk dunia empiris dan self tertnggi4. Pandangan ajaran Sanakhya bertitik tolak dari dinamika reflektif pengalaman dunia. Ajaran-ajaran Sanakhya merupaka sebuah ajaran yang bertumpu pada “dunia menuju langit”, melalui refleksi, para filsuf Sanakhya mengetahui kodrat-kodrat yang terjadi dalam alam semesta hingga menemukan sebuah dualitas realitas dalam memahami realitas. 1 Jhon M Koller, Asian Philosophy,, h. 103 2 Jhon M Koller, Asian Philosophy,, h. 104 3 Jhon M Koller, Asian Philosophy,, h. 104 4 Jhon M Koller, Asian Philosophy,, h. 104 1 | S a n a k h y a d a n Y o g a C. Kausalitas Tentang kausalitas, ajaran Sanakhya mengklaim bahwa keteraturan serta ketertiban dunia tertumpu pada akibat waktu yang tidak dapat disingkirkan5. Akibat-akibat perubahan itu ada yang menyebabkan. ajaran Sanakhya berpendapat bahwa akibat-akibat tersebut hadir dalam seab-sebab yang berbeda. Akibat adalah hasil dari transformasi sebab, namun akibat tidak dapat diciptakan dari sebab. Akibat sudah melekat pada „diri” sebab. Di dalam diri sebab terdapat akibat tertentu yang membedakan akibat dari sebab yang lain. Mangapa akibat tidak merupakan sesuatu yang baru?, dalam ajaran Sankhya, ketiadaan tidak dapat menimbulkan yang ada, serta ada tidak dapat menimbulkan ketiadaan. Akibat sudah dapat diketahui melalui sebab tertetu, akibat merupakan sesuatu yang dapat dialami dan diamati. Pandangan diatas mengukuhkan bahwa realitas objektif memiliki kodrat yang sama dalam transformasi yang berbeda-beda, karena sebab dan akibat adalah identik (memiliki esensi yang sama). Transformasi yang berbeda-beda tersebut ditimbulkan sendiri. Yaitu materi primordial yang darinya segala sesuatu terhubung. Ketidakbaruan akibat menimbulkan premis bahwa akibat dapat diketahui sebelum sebab, namun tanpa sebab, akibat tidak dapat eksis dala dunia material yang diamati. Sebagai contoh, kuning telur dihasilkan dar telur, karena ia sudah ada lebih dulu dari dalam telur. Sebab-sebab sebagai sebuah bahan merupakan bahan mentah yang mengaktualisasikan eksistensi akbat melalui potensialitas yang ada pada dirinya. Yang diaktualkan oleh sebab menjadi sebuah akibat adalah sebuah bentukbentuk actual dari dunia material dan nama dalam mepresepsikan bentuk actual tersebut. Contohnya, perak ketika ditransformasikan kedalam bentuk actual menjadi cincin perak, kalung perak, gelang perak, hasil dari transformasi tersebut adalah sebuah eksistensi kehadiran perak (bahan metah) dalam bentuk akibat (cincin, kalung, gelang). D. Epistemologi Sankhya Dalam sankhya ada tiga alat untuk memperoleh pengetahuan (pramana), yaitu: pengamatan, peyimpulan, dan kesaksian. 5 Jhon Koller, Asian Philosophy, h. 104 2 | S a n a k h y a d a n Y o g a Sankhya juga mengakui adanya dua tingkatan dalam pengematan, sama seperti yang dipaparkan oleh Nyaya-waisesika. Yaitu, pengamatan yang tidak menentukan (nirwikalpa) dan pengamatan yang menentukan (sawikalpo). Yang membedakannya dengan pengamatan yang ada dalam Nyaya-waisesika terletak pada pengertiannya. Yang dimaksud dengan pengamatan yang tidak menentukan bukanlah pengamatan atas hal-hal yang berdiri sendiri, yang kemudian dijadikan sintese pada tarap pengamatan yang menentukan, melainkan bahwa pengamatan itu mula-mula hanya mewujudkan sautu pengamatan yang kabur. Proses terjadinya pengamatan: indera-indera kita menerima obyek-obyek di luar kita tanpa menentukannya, dan menyampaikan pengamatan-pengamatan itu kepada manas. Selanjutnya manaslah yang menyusun pengamatan-pengamatan itu hingga menjadi suatu sintese dan meneruskannya kepada ahamkara, yang meneruskannya lagi kepada pribadi. Kemudian pribadi memberikan perintah kepada buddhi untuk menentukan tabiat-tabiat pengamatan-pengamatan itu. Demikianlah proses pengamatan dipandang sebagai sama dengan system pemungutan pajak. Dari kepala desa diteruskan kepada camat hingga sampai ke Gubernur dan akhirnya masuk ke khas Negara. 