1. Pendahuluan
Pada
pertemuan-pertemuan sebelumnya telah kita bahas bersama tentang arti dari
manusia, apa atau siapa yang disebut manusia. Bagaimana seonggok tubuh ini bias
dikatakan manusia, dengan melihat dari berbagai aspek dan sudut pandang. Kemudian
dikaitkan dengan hal-hal di luar manusia tersebut atau hal-hal yang merupakan
hasil karya manusia itu sendiri. Dalam pertemuan pertama misalnya telah
dijelaskan bagaimana manusia itu menjadi makhluk hidup dan makhluk budaya. Dari
penjelasan-penjelasan minggu-minggu lalu kita dapat memaknai manusia dari
berbagai sudut padang, dalam artian kita tidak mengartikan manusia hanya
sebagai seonggok tubuh yang bisa berjalan, namun mengartikan manusia dengan
sudut pandang yang bermacam-macam.
Di pertemuan ini
kita akan membahas manusia dengan perubahan sejarah, yang menjadi pertanyaan di
sini adalah apakah peran manusia dalam sejarah, sebagai pelaku sejarah atau
sebagai korban dari sejarah. Untuk lebih mendapat kejelasan mungkin kita bisa
berangkat dari pengertian sejarah terlebih dahulu, kemudian beru kita mencoba
untuk mengaitkan dengan peran manusia dalam sejarah. Tapi, untuk mengawali
pembahasan kita mulai dengan sedikit mengulang pembahasan dari manusia, kenapa
demikian? Karena dalam judul makalah ini terdapat dua variable yang harus
dijelaskan masing-masing untuk mendapat penjelasan dari dua variable tersebut.
Dalam pembahasan
ini terdapat tokoh, seorang filsuf Spanyol Jose Ortega Y Gasset. Namun dalam
makalah kami kali ini tidak bisa menjelasakan bagaimana filsuf Spanyol ini
memaparkan tentang manusia dan sejarah. Karena kurangnya referensi yang kami
dapatkan, disebabkan juga tidak banyak buku yang menjeskan mengenai tokoh ini,
dan sepertinya belum ada buku beliau yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia.
Yang kemudian sedikit menyusahkan kita untuk menjelaskan pemaparan filsuf ini
dalam makalah kami. Namun, untuk mengurangi rasa kekecewaan teman-teman, kami
dalam makalah ini sedikit memasukkan pendapat-pendapatnya yang kami dapat
buku-buku yang mengutik kata-katanya dalam pemaparan manusia dan sejarah. Dalam
makalah ini juga ada sedikit biografinya yang mungkin bisa sedikit memberikan
gambaran mengenai sosok filsfu Spanyol ini.
2. Jose Oertega Y Gasset
José Ortega y Gasset (Spanyol: [xo'se oɾ'teɣa ɣa'set i] , 9 Mei
1883 - 18 Oktober 1955) adalah seorang Spanyol liberal filsuf dan esais bekerja
selama paruh pertama abad ke-20, sementara Spanyol terombang-ambing antara
monarki , republikanisme dan kediktatoran . Dia, bersama dengan Friedrich
Nietzsche , seorang pendukung gagasan perspektivisme , yang dipelopori dalam
pemikiran Eropa oleh Immanuel Kant.
José Ortega y
Gasset lahir 9 Mei 1883 di Madrid. Ayahnya adalah direktur surat kabar El
Imparcial, yang milik keluarga ibunya, Dolores Gasset. Keluarga itu pasti akhir
dari abad kaum borjuis Spanyol liberal dan berpendidikan. Tradisi liberal dan
keterlibatan jurnalistik keluarganya memiliki pengaruh besar dalam aktivisme
Ortega y Gasset dalam politik. Ortega pertama kali dididik oleh Yesuit imam
dari San Estanislao di Miraflores del Palo , Málaga (1.891-1.897). Dia kuliah
di University of Deusto , Bilbao (1897-1898) dan Fakultas Filsafat dan Sastra
di Universitas Central Madrid, (sekarang Complutense University of Madrid )
(1898-1904), menerima gelar doktor dalam bidang Filsafat. Dari 1905-1907, ia
melanjutkan studinya di Jerman di Leipzig , Nuremberg , Cologne , Berlin , dan,
di atas semua Marburg . Pada Marburg, ia dipengaruhi oleh neo-Kantianisme dari
Hermann Cohen dan Paul Natorp.
