Jumat, 07 Juni 2013

Manusia dan Perubahan Sejarah



1. Pendahuluan
            Pada pertemuan-pertemuan sebelumnya telah kita bahas bersama tentang arti dari manusia, apa atau siapa yang disebut manusia. Bagaimana seonggok tubuh ini bias dikatakan manusia, dengan melihat dari berbagai aspek dan sudut pandang. Kemudian dikaitkan dengan hal-hal di luar manusia tersebut atau hal-hal yang merupakan hasil karya manusia itu sendiri. Dalam pertemuan pertama misalnya telah dijelaskan bagaimana manusia itu menjadi makhluk hidup dan makhluk budaya. Dari penjelasan-penjelasan minggu-minggu lalu kita dapat memaknai manusia dari berbagai sudut padang, dalam artian kita tidak mengartikan manusia hanya sebagai seonggok tubuh yang bisa berjalan, namun mengartikan manusia dengan sudut pandang yang bermacam-macam.
            Di pertemuan ini kita akan membahas manusia dengan perubahan sejarah, yang menjadi pertanyaan di sini adalah apakah peran manusia dalam sejarah, sebagai pelaku sejarah atau sebagai korban dari sejarah. Untuk lebih mendapat kejelasan mungkin kita bisa berangkat dari pengertian sejarah terlebih dahulu, kemudian beru kita mencoba untuk mengaitkan dengan peran manusia dalam sejarah. Tapi, untuk mengawali pembahasan kita mulai dengan sedikit mengulang pembahasan dari manusia, kenapa demikian? Karena dalam judul makalah ini terdapat dua variable yang harus dijelaskan masing-masing untuk mendapat penjelasan dari dua variable tersebut.
            Dalam pembahasan ini terdapat tokoh, seorang filsuf Spanyol Jose Ortega Y Gasset. Namun dalam makalah kami kali ini tidak bisa menjelasakan bagaimana filsuf Spanyol ini memaparkan tentang manusia dan sejarah. Karena kurangnya referensi yang kami dapatkan, disebabkan juga tidak banyak buku yang menjeskan mengenai tokoh ini, dan sepertinya belum ada buku beliau yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Yang kemudian sedikit menyusahkan kita untuk menjelaskan pemaparan filsuf ini dalam makalah kami. Namun, untuk mengurangi rasa kekecewaan teman-teman, kami dalam makalah ini sedikit memasukkan pendapat-pendapatnya yang kami dapat buku-buku yang mengutik kata-katanya dalam pemaparan manusia dan sejarah. Dalam makalah ini juga ada sedikit biografinya yang mungkin bisa sedikit memberikan gambaran mengenai sosok filsfu Spanyol ini.
2. Jose Oertega Y Gasset
José Ortega y Gasset (Spanyol: [xo'se oɾ'teɣa ɣa'set i] , 9 Mei 1883 - 18 Oktober 1955) adalah seorang Spanyol liberal filsuf dan esais bekerja selama paruh pertama abad ke-20, sementara Spanyol terombang-ambing antara monarki , republikanisme dan kediktatoran . Dia, bersama dengan Friedrich Nietzsche , seorang pendukung gagasan perspektivisme , yang dipelopori dalam pemikiran Eropa oleh Immanuel Kant.
            José Ortega y Gasset lahir 9 Mei 1883 di Madrid. Ayahnya adalah direktur surat kabar El Imparcial, yang milik keluarga ibunya, Dolores Gasset. Keluarga itu pasti akhir dari abad kaum borjuis Spanyol liberal dan berpendidikan. Tradisi liberal dan keterlibatan jurnalistik keluarganya memiliki pengaruh besar dalam aktivisme Ortega y Gasset dalam politik. Ortega pertama kali dididik oleh Yesuit imam dari San Estanislao di Miraflores del Palo , Málaga (1.891-1.897). Dia kuliah di University of Deusto , Bilbao (1897-1898) dan Fakultas Filsafat dan Sastra di Universitas Central Madrid, (sekarang Complutense University of Madrid ) (1898-1904), menerima gelar doktor dalam bidang Filsafat. Dari 1905-1907, ia melanjutkan studinya di Jerman di Leipzig , Nuremberg , Cologne , Berlin , dan, di atas semua Marburg . Pada Marburg, ia dipengaruhi oleh neo-Kantianisme dari Hermann Cohen dan Paul Natorp.
Setelah kembali ke Spanyol pada tahun 1908, ia diangkat sebagai profesor Psikologi , Logika dan Etika di Escuela del Unggul Magisterio de Madrid [2] dan pada bulan Oktober 1910 ia diangkat profesor penuh Metafisika di Complutense University of Madrid, kursi kosong yang sebelumnya diselenggarakan oleh dari Nicolas Salmeron .Pada tahun 1917 ia menjadi kontributor untuk koran El Sol, di mana ia diterbitkan sebagai serangkaian esai dua karya utama: España invertebrada ( Invertebrata Spanyol ) dan La Rebelion de las Masas ( Pemberontakan dari Misa ). Yang terakhir membuatnya terkenal secara internasional.