25 unsur atau elemen dasar dalam Sankhya yang selanjutnya juga diterima oleh yoga 1. Purusha : Kesadaran (Ego Connected with Subjectivity) 2. Prakrti : Basis material dari segal sesuatu. 3. Mahat, Buddhi (intellect) : Intuisi 4. Ahamkara (Egoism, “I”ness): ke –Aku-an 5. Manas (Mind) : pikiran 6-10. indera-indera Kognitif (Jnanendriyas),yakni: Ghrana : Hidung Rasana : Lidah Caksu : Mata Tvak : Kulit Srotra : Telinga 11-15. organ-organ Tindakan (Kamendriyas): indera motoris Upastha : Organ reproduksi Payu : Organ Pembuangan Pada : Kaki 3 | S a n a k h y a d a n Y o g a Pani : Tangan Valk : Mulut 16-20. Lima usur halus (Tanmatras) Ghandha : Penciuman ` Rasa : Pencecapan Rupa : Bentuk Sparsha : Sentuhan Sabda : Suara 20-25 Prithvi : Tanah Jala : Air Terja : Api Vayu : Udara Akasha : Eter6 E. Yoga Berbicara tentang yoga, pasti yang menjadi sebuah gambaran dalam pikiran kita adalah yoga itu selalu dihubungkan dengan meditasi atau bertapa dalam bahasa sehari-hari kita. Haltersebut berbeda ketika kita membahas yoga dalam ranah filsafat india, walaupun pada dasarnya yoga di sini tidak jauh dari meditasi atau menenangkan pikiran, lebih tepatnya yoga dalam filsafat India adalah sebuah alat untuk mengawasi pikiran7, dalam keterangan lain dijelaskan bahwa yoga adalah suatu usaha atau cara untuk mengatur pikiran dengan tujuan untuk memperoleh sebuah kesadaran yang biasa menjadi luar biasa, yang menjadi bukti bahwa orang melakukan yoga sudah mendapat pengalaman mistik yang sebenarnya. Yoga telah dikenal oleh orang India sejak zaman Weda kuno pada Abad ke 5 M8. Secara etimologis, kata yoga berasal dari kata yuj (Sanskerta), yoke (Inggris), yang berarti „pernyatuan‟ (union). Yoga berarti penyatuan kesadaran manusia dengan sesuatu yang lebih luhur, lebih transenden, lebih kekal dan Ilahi9. Menurut Panini, yoga diturunkan dari akar Sanskerta yuj yang memiliki tiga arti yang berbeda, yakni: penyerapan, Samadhi (yujyate); menghubungkan (yinakti); dan pengendalian (yojyanti).tetapi yang menjadi kata kunci untuk 6 Matius Ali, Filsafat India, Sebuah Pengantar Hinduisme dan Bhuddisme,, h. 41-42 7 Harun Hadwijono, Sari Filsafat Indi, Cet. III (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1985), h. 70-71 8 M. Bahri Ghazali, Studi Agama-agama Dunia; Bagian Agama Non Semetik (Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya, 1994), h. 22 9 Sama degan yang dikutip oleh Matius Ali dari Rishabhchand, The Integral Yoga of Sri Aurobindo, h. 2 4 | S a n a k h y a d a n Y o g a memahami yoga adalah Meditasi (dyana) dan Penyatuan (yukti10). Yoga dalam pemahaman yang kuno adalah yang dikenal sebagai sebuah ritual yang aturan dan tata caraya sudah ditetapkan dalam Weda11. Semakin berjalannya waktu, kemudian yoga menghubungkan diri dengan aliran agama dan filsafat yang bermacam-macam, lebih tepatnya tiap aliran ingin menjelaskan secara teoritis kepada yoganya12. Contohnya, aliran agamanya yang terdapat tradisi yoga didalamnya adalah Jainisme dan Bhuddisme. Dalam