Setelah kembali ke Spanyol pada tahun 1908, ia diangkat sebagai
profesor Psikologi , Logika dan Etika di Escuela del Unggul Magisterio de
Madrid [2] dan pada bulan Oktober 1910 ia diangkat profesor penuh Metafisika di
Complutense University of Madrid, kursi kosong yang sebelumnya diselenggarakan
oleh dari Nicolas Salmeron .Pada tahun 1917 ia menjadi kontributor untuk koran
El Sol, di mana ia diterbitkan sebagai serangkaian esai dua karya utama: España
invertebrada ( Invertebrata Spanyol ) dan La Rebelion de las Masas ( Pemberontakan
dari Misa ). Yang terakhir membuatnya terkenal secara internasional.
Dia mendirikan Revista de Occidente pada tahun 1923, sisa direktur
sampai 1936. Publikasi ini dipromosikan terjemahan (dan komentar atas) tokoh
yang paling penting dan kecenderungan dalam filsafat, termasuk Oswald Spengler
, Johan Huizinga , Edmund Husserl , Georg Simmel , Jakob von Uexküll , Heinz
Heimsoeth , Franz Brentano , Hans Driesch , Ernst Müller , Alexander Pfänder ,
dan Bertrand Russell . Terpilih wakil provinsi León di majelis konstituante
dari Republik Spanyol Kedua, dia adalah pemimpin kelompok parlemen dari
intelektual yang dikenal sebagai La Agrupación al servicio de la República.
("Pada layanan Republik"), namun ia segera meninggalkan politik,
kecewa. Meninggalkan Spanyol pada pecahnya Perang Saudara , ia menghabiskan
bertahun-tahun pengasingan di Buenos Aires , Argentina sampai pindah kembali ke
Eropa pada tahun 1942. Dia menetap di Portugal pada pertengahan 1945 dan
perlahan-lahan mulai melakukan kunjungan singkat ke Spanyol. Pada tahun 1948 ia
kembali ke Madrid , di mana ia mendirikan Institut Humaniora, di mana
dikembangkan pemikiran tetang persona dengan keterlibatannya dalam hidup serta
konsep generasi sebagai metode sejarah[1]dan
tempat dimana dia mengajar.[2]
Pada 1955 Ortega meninggal dunia dan mewariskan spanyol dengan banyak pemikiran
hasil didikannya.[3]
3. Manusia
Berbicara mengenai
perubahan sejarah, berarti kita dituntut untuk menyertakan dalam pembicaraan
kita tentang manusia[4].
Manusia dalam perubahan sejarah bisa dikatakan actor utama, pendapat tersebut
jika di pikir secara akal sehat mungkin bisa diterima dengan legowo. Namun, hal
itu masih di pertanyakan apakah manusia benar-benar menjadi aktor utama dalam
sejarah atau hanya sebagai figuran saja. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
tersebut mungkin bisa terjawab jika kita merampungkan pembahasan kita kali ini.
Sebagai pemanis
dalam pembahasan kali ini mari kita mencoba dari pembahasan manusia dari
asal-usulnya, yang kemudian kok bisa manusia ini menjadi agen perubahan
di dunia. Dalam islam kita meyakini bahwa para rasul adalah sebagai agen
perubahan untuk dunia ini. Kembali pada asal-usul manusia, berbicara asal-usul
tak lain adalah kita membicarakan tentang proses penciptaan. Karena ketika
berbicara mengenai proses penciptaan hanya terdapat dua asumsi dasar, alam ini
beserta isinya termasuk manusia, Pertama, alam ini diciptakan, artinya
ada subyek yang menjadikan alam ini berbentuk. Kedua, alam ini berbentuk
atas dirinya sendiri. Term penciptaan (proses penciptaan) adalah hal yang
selama ini belum dapat dipecahkan atau ada jalan keluar untuk menjelaskan
proses penciptaan. Walaupun ada banyak sekali pendekatan yang mencoba untuk
menjeleskannya, tidak ketinggalan juga
agama pun mempunyai versi tersendiri untuk menjelaskan proses penciptaan ini,
bisa kita kerucutkan artinya tidak hanya islam yang membicarakan mengenai
penciptaan melainkan juga dalam agama-agama lain.[5]
Untuk menjelaskan
penciptaan ini jika berkenan, kami mencoba melakukan pendekatan dari al-qur’an
yang menjadi pedoman islam. Dalam al-qur’an terdapat beberapa kata yang
digunakan untuk menjelaskan proses penciptaan itu terjadi yakni khalaqa, (menetapkan
ukutan sesuatu) bara’a (membedakan antara satu dengan yang lainnya
dengan bermacam-macam bentuk), , Dan fathara (membuka sesuatu
atau menampakkan). Dari semua kata memunculkan implikasi yang mengacu pada
dimensi materriil dan spritiual manusia. Kita semua tahu bahwa dalam islam
manusia itu berasal dari tanah (Ardh), kata ardh yang menjadai
dimensi material manusia ini dihubungkan dengan kata-kata penciptaan. Dari
unsur tanah inilah kemudian digabungkan dengan unsur yang amat sempurna dam
mulia, yakni Ruh Tuhan. Kemudia Ruh Tuhan ini ditiupkan ke dalam unsur matri manusia
yaitu tanah.[6]
Seperti itu lah keyakinan kita semua yang menganut beragama islam.