Dia mendirikan Revista de Occidente pada tahun 1923, sisa direktur sampai 1936. Publikasi ini dipromosikan terjemahan (dan komentar atas) tokoh yang paling penting dan kecenderungan dalam filsafat, termasuk Oswald Spengler , Johan Huizinga , Edmund Husserl , Georg Simmel , Jakob von Uexküll , Heinz Heimsoeth , Franz Brentano , Hans Driesch , Ernst Müller , Alexander Pfänder , dan Bertrand Russell . Terpilih wakil provinsi León di majelis konstituante dari Republik Spanyol Kedua, dia adalah pemimpin kelompok parlemen dari intelektual yang dikenal sebagai La Agrupación al servicio de la República. ("Pada layanan Republik"), namun ia segera meninggalkan politik, kecewa. Meninggalkan Spanyol pada pecahnya Perang Saudara , ia menghabiskan bertahun-tahun pengasingan di Buenos Aires , Argentina sampai pindah kembali ke Eropa pada tahun 1942. Dia menetap di Portugal pada pertengahan 1945 dan perlahan-lahan mulai melakukan kunjungan singkat ke Spanyol. Pada tahun 1948 ia kembali ke Madrid , di mana ia mendirikan Institut Humaniora, di mana dikembangkan pemikiran tetang persona dengan keterlibatannya dalam hidup serta konsep generasi sebagai metode sejarah[1]dan tempat dimana dia mengajar.[2] Pada 1955 Ortega meninggal dunia dan mewariskan spanyol dengan banyak pemikiran hasil didikannya.[3]
3. Manusia
            Berbicara mengenai perubahan sejarah, berarti kita dituntut untuk menyertakan dalam pembicaraan kita tentang manusia[4]. Manusia dalam perubahan sejarah bisa dikatakan actor utama, pendapat tersebut jika di pikir secara akal sehat mungkin bisa diterima dengan legowo. Namun, hal itu masih di pertanyakan apakah manusia benar-benar menjadi aktor utama dalam sejarah atau hanya sebagai figuran saja. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut mungkin bisa terjawab jika kita merampungkan pembahasan kita kali ini.
            Sebagai pemanis dalam pembahasan kali ini mari kita mencoba dari pembahasan manusia dari asal-usulnya, yang kemudian kok bisa manusia ini menjadi agen perubahan di dunia. Dalam islam kita meyakini bahwa para rasul adalah sebagai agen perubahan untuk dunia ini. Kembali pada asal-usul manusia, berbicara asal-usul tak lain adalah kita membicarakan tentang proses penciptaan. Karena ketika berbicara mengenai proses penciptaan hanya terdapat dua asumsi dasar, alam ini beserta isinya termasuk manusia, Pertama, alam ini diciptakan, artinya ada subyek yang menjadikan alam ini berbentuk. Kedua, alam ini berbentuk atas dirinya sendiri. Term penciptaan (proses penciptaan) adalah hal yang selama ini belum dapat dipecahkan atau ada jalan keluar untuk menjelaskan proses penciptaan. Walaupun ada banyak sekali pendekatan yang mencoba untuk menjeleskannya,  tidak ketinggalan juga agama pun mempunyai versi tersendiri untuk menjelaskan proses penciptaan ini, bisa kita kerucutkan artinya tidak hanya islam yang membicarakan mengenai penciptaan melainkan juga dalam agama-agama lain.[5]
            Untuk menjelaskan penciptaan ini jika berkenan, kami mencoba melakukan pendekatan dari al-qur’an yang menjadi pedoman islam. Dalam al-qur’an terdapat beberapa kata yang digunakan untuk menjelaskan proses penciptaan itu terjadi yakni khalaqa, (menetapkan ukutan sesuatu) bara’a (membedakan antara satu dengan yang lainnya dengan bermacam-macam bentuk), , Dan fathara (membuka sesuatu atau menampakkan). Dari semua kata memunculkan implikasi yang mengacu pada dimensi materriil dan spritiual manusia. Kita semua tahu bahwa dalam islam manusia itu berasal dari tanah (Ardh), kata ardh yang menjadai dimensi material manusia ini dihubungkan dengan kata-kata penciptaan. Dari unsur tanah inilah kemudian digabungkan dengan unsur yang amat sempurna dam mulia, yakni Ruh Tuhan. Kemudia Ruh Tuhan ini ditiupkan ke dalam unsur matri manusia yaitu tanah.[6] Seperti itu lah keyakinan kita semua yang menganut beragama islam.