pembahasan kita kali ini kami hanya menerangkan yoga yang terdapat pada Hinduisme, mengapa demikian? Karena yoga mendasarkan dirinya pada tradisi Hinduisme, yakni: Weda, Upanishad, dan Bhagawad-Gȋtȃ.13 Tokoh aliran filsafat India ini adalah Patanjali, ialah orang yang meningkatkan praktek yoga hingga mencapai tingkat yang tertiggi. Ia menulis buku Ýoga Sutra yang di dalamnya memuat tentang ajran-ajaran dan tehnik yoga14. Secara historis pun, system klasik yang didirikan oleh Patanjali merupakan system yang yang paling penting dalam aliran yoga Hinduisme. Sistem patanjali atau yang disebut juga dengan Raja-Yoga merupakan sebuah ringkasan formal dari macam-macam eksperimen yoga dan budaya15. Berbeda dengan Sankhya yang anti pada Tuhan, disini yoga masih percaya akan adanya Tuhan, permasalahan inilah yang menjadi perbedaan mendasar antara Sankhya dan Yoga. Namun yoga dalam system filsafatnya masih mengadopsi dari ajaran Sankhya. Itu terlihat bahwa yoga pada prateknya mengajarkan bahwa: (1). Benda dan roh, adalah kenyataan terakhir dari segala sesuatu (Prakrti dan Purusa), (2) bahwa jumlah Purusa adalah banyak sekali, (3) alam semesta dialirkan dari satu sumber, yaitu Prakrti, dan (4) keduapuluh lima asas yang diajarkan oleh Sanakhya juga diterima oleh yoga16. Sekalipun ada perubahan-perubahan selanjutnya. Terdapat banyak sekali perkembangan-perkembangan dalam yoga, ada yang mengatakan ada lima, diantaranya: Raja-yoga, Jnana-yoga, Hatha yoga, Bhakti-yoga dan Karma-yoga. Feuerstein berbendapat bahwadalam Hinduisme ada bentuk yoga utama, yakni lima yang disebut diawal dan ditambah satu lagi yakni, Mantra-yoga. Dan sekarang ditambah dua macam yoga lagi 10 Matius Ali, Filsafat India, Sebuah Pengantar Hinduisme dan Bhuddisme, h. 57 11 Matius Ali, Filsafat India, Sebuah Pengantar Hinduisme dan Bhuddisme, h. 52 12 Harun Hadwijono, Sari Filsafat Indi, Cet. III (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1985), h. 70-71 13 Matius Ali, Filsafat India, Sebuah Pengantar Hinduisme dan Bhuddisme, (Tangerang: Sanggar Luxor, 2010), h. 49 14 M. Bahri Ghazali, Studi Agama-agama Dunia; Bagian Agama Non Semetik, h. 22 15 Matius Ali, Filsafat India, Sebuah Pengantar Hinduisme dan Bhuddisme, h. 49 16 Harun Hadwijono, Sari Filsafat Indi, h. 71 5 | S a n a k h y a d a n Y o g a yakni: laya-yoga dan Kundalini-yoga.17 keseluruhan ada 8 macam bentuk utama yoga dalam Hinduisme. Tapi dalam makalah ini kami tidak mejelaskan tentang perkembangan-perkembangan dalam yoga. Karena perkembangan-perkembangan tidak berhenti pada 8 bentuk yoga diatas masih banyak lagi bentuk-bentuk dari yoga. Untuk itu kami hanya akan membahas tentang sebuah konsep yang sangat penting dalam system yoga, yaitu: “Citta”. Citta dipandang sebagai hasil pertama dari perkembangan prakrti, yang juga meliputi ahamkara dan manas. Yang dimaksud dengan Citta adalah gabungan dari buddhi, ahamkara, dan manas. Di dalam Citta ini purusa dipantulkan. Dengan menerima pemantula purusa ini Citta menjadi sadar dan berfungsi dengan bermacam-macam cara. Tiap purusa berhungan dengan suatu Citta, yang disebut karana-Citta. Karana-Citta dapat meluas, sesuai dengan tempat kediamannyayang berturut-turut, seperti: karana-Citta menjadi kecil di dalam tubuh binatang, dan menjadi besar di dalam tubuh manusia. Jika karana-Citta berhungan dengan suatu tubuh disebut karya-Citta. Yang menjadi tujuan dari yoga ialah mengembalikan Citta dalam keadaanya yang semula, yang