4. Manusia dan perubahan sejarah
a. Pengertian Sejarah
Sedikit
mengulas sejarah, mari kita mulai dari memahami istilah sejarah. Istilah
sejarah menurut para ahli berasal dari bahasa Arab syajarah, yang
mempunyai arti pohon atau silsilah. Namun, dewasa ini istilah sejarah
dikait-kaitkan dengan tarikh, legenda, mitos dan sebagainya. Yang kemudian
memberikan sebuah makna bahwa sejarah adalah masa lampau. Suatu riwayat yang
menjelaskan asal dan proses suatu kejadian.
Sebuah
peristiwa di masa lampau bisa dikategorikan sebagai sejarah jika peristiwa
tersebut mempunyai bukti. Sebuah bukti yang berupa fakta sehingga dapat
membuktikan peristiwa tersebut memang adanya. Tanpa fakta peristiwa masa lampau
hanya akan menjadi sebuah dongeng. Tidak menutup kemungkinan bahwa fakta
sejarah sering dijadikan sebagai latar seuatu cerita atau dongeng[7].
Misalnya UIN Jakarta itu benar adanya, namun bisa digunakan latar dalam sebuah
cerita fiksi, seperti novel, drama, puisi dll.
Selanjutnya apakah
bentuk fakta tersebut sehingga bisa menjadi bukti akan sejarah? Fakta adalah
hasil data seleksi yang terpilih. Fakta sejarah mempunyai beberapa bentuk. Ada
fakta yang berupa benda kongkret, seperti Fosil, candi, patung yang biasanya
dalam ilmu sejarah disebut dengan artefact. Kemudian fakta yang
berdimensi social, misalnya jaringan interaksi antar manusia (sosiofact) seperti
suku, budaya atau lebih simplenya keluarga, dan terakhit fakta yang
bersifat abstrak misalnya keyakinan dakn kepercayaan yang disebut dengan mentifact
seperti agama, bahasa, dan hukum. Karena fakta sejarah tidak harus
berupa benda-benda yang kongkret. Hal tersebut disebabkan oleh perilaku manusia
sebagai kajian sejarah.[8]
Karakteristik yang
membedakan antara sejarah dengan ilmu-ilmu social adalah bahwa ilmu-ilmu social
menempatkatkan individu dan kejadian sebagai suatu massa., mempelajari
kualitasnya secara umum dan sampai pada hokum umum tentang peristiwa manusia.