4. Manusia dan perubahan sejarah
a. Pengertian Sejarah
            Sedikit mengulas sejarah, mari kita mulai dari memahami istilah sejarah. Istilah sejarah menurut para ahli berasal dari bahasa Arab syajarah, yang mempunyai arti pohon atau silsilah. Namun, dewasa ini istilah sejarah dikait-kaitkan dengan tarikh, legenda, mitos dan sebagainya. Yang kemudian memberikan sebuah makna bahwa sejarah adalah masa lampau. Suatu riwayat yang menjelaskan asal dan proses suatu kejadian.
            Sebuah peristiwa di masa lampau bisa dikategorikan sebagai sejarah jika peristiwa tersebut mempunyai bukti. Sebuah bukti yang berupa fakta sehingga dapat membuktikan peristiwa tersebut memang adanya. Tanpa fakta peristiwa masa lampau hanya akan menjadi sebuah dongeng. Tidak menutup kemungkinan bahwa fakta sejarah sering dijadikan sebagai latar seuatu cerita atau dongeng[7]. Misalnya UIN Jakarta itu benar adanya, namun bisa digunakan latar dalam sebuah cerita fiksi, seperti novel, drama, puisi dll.
            Selanjutnya apakah bentuk fakta tersebut sehingga bisa menjadi bukti akan sejarah? Fakta adalah hasil data seleksi yang terpilih. Fakta sejarah mempunyai beberapa bentuk. Ada fakta yang berupa benda kongkret, seperti Fosil, candi, patung yang biasanya dalam ilmu sejarah disebut dengan artefact. Kemudian fakta yang berdimensi social, misalnya jaringan interaksi antar manusia (sosiofact) seperti suku, budaya atau lebih simplenya keluarga, dan terakhit fakta yang bersifat abstrak misalnya keyakinan dakn kepercayaan yang disebut dengan mentifact seperti agama, bahasa, dan hukum. Karena fakta sejarah tidak harus berupa benda-benda yang kongkret. Hal tersebut disebabkan oleh perilaku manusia sebagai kajian sejarah.[8]
            Karakteristik yang membedakan antara sejarah dengan ilmu-ilmu social adalah bahwa ilmu-ilmu social menempatkatkan individu dan kejadian sebagai suatu massa., mempelajari kualitasnya secara umum dan sampai pada hokum umum tentang peristiwa manusia. Sedangkan sejarah adalah srentetan studi tentang keunikan individu, kejadian, situasi, ide, dan intuisi, yang terjadi dalam satu dimensi dan alur waktu yang tidak dapat diubah. Namun, tidak semua kejadian dapat dimasukkan dalam ruang lingkup sejarah. Yang masuk dalam lingkup sejarah adalah gerombolan kejadian, ide, intuisi yang mempunyai pengaruh penting secara historis. Yakni sebuah kejadian yang cukup punya pengaruh terhadap orang lain sehingga membuatnya bermanfaat untuk diingat.[9]
            Nilai sejarah (the value of history), sejarah adalah studi tentang kehidupan manusia di dunia yang berhubungan dengan kemajuan, lembaga, budaya dan peradabannya. Yang sangat penting adalah orang harus tahu apa yang dikerjakan orang lain. Cicero (106-43 SM)[10], mengatakan bahwa sejarah adalah guru kehidupan (magitra vitae), dan ketertarikan ajek terhadap pelajaran masa lampau oleh pemimpin dan public figure dari masyarakat sekarang sangat penting untuk membantu pengamatannya.[11]
            Sejarah itu muncul tidak lepas dari kebudayaan, semua kita tahu bahwa kebudayaan diakibatkan dari keberadaan manusia yang terus belajar. Jika kita kembali pada manusia, kita kenal bahwa manusia adalah sosok makhluk hidup yang belum sempurna yang dalam hidupnya serba butuh, kemudian untuk mencukupi kebutuhan melakukan berbagai cara. Dalam diri manusia mempnuyai dua kebutuhan fisik dan rohani. Dari kebutuhan ini memberikan efek yang bisa mendorong manusia untuk belajar dan bekerja. Ketika bekerja manusia tidak hanya menggunakan instingtual. Karena bekerja tidak hanya untuk mencukupi kebutuhan biologis (fisik) melainkan kebutuhan kultural. Untuk itulah manusia kemudian melakukan proses belajar terus menerus. Kebudayan itu muncul dari proses manusia melakukan belajar terus menerus, kemudian merenung dan untuk menghadirkan kebudayaan kemudian menusia berkarya. Setelah kebudayaan berhasil dibentuk melalui karya manusia. Dengan kebudayaan tersebut manusia dapat belajar, serta untuk kebudayaannya manusia belajar. Karena tanpa ada proses belajar guna mengembangkan kebudayaan, kebudayaan tersebut akan  beku dan statis. Dari proses belajar inilah manusia dapat menjadi ciri khas dari makhluk hidup yang lain yang menjadi pembeda dari manusia yang lain.[12]