murni, tanpa perubahan, sehingga dengan demikian purusa dibebaskan dari kesengsaraan. Aktivitas Citta sepenuhnya menjadi purusa telihat bertindak, bahagia, dan menderita. Dari aktivitas Citta ini akan menimbulkan sebuah kecenderungan/keinginan yang terpendam, selanjutnya akan menimbulkan keinginan-keinginan yang lain. Dari keinginan-keinginan, perputan samsara akan berkembang. Manusia pun ditaklukan oleh lima klesa (godaan) yang asasi, yaitu: ketidaktahuan (awidya), sangka diri, yaitu rasa salah yang menyamakan purusa idengan Citta, tubuh, dan lain-lainnya (asmita), terikat pada nafsu (raga), keengganan untuk menderita (dwesa), dan keingina hidup (abhiniwesa)18. Dengan yoga maka purusa akan terbebas dari prakrti, yakni terlepasnya hubungan antara purusa dan Citta. Dan purusa akan menjadi bebas merdeka secara mutlak. Keadaan bebas tersebut disebut dengan Kadwalya. Jadi, hidup yang kekal adalah apabila purusa bebas dari prakrti. Oleh karena itu, para yogi menempuh jalan untuk mematikan keinginan-keinginan, dengan cara menyakitkan diri (fisik jasmani), seprti tidur di atas paku, tidur kepala di bawah, atau dengan menggantungkan diri. Dengan rasa sakit ini para yogi percaya bisa merasa lebih 17 Matius Ali, Filsafat India, Sebuah Pengantar Hinduisme dan Bhuddisme, h. 49-50-51 18 Harun Hadwijono, Sari Filsafat Indi, h. 72 6 | S a n a k h y a d a n Y o g a dekat dengan tuhan atau dewa sesuai dengan agama yang dianutnya. Setelah tingkahlaku tersebut bisa dilakukan berarti seseotang tersebut telah berada pada tingkat pelepasan. Pelepasan yang dimaksud dapat mengendalikan diri dari keinginan yang bersifat material, dan menjahui masalah keduniawian. Atau pada tingkat seseorang itu harus mampu menghindari keinginan duniawi19, Untuk mewujudkan keadaan yang demikian yoga menganjurkan harus melalui delapan tingkat peniadaan rintangan, yaitu: pengekangan diri (yama), pengamatan (niyama), sikap tubuh (asana), pengaturan nafas (pranayama), penarikan indera dari obyek-obyeknya (pratyahiara), pemusatan perhatian (dharana), permenungan atau meditasi (dhyana), dan pemusatan yang sempura atau tafakur (Samadhi). yang dapat dibagi menjadi empat bagian, yaitu: a). persiapan etis atau persiapan di lapangan kesusilaan, b). persiapan badani, c). merenung, d). Samadhi. Apabila keempat tahapan ini bisa diselasaikan maka akan tercapailah kesempurnaan moksa (terlepas dari samsara)20. D. Penutup Filsafat Sankhya dan yoga adalah dua aliran yang terdapat pada Hinduieme kedua aliran ini saling berhubungan ketika kita berbicara mengenai Sankhya pasti tidak akan jauh dari pembahasan yoga, begitu juga sebaliknya. Namun perlu diingat kedua aliran ini bertolak pada tradisi hinduisme yakni Weda, Upanishad, dan Bhagawad-Gita. Daftar pustaka Ali, Matius. Filsafat India, Sebuah Pengantar Hinduisme dan Bhuddisme. Tangerang: Sanggar Luxor, 2010 Ghazali, M. Bahri. Studi Agama-agama Dunia; Bagian Agama Non Semetik. Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya, 1994 Koller, Jhon M. Asian Philosophy. Penerjemah. Donatus Sermada. Maluku: Ledal Ero, 2011 Hadwijono, Harun. Sari Filsafat Indi. Cet. III. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1985 19 M. Bahri Ghazali, Studi Agama-agama Dunia; Bagian Agama Non Semetik, h 23 20 M. Bahri Ghazali, Studi Agama-agama Dunia; Bagian Agama Non Semetik, h 23-24 7 | S a n a k h y a d a n Y o g a 8 | S a n a k h y a d a n Y o g a PDF to Word

0 komentar:

Posting Komentar