Sedangkan sejarah adalah srentetan studi tentang keunikan individu, kejadian,
situasi, ide, dan intuisi, yang terjadi dalam satu dimensi dan alur waktu yang
tidak dapat diubah. Namun, tidak semua kejadian dapat dimasukkan dalam ruang
lingkup sejarah. Yang masuk dalam lingkup sejarah adalah gerombolan kejadian,
ide, intuisi yang mempunyai pengaruh penting secara historis. Yakni sebuah
kejadian yang cukup punya pengaruh terhadap orang lain sehingga membuatnya
bermanfaat untuk diingat.[9]
Nilai sejarah (the
value of history), sejarah adalah studi tentang kehidupan manusia di dunia
yang berhubungan dengan kemajuan, lembaga, budaya dan peradabannya. Yang sangat
penting adalah orang harus tahu apa yang dikerjakan orang lain. Cicero (106-43
SM)[10],
mengatakan bahwa sejarah adalah guru kehidupan (magitra vitae), dan
ketertarikan ajek terhadap pelajaran masa lampau oleh pemimpin dan public
figure dari masyarakat sekarang sangat penting untuk membantu pengamatannya.[11]
Sejarah itu muncul
tidak lepas dari kebudayaan, semua kita tahu bahwa kebudayaan diakibatkan dari
keberadaan manusia yang terus belajar. Jika kita kembali pada manusia, kita
kenal bahwa manusia adalah sosok makhluk hidup yang belum sempurna yang dalam
hidupnya serba butuh, kemudian untuk mencukupi kebutuhan melakukan berbagai
cara. Dalam diri manusia mempnuyai dua kebutuhan fisik dan rohani. Dari
kebutuhan ini memberikan efek yang bisa mendorong manusia untuk belajar dan
bekerja. Ketika bekerja manusia tidak hanya menggunakan instingtual. Karena
bekerja tidak hanya untuk mencukupi kebutuhan biologis (fisik) melainkan
kebutuhan kultural. Untuk itulah manusia kemudian melakukan proses belajar
terus menerus. Kebudayan itu muncul dari proses manusia melakukan belajar terus
menerus, kemudian merenung dan untuk menghadirkan kebudayaan kemudian menusia
berkarya. Setelah kebudayaan berhasil dibentuk melalui karya manusia. Dengan
kebudayaan tersebut manusia dapat belajar, serta untuk kebudayaannya manusia
belajar. Karena tanpa ada proses belajar guna mengembangkan kebudayaan,
kebudayaan tersebut akan beku dan
statis. Dari proses belajar inilah manusia dapat menjadi ciri khas dari makhluk
hidup yang lain yang menjadi pembeda dari manusia yang lain.[12]
Lalu apa yang
menyebabkan sejarah sehingga tidak lepas dari kebudayaan. Karena dalam
kebudayaan itu manusia berkreasi serta mengembangkan diri dan kebudayaannya.
Dari sini kemudian ditarik garis lurus bahwa kebudayaanlah yang melahirkan
sejarah, kebudayaan membuat sejarah, kemudian sejarah membentuk kebudayaan di
mana manusia hidup. Setiap sejarah selalu bersifat kulturgebudenheit, yaitu
terkait dengan kebudayaannya.[13]
Jika dilihat dari proses munculnya sejarah, disini manusia mempunyai peran
ganda dan mempunyai posisi yang unik yakni manusia menempatkan dirinya sebagai
subyek dan obyek dari sejarah itu sendiri. Seorang filsuf Spanyol Jose Ortega Y
Gasset, yang membidangi hubungan antara manusia dan sejarah sekaligus sebagai
tokoh pada pembahasan ini, mengatakan bahwa manusia adalah satu-satunya makhluk
yang memiliki sejarah, sedangkan makhluk lain tidak memilikinya.[14]
Dalam pembukaan telah
dijelaskan bahwa dalam agama islam yang menjadi figure seorang perubah sejarah
adalah seorang rasul, berbeda dengan Jose Ortega yang lebih memilih figure
Galileo, Ortega memulai penalaran historisnya dengan merenungkan riwayat hidup
Galileo Galilie (1564-1642), seorang ilmuwan yang harus menghabiskan 70 tahun
dari usianya berlutut di depan pengadilan Gereja di Roma dan di paksa mengutuk
teori Copernicus[15],
padahal teori itulah yang memungkinkan ilmu alam berembang secara modern.
Namun, yang menjadi pusat dari penalarannya bukanlah di galilee maupun teori
Copernicus, Ortega tertarik dengan fenomena galileo, ia mengawali dengan
pertanyaan : Mengapa tokoh Galileo masih sedemikian menarik, padahal dia bukan
tokoh kontemporer, bukan juga tokoh yang hidup sewaktu dengan Ortega?
Pertanyaan nya
tidak hanya di tunjukkan kepada galileo seorang, namun pertanyaan ini tertuju
kepada tokoh-tokoh yang mendunia, ketika disebut nama tokoh tersebut terdengar
wow di kuping pendengar, galileo adalah salah satu dari contoh tokoh yang
kemudian dijadikan pijakan awal untuk menjelaskan perubahan sejarah bagi
Ortega. Dari galileo ini Ortega mencoba untuk menarik kesimpulan bahwa kejadian
yang menimpa galileo dan peristiwa-peristiwa yang mendunia yang sulit untuk
dilupakan seperti perang dunia I dan II, dan apa yang sesungguhnya terjadi pada
krisis abad keempat belas sampai dengan abad keenam belas sedikit saja
dipahamai, padahal sudah tersedia banyak fakta dan data. Dari
kenyataan-kenyataan inilah yang mengantarkan Ortega pada pendapatnya bahwa
fakta dan data sendiri ternyata tidak menampilkan realitas. Fakta dan data
diibaratkannya sebagai tulisan “hieorogliph”,. Makna tullisan “hieroglyph
baru muncul kalau ditafsirkan oleh manusia.[16]
Hal yang sama juga
berlaku dalam ilmu pengetahauan. Ilmu pengetahuan adalah interpretasi fakta.