            Lalu apa yang menyebabkan sejarah sehingga tidak lepas dari kebudayaan. Karena dalam kebudayaan itu manusia berkreasi serta mengembangkan diri dan kebudayaannya. Dari sini kemudian ditarik garis lurus bahwa kebudayaanlah yang melahirkan sejarah, kebudayaan membuat sejarah, kemudian sejarah membentuk kebudayaan di mana manusia hidup. Setiap sejarah selalu bersifat kulturgebudenheit, yaitu terkait dengan kebudayaannya.[13] Jika dilihat dari proses munculnya sejarah, disini manusia mempunyai peran ganda dan mempunyai posisi yang unik yakni manusia menempatkan dirinya sebagai subyek dan obyek dari sejarah itu sendiri. Seorang filsuf Spanyol Jose Ortega Y Gasset, yang membidangi hubungan antara manusia dan sejarah sekaligus sebagai tokoh pada pembahasan ini, mengatakan bahwa manusia adalah satu-satunya makhluk yang memiliki sejarah, sedangkan makhluk lain tidak memilikinya.[14]
            Dalam pembukaan telah dijelaskan bahwa dalam agama islam yang menjadi figure seorang perubah sejarah adalah seorang rasul, berbeda dengan Jose Ortega yang lebih memilih figure Galileo, Ortega memulai penalaran historisnya dengan merenungkan riwayat hidup Galileo Galilie (1564-1642), seorang ilmuwan yang harus menghabiskan 70 tahun dari usianya berlutut di depan pengadilan Gereja di Roma dan di paksa mengutuk teori Copernicus[15], padahal teori itulah yang memungkinkan ilmu alam berembang secara modern. Namun, yang menjadi pusat dari penalarannya bukanlah di galilee maupun teori Copernicus, Ortega tertarik dengan fenomena galileo, ia mengawali dengan pertanyaan : Mengapa tokoh Galileo masih sedemikian menarik, padahal dia bukan tokoh kontemporer, bukan juga tokoh yang hidup sewaktu dengan Ortega?
            Pertanyaan nya tidak hanya di tunjukkan kepada galileo seorang, namun pertanyaan ini tertuju kepada tokoh-tokoh yang mendunia, ketika disebut nama tokoh tersebut terdengar wow di kuping pendengar, galileo adalah salah satu dari contoh tokoh yang kemudian dijadikan pijakan awal untuk menjelaskan perubahan sejarah bagi Ortega. Dari galileo ini Ortega mencoba untuk menarik kesimpulan bahwa kejadian yang menimpa galileo dan peristiwa-peristiwa yang mendunia yang sulit untuk dilupakan seperti perang dunia I dan II, dan apa yang sesungguhnya terjadi pada krisis abad keempat belas sampai dengan abad keenam belas sedikit saja dipahamai, padahal sudah tersedia banyak fakta dan data. Dari kenyataan-kenyataan inilah yang mengantarkan Ortega pada pendapatnya bahwa fakta dan data sendiri ternyata tidak menampilkan realitas. Fakta dan data diibaratkannya sebagai tulisan “hieorogliph”,. Makna tullisan “hieroglyph baru muncul kalau ditafsirkan oleh manusia.[16]
            Hal yang sama juga berlaku dalam ilmu pengetahauan. Ilmu pengetahuan adalah interpretasi fakta. Fakta pada dirinya sendiri tidaklah menampilkan problem atau teka-teki. Realitas baru tercapai bila selubung data dan fakta disisihkan, dengan pikirannya manusia harus menyusun realitas imajiner. Dari realitas imajiner itu kemudian dicocokkan dengan fakta nyata. Bila keduanya cocok maka realitas terpahami, bila tidak, maka realitas sekali lagi harus diimajinasikan. Karena itu ilmu pengetahuan terdiri atas dua langkah: pertama, semata-mata kreatif dan imajinatif. Kedua, menghadapi apa saja yang bukan-aku dan melingkungi aku, yakni fakta dan data. Hal seperti inilah yang ditempuh oleh galileo dalam mengurai ilmu pengetahuan baru. Hal yang demikian siapa pun dapat menenmpuh langkah seperti dengan yang ditempuh oleh Galileo. “sejarah adalah ilmu dan ilmu adalah proses konstruksi.”
            Singkatnya bagaima pun sejarah yang mencoba untuk berbeda dengan filsafat harus menghadapi kemanusiaan itu sendiri sebagai struktur identitas dasariah dengan ilmu sejarah akan dapat memahami berbagai macam kehidupan manusia.[17] Menurut Ortega setiap generasi melakukan modifikasi terhadap “semangat jama” sehingga dunia ketika mereka pergi menjadi berbeda dengan dunia ketika mereka tiba”, tegasnya usia-usia manusia yang masuk kedalam usaha untuk merubah dunia adalah kisaran 30-45 dan 45-60 tahun. Namun itu hanyalah menurutnya hanyalah sebatas usul tentative belaka, yang boleh dipegang hanyalah prinsip umum bahwa wajah dunia berubah setiap 15 tahun, bahwa sejarah berubah setiap 15 tahun, karena setiap 15 tahun muncul genarasi baru dan setiap generasi baru memodifiaksi wajah dunia. [18]
















Daftar Pustaka
Hitami, Munzir, Revolusi Sejarah Manusia: Peran rasul sebagai Agen Perubahan (Yogyakarta:
              LKiS Pelangi Aksara, 2009), h. 31

Hariyono, Mempelajari Sejarah Secara Efektif, (Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya, 1995), h. 15-16

Pranoto, Suharto W. Teori dan metodologi Sejarah, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), h. 6

http://en.wikipedia.org/wiki/Jos%C3%A9_Ortega_y_Gasset, mengakses jam 09.45 pada tanggal 24 Maret 2013
sastrapratedja, M. Manusia dan Perubahan Sejarah, _____________________,


           

           


[1] M. sastrapratedja, Manusia dan Perubahan Sejarah, __________________, h. 104
[2] http://en.wikipedia.org/wiki/Jos%C3%A9_Ortega_y_Gasset, mengakses jam 09.45 pada tanggal 24 Maret 2013
[3] Sama dengan yang dikutip oleh M sastrapratedja, dari Neil MC Innes, h. 3
[4] Munzir Hitami, Revolusi Sejarah Manusia: Peran rasul sebagai Agen Perubahan (Yogyakarta: LKiS Pelangi Aksara, 2009), h. 31
[5]  Ibid, h. 31
[6] Ibid, h. 37
[7] Ibid, h. 51-52
[8] Ibid. 54
[9] Ibidh. 87
[10] Negarawan Romawi
[11] Suharto W. Pranoto, Teori dan metodologi Sejarah, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), h. 6
[12] Hariyono, Mempelajari Sejarah Secara Efektif, (Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya, 1995), h. 15-16
[13] Sama dengan yang dikutip oleh Hariyono dalam bukunya  Mempelajari Sejarah Secara Efektif, h. 17 dari kartodirjo, 1986
[14] Hariyono, Mempelajari Sejarah Secara Efektif, h. 39
[16] M. sastrapratedja, Manusia dan Perubahan Sejarah, _____________________, h. 108-109
[17] Ibid, h. 111
[18] Ibid, h. 119

0 komentar:

Posting Komentar