Fakta pada dirinya sendiri tidaklah menampilkan problem atau teka-teki.
Realitas baru tercapai bila selubung data dan fakta disisihkan, dengan
pikirannya manusia harus menyusun realitas imajiner. Dari realitas imajiner itu
kemudian dicocokkan dengan fakta nyata. Bila keduanya cocok maka realitas
terpahami, bila tidak, maka realitas sekali lagi harus diimajinasikan. Karena
itu ilmu pengetahuan terdiri atas dua langkah: pertama, semata-mata kreatif dan
imajinatif. Kedua, menghadapi apa saja yang bukan-aku dan melingkungi aku,
yakni fakta dan data. Hal seperti inilah yang ditempuh oleh galileo dalam
mengurai ilmu pengetahuan baru. Hal yang demikian siapa pun dapat menenmpuh
langkah seperti dengan yang ditempuh oleh Galileo. “sejarah adalah ilmu dan
ilmu adalah proses konstruksi.”
Singkatnya bagaima
pun sejarah yang mencoba untuk berbeda dengan filsafat harus menghadapi
kemanusiaan itu sendiri sebagai struktur identitas dasariah dengan ilmu sejarah
akan dapat memahami berbagai macam kehidupan manusia.[17]
Menurut Ortega setiap generasi melakukan modifikasi terhadap “semangat jama”
sehingga dunia ketika mereka pergi menjadi berbeda dengan dunia ketika mereka
tiba”, tegasnya usia-usia manusia yang masuk kedalam usaha untuk merubah dunia
adalah kisaran 30-45 dan 45-60 tahun. Namun itu hanyalah menurutnya hanyalah
sebatas usul tentative belaka, yang boleh dipegang hanyalah prinsip umum bahwa
wajah dunia berubah setiap 15 tahun, bahwa sejarah berubah setiap 15 tahun,
karena setiap 15 tahun muncul genarasi baru dan setiap generasi baru
memodifiaksi wajah dunia. [18]
Daftar Pustaka
Hitami, Munzir, Revolusi Sejarah Manusia: Peran rasul sebagai
Agen Perubahan (Yogyakarta:
LKiS Pelangi
Aksara, 2009), h. 31
Hariyono, Mempelajari Sejarah Secara Efektif, (Jakarta: PT
Dunia Pustaka Jaya, 1995), h. 15-16
Pranoto, Suharto W. Teori dan metodologi Sejarah, (Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2010), h. 6
http://en.wikipedia.org/wiki/Jos%C3%A9_Ortega_y_Gasset, mengakses jam 09.45 pada tanggal 24 Maret 2013
sastrapratedja, M. Manusia dan Perubahan Sejarah,
_____________________,
[1]
M. sastrapratedja, Manusia dan Perubahan Sejarah, __________________, h. 104
[2]
http://en.wikipedia.org/wiki/Jos%C3%A9_Ortega_y_Gasset,
mengakses jam 09.45 pada tanggal 24 Maret 2013
[3]
Sama dengan yang dikutip oleh M sastrapratedja, dari Neil MC Innes, h. 3
[4]
Munzir Hitami, Revolusi Sejarah Manusia: Peran rasul sebagai Agen Perubahan (Yogyakarta:
LKiS Pelangi Aksara, 2009), h. 31
[5] Ibid, h. 31
[6]
Ibid, h. 37
[7]
Ibid, h. 51-52
[8]
Ibid. 54
[9]
Ibidh. 87
[10]
Negarawan Romawi
[11]
Suharto W. Pranoto, Teori dan metodologi Sejarah, (Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2010), h. 6
[12]
Hariyono, Mempelajari Sejarah Secara Efektif, (Jakarta: PT Dunia Pustaka
Jaya, 1995), h. 15-16
[13]
Sama dengan yang dikutip oleh Hariyono dalam bukunya Mempelajari Sejarah Secara Efektif, h.
17 dari kartodirjo, 1986
[14]
Hariyono, Mempelajari Sejarah Secara Efektif, h. 39
[16]
M. sastrapratedja, Manusia dan Perubahan Sejarah, _____________________, h.
108-109
[17]
Ibid, h. 111
[18]
Ibid, h. 119
0 komentar:
Posting Komentar